Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Minggu, 28 Februari 2010

Pegawai Negeri Absen Sidik Jari (DIKNAS KOTA BENGKULU)


Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu mulai 21 Februari 2010, 157 pegawai negeri di Lingkungan Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu diwajibkan melakukan absensi elektronik sidik jari. "Ini untuk menertibkan agar pegawai tidak datang telat, apalagi membolos," kata Bapak Faizon Junaidi, M.Pd selaku Kasubbag Kepegawaian. Pemasangan 2 (dua) unit alat absensi sidik Jari di lantai 2 didinding luar Bidang Dikmen. Ada beberapa kejadian yang lucu mengenai absen sidik jari ini misalnya ; salah letak jempol atau telunjuk di mesin lain terus ada yang berulang-ulang meletakkan jempol atau telunjuk tidak bisa dibaca mesin sidik jari sehingga tawa lucu dari para orang tua ini menggema membuat suasana ketawa-ketiwi yang terakhir pegangan tangan kawan karena tidak bisa dibaca tadi jarinya. Gebrakan absensi sidik jari ini atas prakarsa Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu yaitu Bapak H. Dani Hamdani, M.Pd yang asli putra Sunda kelahiran Bandung sedang yang nulis asli SUKABUMI (Cipoho).

DINAS PENDIDIKAN KOTA SUKABUMI GENCAR LAKUKAN SOSIALIASI UN KE SEKOLAH-SEKOLAH

Dinas Pendidikan Kota Sukabumi, secara gencar melakukan dan meng-intensifkan sosialisasi Ujian Nasional (UN) ke sekolah-sekolah, tentang tata cara UN, pengawasan dan sistem Ujian Ulangan bagi siswa yang tidak lulus. Adapun sosialisasi tersebut, dilakukan Dinas Pendidikan Kota Sukabumi sebanyak enam putaran, yakni untuk tingkat SMP, SMA, SMK, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Gunung Puyuh dan Warudoyong, UPT Lembursitu, Baros dan Cibeureum, serta putaran ter-akhir UPT Citamiang dan Cikole. Maksud dan tujuan dilaksanakan sosialisasi tersebut, menurut Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Sukabumi selaku Ketua Panitia UN Kota Sukabumi, Drs. Ayep Supriyatna, sebagai salah satu upaya untuk menekan angka ketidak lulusan siswa.

Dikatakannya, sosialisasi tersebut dilaksanakan dari tanggal 15 sampai dengan 24 Februari 2010. Sedangkan teknis pelaksanaan sosialisasi tersebut, yakni sejumlah sekolah berkumpul, sesuai kelompok dan jadual putaran sosialisasi, sekaligus membahas persiapan UN. Dikatakan pula, dalam setiap putaran sosialisasi, Panitia UN melibatkan lima orang, yang terdiri dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Sukabumi, Sanusi Harjadireja, S.Pd., Kepala Kementerian Agama Kantor Kota Sukabumi, Drs. H. Abu Bakar Sidik, M.Ag., Ketua Panitia UN, Wakil Ketua Panitia UN, dan Kepala Seksi Kurikulum.

Untuk menunjang kelancaran dan keberhailan UN di Kota Sukabumi, Panitia UN menghimbau para Kepala Sekolah dan guru, agar benar-benar menyiapkan seluruh siswa dengan matang, termasuk meng-intensifkan latihan-latihan soal UN kepada seluruh siswa. Selain itu, juga agar senantiasa menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti salah ruangan dan pendistribusian soal UN.

Dijelaskannya, berdasarkan data yang ada di Dinas Pendidikan Kota Sukabumi, jumlah peserta UN Tahun Pelajaran 2009-2010, untuk tingkat SMP sebanyak 5 ribu 264 siswa, jumlah ruangan yang disiapkan sebanyak 256 ruangan, dan jumlah Pengawas sebanyak 512 orang. Sedangkan jumlah peserta UN untuk tingkat SMA sebanyak 2 ribu 546 siswa, jumlah ruangan yang disiapkan sebanyak 140 ruangan, dan jumlah Pengawas sebanyak 280 orang. Sementara jumlah peserta UN untuk tingkat SMK sebanyak 2 ribu 847 siswa, jumlah ruangan yang disiapkan sebanyak 164 ruangan, dan jumlah Pengawas sebanyak 328 orang.

Adapun waktu pelaksanan UN Utama untuk tingkat SMA, SMK dan MA, yakni dari tanggal 22 sampai dengan 26 Maret 2010, untuk tingkat SMP dan MTS, dari tanggal 29 Maret sampai dengan 2 Mei 2010, serta untuk Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UAS-BN) SD dan MI, dari tanggal 4 sampai dengan 6 Mei 2010. Sumber : Endang Sumantri Pemkot Sukabumi

PERINGATAN HARI JADI KE-96 KOTA SUKABUMI MILIK SELURUH WARGA MASYARAKAT KOTA SUKABUMI

Peringatan Hari Jadi Ke-96 Kota Sukabumi yang jatuh pada tanggal 1 April 2010 mendatang, bukan hanya milik aparatur Pemerintah Kota Sukabumi saja, akan tetapi milik seluruh warga masyarakat Kota Sukabumi. Demikian disampaikan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Sukabumi, H. Deden Solehudin, S.Ag., M.M., pada apel pegawai, hari Kamis pagi, 25 Februari 2010, di Halaman Apel Setda Kota Sukabumi.

Diharapkannya, peringatan Hari Jadi Ke-96 Kota Sukabumi tersebut, harus diperingati oleh seluruh aparat dan warga masyarakat, supaya tertanam rasa memiliki, khususnya dalam membangun Kota Sukabumi di berbagai bidang, sesuai Visi Pembangunan Kota Sukabumi Tahun 2005-2025, yakni Terwujudnya Kota Sukabumi Sebagai Pusat Pelayanan Berkualitas Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Perdagangan di Jawa Barat, Berlandaskan Iman dan Taqwa; serta Visi Walikota dan Wakil Walikota Sukabumi Tahun 2008-2013, yakni Dengan Iman dan Taqwa Mewujudkan Pemerintahan yang Amanah Berparadigma Surgawi, Menuju Kota Sukabumi yang Cerdas, Sehat dan Sejahtera, baik lahir maupun batin, dilandasi nilai-nilai fhilosofis, Sidiq, Tabligh, Amanah, Fathonah.

Untuk itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Sukabumi, menghimbau segenap aparat dan jajaran Panitia Penyelenggara Peringatan Hari Jadi Ke-96 Kota Sukabumi Tahun 2010, dari mulai Tingkat Kota hingga Tingkat Kecamatan dan Kelurahan, agar senantiasa mengajak warga masyarakat, untuk bersama-sama memperingati Hari Jadi Ke-96 Kota Sukabumi Tahun 2010, melalui berbagai kegiatan yang bermakna, khususnya bagi peningkatan mutu pengetahuan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Guna menunjang kelancaran dan keberhasilan Peringatan Hari Jadi Ke-96 Kota Sukabumi Tahun 2010, pada hari Kamis, 25 Februari 2010, dilaksanakan Rapat Persiapan Peringatan Hari Jadi Ke-96 Kota Sukabumi Tahun 2010, bertempat di Ruangan Pertemuan Setda Kota Sukabumi, dipimpin Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Sukabumi, H. Deden Solehudin, S.Ag., M.M., dan Asisten Administrasi Setda Kota Sukabumi, Drs. H. Achmad Husni, M.Si. Sumber : Endang Sumardi Pemkot Sukabumi

Minggu, 21 Februari 2010

PLAGIARISME Kejujuran Semakin Memudar

JAKARTA, KOMPAS.com - Kegiatan jiplak-menjiplak karya ilmiah merupakan puncak gunung es ketidakjujuran dalam jagat pendidikan. Skripsi mahasiswa yang sebagian merupakan jiplakan dengan cara copy/cut and paste, serta contek-mencontek dalam ujian, sudah dianggap lumrah. Dengan demikian, ketidakjujuran itu sudah merambah hampir ke semua jenjang pendidikan. Kementerian hanya bisa menunda atau tidak memproses kenaikan pangkat atau permohonan guru besar.-- Fasli Jalal--

"Ketidakjujuran ini sudah holistik, mengakar, merambah keluarga, masyarakat, dunia pendidikan, dan pemerintahan. Ini cermin dekadensi moral," ujar Dr William Chang, pakar etika sosial, alumnus Universitas Gregoriana dan Universitas Lateran (Roma), saat dihubungi Kompas, Kamis (18/2/2010).

Pepatah mengatakan, Non scholae sed viate discimus (Seneca, Epist. 106.11), manusia belajar bukan untuk sekadar memperoleh nilai berupa angka-angka, yang kadang bersifat relatif dan subyektif, tetapi manusia belajar untuk hidup. Yang utama adalah nilai-nilai untuk mendukung hidup manusia.

Dia menambahkan, plagiat adalah tindak kebohongan dan akan cepat diketahui. Maka, pendidikan formal perlu mengambil langkah edukatif bagi para plagiator.

Komersialisasi di bidang karya ilmiah sudah semarak. Akhirnya, lahir sarjana-sarjana bertitel panjang, tetapi bobot ilmiahnya rendah. Plagiat termasuk tamparan tragis dunia pendidikan formal kita jika kasus ini dibiarkan. Masyarakat sering bertanya, kapan pejabat itu kuliah dan membuat tesis, kok, mendadak bergelar doktor.
Sanksi

Menanggapi kasus penjiplakan, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal menegaskan perlunya pengetatan aturan dan penjatuhan sanksi lebih serius di perguruan tinggi hingga pemerintah.

"Penjatuhan sanksi tergantung tingkat kesalahan dan sudah dilakukan tiap perguruan tinggi. Kementerian hanya bisa menunda atau tidak memproses kenaikan pangkat atau permohonan guru besar," ujarnya.

Fasli mengakui, kasus-kasus penjiplakan dengan mengutip jurnal luar negeri sudah berlangsung lama. Saat diketahui, Kementerian Pendidikan Nasional otomatis menolak permohonan pengangkatan guru besar atau kenaikan pangkat dosen.

Sementara itu, pendiri dan Direktur Eksekutif Yayasan Warisan Luhur Indonesia (Indonesia Heritage Foundation) Ratna Megawangi menyatakan, maraknya plagiat adalah bukti kegagalan sistem pendidikan dan pola asuh dalam keluarga, terutama karena belum adanya pendidikan karakter. Pendidikan karakter sering disamakan dengan pendidikan moral yang dituangkan dalam pelajaran dan harus dihafal.

"Kita tahu bohong dan mencontek itu salah, tetapi dibiarkan. Pemahaman atas benar-salah tidak dipraktikkan dalam perbuatan," tuturnya.

Batasan penjiplakan

Guna mencegah berkembangnya penjiplakan, Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri mengusulkan agar perguruan tinggi lebih gencar menyosialisasikan pengertian dan batasan penjiplakan.

"Selama ini banyak anggapan mencontek karya ilmiah sebagai hal lumrah. Maka, sosialisasi harus terus dilakukan karena tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama tentang penjiplakan," papar Gumilar.

Untuk mencegahnya, mahasiswa dan dosen UI harus memublikasikan karya ilmiahnya di kalangan internal dan umum agar diketahui jika terjadi plagiat.

Cenderung ditutupi

Guru besar ilmu sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bambang Purwanto, menambahkan, selama ini penjiplakan karya ilmiah cenderung ditutup-tutupi, berlangsung terus tanpa sanksi. Kondisi ini mendorong kian merebaknya penjiplakan dan akan menjadi budaya buruk pendidikan kita. Padahal, menjiplak karya ilmiah merupakan pelanggaran kode etik utama seorang ilmuwan.

"Selama ini, pengaduan atas penjiplakan karya ilmiah belum pernah ditanggapi. Ada banyak alasan, mulai dari ewuh-pakewuh, tenggang rasa antarkolega, sampai takut diancam," kata Bambang menambahkan.

Selama beberapa tahun ini, Bambang menemukan dua karya ilmiahnya dijiplak dosen dari perguruan tinggi lain. Meski telah disertai bukti-bukti kuat, laporan kepada perguruan tinggi asal dosen yang menjiplak tidak pernah diproses dan ditanggapi. Kata Bambang, ada banyak teknik dalam menjiplak dan mudah dilakukan dengan komputer.

"Seharusnya penjiplak dikenai sanksi tegas tanpa toleransi karena menyangkut mental dan moral bangsa. Apa jadinya bangsa ini jika para calon pemimpin bangsa ini dididik oleh pencuri?" ujar Bambang.

Terkait dugaan penjiplakan karya ilmiah dua calon guru besar perguruan tinggi swasta di Yogyakarta, Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah V DI Yogyakarta Budi Santosa Wignyosukarto mengatakan, berkas pengajuan guru besar dikembalikan ke perguruan tinggi masing-masing untuk klarifikasi. Hasil analisis terakhir, karya dosen IPA dicurigai menjiplak skripsi mahasiswa S-1 sebuah perguruan tinggi negeri di Yogyakarta.

Kemiripan terlihat mulai dari tabel data, analisis, hingga gambar grafik. Analisis setebal 12 halaman itu dikirim reviewer yang kebetulan menjadi pembimbing skripsi mahasiswa yang karyanya dijiplak. Untuk antisipasi, Budi berharap perguruan tinggi meningkatkan kontrol sosial antardosen.

"Akibat perbuatan satu dosen, seluruh PTS itu akan malu,” ujarnya.

Gagal

Maraknya penjiplakan karya ilmiah merupakan cermin kegagalan sistem pendidikan nasional. Kini, pendidikan lebih berorientasi pada produk, kurang menghargai proses, dan rasa malu pada kode etik kian terkikis.

"Demi tunjangan profesi, gelar kehormatan di lingkungan pendidikan diraih dengan cara curang," tutur Wuryadi, Ketua Dewan Pendidikan DI Yogyakarta.

Sejak tunjangan profesi dosen dan guru besar ditetapkan, pengajuan gelar guru besar memang meningkat. Dalam setahun, ada delapan pengajuan guru besar di Kopertis V DI Yogyakarta. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan sebelum tunjangan profesi dosen dan guru besar diberlakukan.

Sementara itu, Prof Dr Moh Mahfud MD, guru besar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, menilai penjiplakan berpotensi melakukan korupsi. "Penjiplak karya orang lain berpotensi melakukan korupsi. Diri sendiri saja dibohongi, apalagi orang lain. Orang-orang seperti ini berbahaya jika kelak menjadi pemimpin," kata Mahfud. (WHY/IRE/LUK/TON)

Jumat, 19 Februari 2010

Telur Bantu Perkembangan IQ Anak

"Hasil penelitian Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengungkapkan bahwa telur dapat membantu perkembangan "intelligence quotient" (IQ/inteligensi) dan mengatasi kekurangan yodium pada anak."

YOGYAKARTA--Hasil penelitian Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengungkapkan bahwa telur dapat membantu perkembangan "intelligence quotient" (IQ/inteligensi) dan mengatasi kekurangan yodium pada anak."Telur sangat penting untuk dikonsumsi oleh anak usia sekolah. Mengonsumsi dua telur setiap hari dapat membantu perkembangan IQ dan mengobati penyakit defisiensi yodium," kata ahli gizi FK UGM Toto Sudargo SKM MKes di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, hasil penelitian yang dilakukan pada anak sekolah di kawasan pegunungan seperti Wonosobo dan Wonogiri, Jawa Tengah, menunjukkan dampak kekurangan yodium dapat menurunkan IQ anak sekitar 10-15 persen."Namun ketika diobati dengan telur bisa menambah IQ sekitar 20 persen. Untuk itu, sebagai langkah antisipatif, anak usia dini disarankan untuk mengonsumsi dua telur setiap hari untuk membantu perkembangan IQ," katanya.

Ia mengatakan, rata-rata anak sekolah di seluruh Indonesia sekitar 35-65 persen masih kekurangan gizi, terutama defisiensi yodium, bahkan di daerah Wonosobo dan Wonogiri diketahui sekitar 19-33 persen siswa sekolah kekurangan yodium.

Menurut dia, anak perlu mengonsumsi telur, karena daya serap satu telur yang beratnya 60 gram mengandung 7-8 gram protein, sedangkan untuk kebutuhan anak sekolah adalah sebesar 45 gram protein."Jadi, anak sekolah perlu mengonsumsi telur. Apalagi jika digoreng, karena ada tambahan 10 gram protein, yang akan menambah 110 kilogram kalori," katanya.

Ketua Umum Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI) Martalena Purba MCN PhD mengatakan, masalah gizi kurang menyebabkan kualitas penduduk Indonesia rendah terutama pada anak balita, ibu hamil, orang lanjut usia, dan siswa.

Menurut dia, berdasarkan penelitian, gizi kurang sering terjadi pada masa-masa tertentu seperti dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan perubahan iklim global yang menyebabkan perubahan siklus panen. "Selain itu, juga sering muncul ketika terjadi bencana, yang menyebabkan semakin bertambahnya jumlah penderita gizi kurang pada kelompok yang rentan," katanya.

Telur Bantu Perkembangan IQ Anak


Sumber: http://www.republika.co.id/5 Oktober 2009
Penulis: dweehan

Homeschooling : Model Pengembangan Sistem Pendidikan

"Homeschooling (Sekolah Rumah) saat ini mulai menjadi salah satu model pilihan orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya dalam bidang pendidikan. Pilihan ini muncul karena adanya pandangan para orang tua tentang kesesuaian minat oleh anak-anaknya. Homeschooling ini banyak dilakukan di kota-kota besar, terutama oleh mereka yang pernah melakukannya ketika berada di luar negeri. "

Homeschooling (Sekolah rumah), menurut Direktur Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Ella Yulaelawati, adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar mengajar pun berlangsung dalam suasana yang kondusif.

Tujuannya, agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Rumusan yang sama juga dipegang oleh lembaga-lembaga pendidik lain yang mulai menggiatkan sarana penyediaan program homeschooling.

Ada beberapa alasan mengapa para orang tua di Indonesia lebih memilih sekolah rumah. Kecendrungannya antara lain, bisa menekankan kepada pendidikan moral atau keagamaan, memperluas lingkungan sosial dan tentunya suasana belajar yang lebih baik, selain memberikan pembelajaran langsung yang konstekstual, tematik, nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu.

Menurut Ela Yuliawati, pandangan ini memberikan pengertian luas kepada setiap orang untuk lebih mengekspresikan keinginan dan kemampuan dalam menimba ilmu, tidak hanya di lingkungan yang dinamakan sekolah. Bahkan kesempatan mendapatkan ilmu yang lebih juga memiliki peluang besar sejalan dengan perkembangan pendidikan.

Hal ini yang kemudian membuat homeschooling dipilih sebagai salah alternatif proses belajar mengajar dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Hingga kemudian model homeschooling (Sekolah Rumah) dimasukan dalam revisi UU pendidikan no 20 tahun 2003.

PENERAPAN HOME SCHOOLING

Menurut Seto Mulyadi, Ketua Komnas Anak, kemunculan homeschooling sebagai salah satu alternatif memang perlu dibuktikan keberhasilannya sebagai sebuah kompetisi proses menimba melalui sistem non formal.

Secara etimologis, home schooling (HS) adalah sekolah yang diadakan di rumah. Meski disebut home schoooling, tidak berarti anak akan terus menerus belajar di rumah, tetapi anak-anak bisa belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada dirumah. Keunggulan secara individual inilah yang memberi makna bagi terintegrasinya mata pelajaran kepada peserta didik.

Seto mengatakan, perlunya dukungan penuh dari orang tua untuk belajar, menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, dan memelihara minat dan antusias belajar anak. Karena dibalik kemudahan, Sekolah rumah juga memerlukan kesabaran orangtua, kerja sama antaranggota keluarga, dan konsisten dalam penanaman kebiasaan.

Seto menampik sejumlah mitos yang dinilainya keliru tentang homeschooling selama ini. Misalnya, anak kurang bersosialisasi, orang tua tidak bisa menjadi guru, orang tua harus tahu segalanya, orang tua harus meluangkan waktu 8 jam sehari, waktu belajar tidak sebanyak waktu belajar sekolah formal, anak tidak terbiasa disiplin dan seenaknya sendiri, tidak bisa mendapatkan ijazah dan pindah jalur ke sekolah formal, tidak mampu berkompetisi, dan homeschooling mahal. "Itu keliru," ucapnya.

Ada beberapa klasifikasi format homeschooling, yaitu:

1. Homeschooling tunggal
Dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya karena hal tertentu atau karena lokasi yang berjauhan.

2. Homeschooling majemuk
Dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlit tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan agama

3. Komunitas homeschooling
Gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, musik/seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.

Alasan memilih komunitas homeschooling antara lain:
- Terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia dan pencapaian hasil belajar
- Tersedia fasilitas pembelajaran yang lebih baik misalnya: bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/Bahasa, auditorium, fasilitas olah raga dan kesenian
- Ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan
- Dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab untuk saling mengajar sesuai keahlian masing-masing
- Sesuai untuk anak usia di atas 10 tahun
- Menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui internet dan alat informasi lainnya untuk tolak banding (benchmarking) termasuk untuk standardisasi

TANTANGAN HOME SCHOOLING

Dalam perkembangannya, homeschooling juga menghadapi beberapa tantangan, yaitu:

1. Homeschooling tunggal
- Sulitnya memperoleh dukungan/tempat bertanya, berbagi dan berbanding keberhasilan
- Kurang tempat sosialisasi untuk mengekspresikan diri sebagai syarat pendewasaan
- Orang tua harus melakukan penilaian hasil pendidikan dan mengusahakan penyetaraannya

2. Homeschooling majemuk
- Perlu kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu
- Perlu ahli dalam bidang tertentu walaupun kehadiran orang tua harus tetap ada
- Anak-anak dengan keahlian/kegiatan khusus harus menyesuaikan/menerima lingkungan lainnya dengan dan menerima perbedaan-perbedaan lainnya sebagai proses pembentukan jati diri
- Orang tua masing-masing penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan sendiri penyetaraannya

3. Komunitas homeschooling
- Perlunya kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu yang dapat dilaksanakan bersama-sama
- Perlunya pengawasan yang professional sehingga diperlukan keahlian dalam bidang tertentu walaupun kehadiran orang tua harus tetap ada
- Anak-anak dengan keahlian atau kegiatan khusus harus juga bisa menyesuaikan dengan lingkungan lainnya dan menerima perbedaan-perbedaan lainnya sebagai proses pembentukan jati diri.

KEKUATAN HOME SCHOOLING

Sebagai sebuah pendidikan alternatif, homeschooling juga mempunyai beberapa kekuatan dan kelemahan. Kekuatan/kelebihan homeschooling adalah:
- Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas individual bukan pembelajaran secara klasikal
- Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual semaksimal mungkin sehingga tidak selalu harus terbatasi untuk membandingkan dengan kemampuan tertinggi, rata-rata atau bahkan terendah
- Terlindungi dari tawuran, kenakalan, NAPZA, pergaulan yang menyimpang, konsumerisme dan jajan makanan yang malnutrisi
- Lebih bergaul dengan orang dewasa sebagai panutan
- Lebih disiapkan untuk kehidupan nyata
- Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi/olahraga keluarga
- Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannya dalam dunia nyata disertai kebebasan berpendapat, menolak atau menyepakati nilai-nlai tertentu tanpa harus merasa takut untuk mendapat celaan dari teman atau nilai kurang
- Membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi dan lingkungan sosial
- Masih memberikan peluang berinteraksi dengan teman sebaya di luar jam belajarnya

Sedangkan kelemahan homeschooling adalah:

- Anak-anak yang belajar di homeschooling kurang berinteraksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat
- Sekolah merupakan tempat belajar yang khas yang dapat melatih anak untuk bersaing dan mencapai keberhasilan setinggi-tingginya
- Homeschooling dapat mengisolasi peserta didik dari kenyataan-kenyataan yang kurang menyenangkan sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan individu
- Apabila anak hanya belajar di homeschooling, kemungkinan ia akan terisolasi dari lingkungan sosial yang kurang menyenangkan sehingga ia akan kurang siap untuk menghadapi berbagai kesalahan atau ketidakpastian

PRASYARAT KEBERHASILAN HOME SCHOOLING

Agar homeschooling dapat dilaksanakan dengan baik dan anak dapat merasa nyaman dalam belajar, maka ada beberapa prasyarat keberhasilan dalam menyelenggarakan homeschooling, yaitu:

- Kemauan dan tekad yang bulat
- Disiplin belajar-pembelajaran yang dipegang teguh
- Ketersediaan waktu yang cukup
- Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran
- Kemampuan orang tua mengelola kegiatan
- Ketersediaan sumber belajar
- Dipenuhinya standar yang ditentukan
- Ditegakkannya ketentuan hukum
- Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya
- Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna
- Terjalin komunikasi yang baik antar penyelenggara homeschooling
- Tersedianya perangkat penilaian belajar yang inovatif (misalnya dalam bentuk portofolio dan kolokium)

ORANG TUA, GURU JUGA TEMAN

Lalu, apa yang yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam menyelenggarakan sekolah rumah? Seto mengatakan, orang tua harus menjadikan anak sebagai teman belajar dan menempatkan diri sebagai fasilitator. ""Orang tua harus memahami bahwa anak bukan orang dewasa mini," tuturnya.

"Anak," kata Seto, "Perlu bermain. Itu yang perlu dipahami oleh orang tua. Karena itu pula, orang tua tidak boleh arogan dengan menempatkan diri sebagai guru, tapi belajar bersama. Kalau tidak siap dengan itu, menurut Seto, lebih baik jangan menyelenggarakan sekolah rumah."

"Orang tua, tetap perlu terus menambah pengetahuan. Tidak mesti menguasai semua jenis ilmu, yang penting, memiliki pemahaman tentang anak. Bila orang tua kurang mengerti pelajaran biologi atau matematika, misalnya, orang tua bisa mendatangkan guru untuk pelajaran tersebut dan belajar bersama anak. Dengan demikian, anak akan merasa tidak lebih rendah, tapi sebagai sahabat dalam belajar," ungkap Kak Seto menambahkan.

Bagaimana dengan kedua orang tua yang bekerja sehingga merasa tidak punya waktu untuk memberikan pembelajaran kepada anak dalam menyelenggarakan homeschooling? Seto mengatakan, "itu tidak boleh menjadi alasan."

"Sesibuk apa pun orang tua, tetap harus punya waktu untuk anak. Kalau tidak punya waktu, jangan punya anak," ucap psikolog yang juga menyelenggarakan homeschooling bagi anak sulungnya itu.

Pembelajaran sekolah rumah sebaiknya menyesuaikan dengan standar kompetensi yang telah ditentukan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Ini agar sejalan dengan pertumbuhan dan kemampuan anak, di samping dapat diikutkan dalam evaluasi dan ujian yang diselenggarakan secara nasional.

Standar kompetensi menjadi panduan yang harus dimiliki seorang anak pada kelas tertentu. Anak kelas VI SD atau setara, misalnya, minimal sudah harus menguasai pelajaran matematika sampai batas tertentu pula. "Standar kompetensi ini," kata Seto, "Dapat diperoleh di Dinas Pendidikan yang ada di daerah masing-masing."

Evaluasi bagi anak yang mengikuti homeschooling dapat dilakukan dengan mengikutkan pada ujian Paket A yang setara dengan SD atau Paket B setara SMP. "Pada dasarnya," kata Seto, "Evaluasi tersebut dapat pula dilakukan dengan menginduk ke sekolah formal yang ada." Menurutnya, seharusnya ini bisa dilakukan karena sekolah rumah bukan sekolah liar. Kiranya para orang tua harus berkaca diri dulu sebelum menyelenggarakan sekolah rumah bagi sang buah hati.

Home Schooling Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah


Sumber: http://v3a-homeschooling.site90.com
Penulis: dweehan

Pukulan Fisik Picu Penurunan IQ Anak

"Pukul anak sebagai medium penyadaran ternyata tidak hanya berdampak buruk terhadap psikologis tetapi juga tingkat kecerdasan. Penelitian yang dilakukan Universitas New Hampshire, AS melaporkan, sebagian besar dari anak yang kerap dipukul orang tua memiliki tingkat intelegensia (IQ) yang rendah."

Pukul anak sebagai medium penyadaran ternyata tidak hanya berdampak buruk terhadap psikologis tetapi juga tingkat kecerdasan. Penelitian yang dilakukan Universitas New Hampshire, AS melaporkan, sebagian besar dari anak yang kerap dipukul orang tua memiliki tingkat intelegensia (IQ) yang rendah.

Lebih dari itu, penelitian juga mencatat hasil lain mengejutkan dimana anak yang mengalami perlakuan keras akan mengalami kesulitan untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

"Semua orang tua pasti ingin anak mereka pintar. Penelitian ini menunjukan bagaimana efek negatif dari perlakukan keras orang tua dan koreksi kesalahan perlakuan dilain pihak guna mencegah hal itu terjadi," tukas salah satu peneliti. Murrat Strauss dari Universitas New Hampsphire, AS seperti yang dikutip Yahoonews, pekan lalu.

Penelitian menggunakan metodologi yang menghubungkan antara perlakuan keras dan intelegensia. Metodologi ini mengaitkan sejumlah hubungan lain semisal status ekonomi.

"Anda mungkin akan mengatakan buktikan, tapi saya pikir metode ini akan memberikan berapa laternatif. Saya yakin bahwa perlakukan keras dari orang tua akan membuat perkembangan mental dan kemampuannya menurun secara perlahan," tegasnya.

Penelitian mengambil sampel 1510 anak yang terbagi menjadi dua grup rentang usia. Grup pertama berpopulasi 806 anak dengan rentang usia 2-4 tahun dan grup kedua berpopulasi 704 anak dengan rentang usia 5-9 tahun. Peneliti lalu memberikan tes IQ diawal dan 4 tahun kemudian.

Kedua grup masing-masing terdiri dari anak yang mendapatkan perlakukan keras dan tidak dari masing-masing orang tua anak. Hasilnya, kata Strauss, tercatat hal yang siginifikan. Sebagian dari anak-anak yang mengalami perlakuan keras mengalami keterlambatan perkembangan IQ dari tes awal dan tes lanjutan 4 tahun kemudian. Peningkatan IQ justru terjadi pada anak yang tidak mengalami perlakuan keras.

Menurut Pengamat Anak dan Keluarga dari Duke Univesity, Jennifer Lansford menilai hasil penelitian begitu menarik. Dia juga berpendat, penelitian yang dilakukan memiliki dasar fondasi yang kuat. "Mengacu pada perkembangan anak, dimungkinkan bahwa anak dengan IQ rendah berkaitan dengan masalah displin secara fisik yang berlebih," tukasnya.

Faktor Psikologis

Penelitian lantas mencari cara mengapa IQ anak secara siginifikan mengalami penurunan usai mendapatkan perlakukan keras. Kesimpulan mengacu pada faktor psikologis anak selama mendapatkan perlakuan keras.

"Setiap orang pasti percaya, dipukul oleh orang tua tentu memberikan bekas trauma mendalam pada anak," papar Strauss. Lebih jauh dia menjelaskan, trauma itu berefek stress pada anak saat menghadapi situasi sulit dan kondisi tersebut membuat anak kesulitan mengeluarkan kemampuannya.

"Dengan memukul, orang tua hanya bisa mendapatkan perhatian dan sikap patuh si anak saat dipukul saja. Ini menghalangi anak untuk berpikir bebas," komentar Elizabeth Gershoof, Pakar Anak asal Universitas Texas. Sehingga, kata dia, anak hanya berprilaku benar saat dipukul saja atau anak hanya melakukan sesuatu karena teringat akan pukulan, bukan inisiatif.

Sebab itu, Gershoff menyarankan kepada para orang tua untuk segera menghentikan kebiasaan memukul saat anak melakukan kesalahan atau ketika sikap anak tidak pantas.

By Republika Newsroom


Sumber: http://www.republika.co.id
Penulis: dweehan