Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Sabtu, 26 November 2011

MALIOBORO, DULU DAN SEKARANG



jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.

Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo,Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.

Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Seniman-seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini.

Malioboro 2009 Malioboro 2010.Nama Malioboro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti karangan bunga. Konon, jalan ini memang selalu dipenuhi bunga saat perayaan atau upacara tertentu. Malioboro 2011. Suasana kuno Malioboro masih terasa dengan masih berdirinya gedung-gedung dan bangunan tua peninggalan jaman Belanda. Malioboro 2012. Renovasi gedung-gedung baru membuat romantika Malioboro kuno makin tak terasa. Malioboro kini adalah Malioboro yang modern dan semrawut. Tapi Malioboro tetap saja membuat rindu.

Pusing Tugu Keliling 1755 Tugu Golong Gilig yang tingginya 25 m dibangun Sultan Hamengkubuwono I sebagai simbol miyos sinewaka. 1867 ambruk diguncang gempa dahsyat yang dinamai “Obah terus pitung bumi”. 1889 direnovasi Belanda, dengan tinggi 15 m. Makna tugu Golong Gilig sebagai simbol kekalahan Belanda jadi kabur. Sampai sekarang maknanya belum dikemukakan.
Jogjakarta, 26 November 2011

Cerita dan Rute Perjalanan Bengklu-Jakarta-Jogja



Ini adalah perjalanan perdanaku ke kota Jogjakarta dan terlebih istimewanya lagi perjalanan itu aku lakukan dengan sesepuh Penilik. Berbekal surat tugas dari Disdik Provinsi dan sedikit was-was, akhirnya aku dan sesepuh tadi putuskan untuk berangkat.

Aku ke Jogja dalam rangka melaksanakan koordinasi dan evaluasi di Hotel "Inna GARUDA" dengan sesepuh seperjuanganku Bapak Pa'im. S kami berangkat jam 16.20 wib dari Bengkulu ke Jakarta, berdasarkan prediksi di perjalanan dari Bengkulu-Jakarta “hanya” sekitar 50 menit. Sedikit tersenyum mendengar angka tersebut sehingga kami bisa memperhitungkan seberapa pegal badan dan seberapa panas pantat duduk di atas pesawat. Namun ternyata prediksi kami melenceng jauh sehingga kami harus merasakan ketenangan di atas pesawat Batavia Air. ( itu dibahas nanti deh…. hehe )

Mari lanjutkan ceritanya…

Dengan si Burung Besi ( batavia Air ) berangkatlah kami ke kota yang akan kami “curi” ilmunya tersebut. Kilometer demi kilometer kami lewati dengan masih diselingi candaan khas, namun semakin banyak kilometer kami lalui rasa capek mulai menghampiri dan candaan pun hilang tak berulang lagi. Rute Bengkulu-Jakarta masih santai,.. masuk kawasan Bandara Internasional Soekarno Hatta bibirpun mulai berkicau karena tiket tujuan Jakarta-Jogja sudah habis, jadi jalan yang kami lewati… ( nginap di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dengan bobo di kursi sambil cuci mata, masuk angin, perut lapar, haha......kasian deh lu.... ).

*PENTING untuk diperhatikan bagi para pembaca yang akan mengikuti jejak saya, hehe…

Perjalan lintas kota yang dilewati sampai tulisan ini diterbitkan banyak duka dan suka yang dilalui di sana-sini sehingga perlu sedikit waspada untuk kenyamanan perjalanan.

Benar-benar pengalaman tak terlupakan untuk kami…

Setelah kembali ke rute yang sebenarnya penantian panjang kami lanjutkan kembali dengan menumpang pesawat LION AIR pukul 05.55 Wib Jakata tujuan Jogja hingga akhirnya kami sampai didaerah Jogja pada pukul 07.10 Wib.

Begitulah akhir dari cerita…

~ Rute yang kami gunakan :
(BENGKULU – JAKARTA) SANGAT LANCAR..........PESAWAT BATAVIA AIR
(JAKARTA - JOGJA) LANCAR SIH (PESAWAT LION AIR) CUMA NGINAP SEMALAM DIBANDARA SOETA JAKARTA...heee....he....

SEJARAH BERDIRINYA KOTA YOGYAKARTA


Keberadaan Kota Yogyakarta tidak bisa lepas dari keberadaan Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi yang memperjuangkan kedaulatan Kerajaan Mataram dari pengaruh Belanda, merupakan adik dari Sunan Paku Buwana II. Setelah melalui perjuangan yang panjang, pada hari Kamis Kliwon tanggal 29 Rabiulakhir 1680 atau bertepatan dengan 13 Februari 1755, Pangeran Mangkubumi yang telah bergelar Susuhunan Kabanaran menandatangani Perjanjian Giyanti atau sering disebut dengan Palihan Nagari . Palihan Nagari inilah yang menjadi titik awal keberadaan Kasultanan Yogyakarta. Pada saat itulah Susuhunan Kabanaran kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwana Senopati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I. Setelah Perjanjian Giyanti ini, Sri Sultan Hamengku Buwana mesanggrah di Ambarketawang sambil menunggui pembangunan fisik kraton.

Sebulan setelah ditandatanganinya Perjanjian Giyanti tepatnya hari Kamis Pon tanggal 29 Jumadilawal 1680 atau 13 Maret 1755, Sultan Hamengku Buwana I memproklamirkan berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan ibukota Ngayogyakarta dan memiliki separuh dari wilayah Kerajaan Mataram. Proklamasi ini terjadi di Pesanggrahan Ambarketawang dan dikenal dengan peristiwa Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram – Ngayogyakarta. Pada hari Kamis Pon tanggal 3 sura 1681 atau bertepatan dengan tanggal 9 Oktober 1755, Sri Sultan Hamengku Buwana I memerintahkan untuk membangun Kraton Ngayogyakarta di Desa Pacethokan dalam Hutan Beringan yang pada awalnya bernama Garjitawati.

Pembangunan ibu kota Kasultanan Yogyakarta ini membutuhkan waktu satu tahun. Pada hari Kamis pahing tanggal 13 Sura 1682 bertepatan dengan 7 Oktober 1756, Sri Sultan Hamengku Buwana I beserta keluarganya pindah atau boyongan dari Pesanggrahan Ambarketawan masuk ke dalam Kraton Ngayogyakarta. Peristiwa perpindahan ini ditandai dengan candra sengkala memet Dwi Naga Rasa Tunggal berupa dua ekor naga yang kedua ekornya saling melilit dan diukirkan di atas banon/renteng kelir baturana Kagungan Dalem Regol Kemagangan dan Regol Gadhung Mlathi. Momentum kepindahan inilah yang dipakai sebagai dasar penentuan Hari Jadi Kota Yogyakarta karena mulai saat itu berbagai macam sarana dan bangunan pendukung untuk mewadahi aktivitas pemerintahan baik kegiatan sosial, politik, ekonomi, budaya maupun tempat tinggal mulai dibangun secara bertahap. Berdasarkan itu semua maka Hari Jadi Kota Yogyakarta ditentukan pada tanggal 7 Oktober 2009 dan dikuatkan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2004.


Sumber :
Risalah Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No 6 Tahun 2004.

Minggu, 13 November 2011

Dalam Pilkada Kota Bengkulu Tahun 2012 Siap Menang Ya Harus Siap Kalah


Kebanyakan bentrokan pilkada terjadi setelah pemilihan berlangsung, tatkala hasil pencoblosan mulai dihitung dan tanda-tanda kemenangan jatuh pada salah satu pasangan calon walikota dan wakilnya. Kerusuhan lebih banyak terjadi setelah pencoblosan daripada tatkala berlangsung kampanye.

Latar belakang, alasan, sebab protes, kerusuhan, dan bentrokan itu hampir-hampir klasik, ya itu-itu juga, yakni tuduhan terjadinya kecurangan dan pelanggaran hukum. Penghitungan suara dinilai oleh salah satu pasangan cela, digelembungkan, direkayasa. Panwaslu, panitia pengawasan pilkada, tidak independen dan netral. Bahkan KPU Kota/Kab, Komisi Pemilihan Umum, pun digugat. Protes muncul disertai unjuk rasa. Unjuk rasa melanggar aturan karena tak terkontrol, maka terjadilah bentrokan dengan petugas ketertiban umum.

Bisa juga bentrok antar pendukung peserta pilkada. Kejadian itu tentu saja disiarkan oleh media massa karena peristiwa itu menarik ataupun karena itulah cara media melakukan kontrol. Kesan dan dampak pun terbuka, serentak, dan interaktif.
Harapan kita adalah demokrasi yang damai tidak disertai unsur kekerasan. Termasuk juga kebebasan menyampaikan pendapat termasuk melalui unjuk rasa yang damai.

Apabila sampai terjadi ekses bentrokan dan kekerasan, tentunya hal itu menjadi perhatian yang serius bagi semua pihak yang terlibat dan berkepentingan. Sebab, demokrasi tentu saja tidak menghendaki dan menjauhi kekerasan.

Oleh sebab itu, inilah tugas dari pihak-pihak yang terlibat dalam pilkada untuk bekerja sesuai dengan jalur hukum yang berlaku tanpa adanya penyimpangan dan kecurangan yang disengaja atau karena kelalaian dalam seluruh proses pilkada. Kedewasaanlah faktor utama dalam hal ini, terutama siap menang dan siap kalah. Bagaimanapun juga, kemenangan salah satu kontestan adalah kemenangan kita.
Oleh : Akang Perantau

Kamis, 10 November 2011

Pil kada dan Pil Istri


Beberapa waktu kedepan di Kota Bengkulu akan mengadakan Pilkada. Disana-sini orang sibuk berargumen seperti di terminal angkot, pangkalan ojek, loket travel, loket bus, loket pembayaran PDAM/Listrik/Telpon, antrian di teller Bank, pasar tradisional, Bengkulu Indah Mall (BIM), Mega Mall (Memo), warung pangsit, pecel lele lesehan, pasar ikan dan ayam serta sayur. Ratusan bahkan ribuan orang bercerita ditempat tersebut mengemukakan pendapatnya masing-masing hingga terdengar keras suara mereka sehingga membuat sebagian lain tersenyum. Sebenarnya secara teoritis manajemen merupakan luapan perasaan rakyat akan harapan dan asa di masa datang agar ekonomi berjalan dengan baik dan menguntungkan semua pihak.

Para pemilih yang berhak memilih yaitu yang sudah nikah serta sudah berumur 17 tahun keatas. Padahal sengketa Pilkada dari beberapa daerah lainnya masih berlarut-larut. Sidang PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Mahkamah Konstitusi (MK) terus berlangsung untuk menegakan keadilan bagi pihak yang bersengketa. Puluhan para pendukung kandidat yang kalah bersaksi dan memberikan argumentasinya agar pasangan mereka bisa menang di Mahkamah Konstitusi.

Mau menang Pilkada memang terkait dengan jumlah pemilih, lihatlah program KB (Keluarga berencana) dimana bertujuan umum membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya serta pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

Disinilah dalam KB alat kontrasepsi sangat berperan penting, salah satunya adalah PIL KB. Telad minum Pil KB pasti akan mengakibatkan kehamilan dan akan menambah penduduk. Banyak penduduk pasti akan memenangkan pilkada bagi pasangan tertentu, sedangkan sedikit penduduk (pemilih) pasti pasangan itu akan kalah.

Seorang wanita berkata, “Sudah minum Pil KB mengapa bisa hamil, apa yang salah dengan pil KB”. Wah…sudah pastilah karena ya…ya…ya… iya lah. Pil KB-nya baru sampai tenggorokan, celananya udah sampai lutut!” Dijamin 100 persen pasti hamil.

Untuk mencegah ledakan penduduk menurut perkiraan pada tahun 2060 akan ada 475 juta penduduk seluruh Indonesia, Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) sekarang sangat serius untuk menyukseskan program KB untuk mencegah penduduk bertambah tetapi ini khabar buruk bagi Pilkada karena kekurangan pemilih.

Angkot Padang Nan Unik





Sebut saja kota Bogor yang sering dijuluki kota seribu angkot. Di Padang mungkin bisa ditambahkan, Kota seribu angkot modis. Begitulah kira-kira saya menamakannya hehehe. bukan HOAX atau nge-junk aja nih, tapi fenomena ini bisa anda buktikan sendiri atau teman-teman lihat sendiri. Hal ini sungguh jarang saya lihat baik di Jakarta maupun Bandung beserta kota-kota besar lainnya di Indonesia. Semuanya hanya mengharapkan ongkos dari penumpang tanpa memberi fasilitas apa-apa selain mengantarkan penumpang. Tak tanggung-tanggung, angkutan umum di Padang bisa mengalahkan aksesoris mobil-mobil pribadi, bisa dibayangkan angkot-angkot di Padang seperti mobil balap, gaul, modis. mulai dari tempelan-tempelan di badan mobil, kaca film, bodi rendah (ceper), sound system yahud, DVD, LCD, tempat duduk yang empuk dan nyaman.

Orang yang baru datang ke Padang pasti terheran-heran melihat modisnya angkutan umum di kota Padang. Sudah banyak TV swasta nasional yang meliput fenomena ini, di luar mereka dipuji, dikagumi dan mencengangkan semua orang. Tapi di dalam mereka mempunyai musuh perda mengenai penertiban angkutan umum aksesoris berlebihan. Ironis memang.
Oleh : Akang Rustandi yang baru tandang Ke Kota Padang (7 s.d. 9 Novmber 2011)

Angkot Padang Nan Unik

Makna Hari Pahlawan


Bangsa kita setiap tahun merayakan Hari Pahlawan pada 10 November. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kita memilih 10 November sebagai Hari Pahlawan karena pada tanggal tersebut 65 tahun silam para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan tentara Inggris di Surabaya.
Saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk senjata api, selebihnya para pejuang menggunakan bambu runcing. Namun para pejuang kita tak pernah gentar untuk melawan penjajah. Kita masih ingat tokoh yang terkenal pada saat perjuangan itu yakni Bung Tomo yang mampu menyalakan semangat perjuangan rakyat lewat siaran-siarannya radionya. Ruslan Abdul Gani yang meninggal beberapa waktu lalu, adalah salah seorang pelaku sejarah waktu itu.
Setiap tahun kita mengenang jasa para pahlawan. Namun terasa, mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan yang kita lakukan sekarang cenderung bersifat seremonial. Memang kita tidak ikut mengorbankan nyawa seperti para pejuang di Surabaya pada waktu itu.
Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah kita merayakan Hari Pahlawan setiap 10 November.
Akan tetapi kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan?
Menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam segala bidang kehidupan. Dalam konteks ini kita dapat mengisi makna Hari Pahlawan yang kita peringati setiap tahun pada 10 November, termasuk pada hari ini. Bangsa ini sedang membutuhkan banyak pahlawan, pahlawan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kita mencatat beberapa wilayah Indonesia masih dihantui tindakan teror. Kita membutuhkan orang yang berani untuk menangkap pelakunya. Negeri kita sedang dililit kanker korupsi yang sudah mencapai stadium terakhir. Kita membutuhkan orang-orang berani untuk memberantasnya. Seorang ilmuwan pun bisa menjadi pahlawan dalam bidangnya berkat penemuannya yang dapat menyejahterahkan orang banyak. Seorang petugas pemadam kebakaran yang tewas saat berjuang mematikan api yang sedang membakar rumah penduduk adalah pahlawan juga.
Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, hari pahlawan tidak hanya pada 10 November, tetapi berlangsung setiap hari dalam hidup kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing. Mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas ditembak dalam perjuangan reformasi sewindu lalu adalah pahlawan, meskipun negara belum menobatkan mereka sebagai pahlawan.
Memang tidak mudah untuk menjadi pahlawan. Mungkin lebih mudah bagi kita menjadi pahlawan bakiak, yaitu suami yang patuh (takut) kepada istrinya. Atau menjadi pahlawan kesiangan, yakni orang yang baru mau bekerja (berjuang) setelah peperangan (masa sulit) berakhir atau orang yang ketika masa perjuangan tidak melakukan apa-apa, tetapi setelah peperangan selesai menyatakan diri pejuang.
Hari ini kita merayakan Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pejuang pada masa silam. Kita bertanya pada diri sendiri apakah kita rela mengorbankan diri untuk mengembangkan diri dalam bidang kita masing-masing dan mencetak prestasi dengan cara yang adil, pantas dan wajar. Itulah pahlawan sekarang.

Rabu, 09 November 2011

Dari Legenda menjadi Jembatan nan Megah (Jembatan Siti Nurbaya)


Berdiri megah membelah Batang Arau, tepatnya berada di daerah kota tua Padang, Jembatan Siti Nurbaya menjadi jalan menuju Taman Siti Nurbaya, di mana ia dan Syamsul Bahri dimakamkan. Hujan lebat sedang berlangsung siang itu, ketika saya menginjakkan kaki di Jalan Dobi, Padang. Di depan, jalan ini terbagi tiga; di tengah adalah jalan menuju sebuah jembatan yang menghubungkan Kota Padang dengan Gunung Padang, dan sungai kecil Batang Arau yang bermuara ke Samudera Hindia di sepanjang Pantai Padang, memisahkan kedua daerah ini.

Jembatan Siti Nurbaya diambil dari nama tokoh cerita rakyat, seorang perempuan korban kawin paksa bernama Siti Nurbaya. Cerita ini sudah dituangkan dalam novel karya Marah Rusli dan sudah ditayangkan pula dalam sinetron berseri di TVRI dan sempat menjadi tontonan favorit yang ditunggu-tunggu.

Jika Palembang terkenal dengan Jembatan Ampera, dan Banjarmasin dengan Jembatan Barito, maka Padang memiliki Jembatan Siti Nurbaya. Jembatan ini terbentang sepanjang 60 meter menghubungkan daerah Muaro dengan Kampung Seberang Padang yang berada di kaki Gunung Padang. Pembangunannya selesai pada tahun 2005.

Kota Tua Padang

Jembatan Siti Nurbaya terletak di Kecamatan Padang Selatan, sekitar satu kilometer arah barat dari Pasar Raya Padang, atau sekitar 25 km dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Dari bandara, untuk menuju lokasi ini, Anda bisa menyewa taksi. Jika pandai menawar, tarifnya bisa di bawah Rp 100 ribu. Atau, jika mau yang lebih murah, bisa juga dengan Bus Damri jurusan Pasar Raya Padang dengan ongkos Rp 15 ribu.

Dari Pasar Raya, Anda harus menyambung naik angkutan kota menuju Muaro dengan membayar Rp 2.000. Turun di sekitar Muaro, Jembatan Siti Nurbaya sudah di depan mata.

Dari Jalan Nipah, ketika mulai memasuki Jembatan Siti Nurbaya, di depan berdiri Gunung Padang dengan kokoh menghadap lautan Samudera Hindia. Sedang di bawah jembatan, kapal-kapal berlabuh di Dermaga Muaro Padang. Hingga akhir abad ke-19, dermaga ini merupakan pelabuhan besar yang terkenal sebagai salah satu dermaga tersibuk di Sumatera.

Sebagai bukti kebesaran Dermaga Muaro Padang di zaman dulu, di sepanjang pelabuhan ini berdiri kota tua Padang dengan bangunan-bangunan megah berarsitektur klasik Eropa walaupun sekarang (8-11-2011) agak rusak karena dilanda gempa setahun yang lalu. Bangunan-bangunan tua ini dulunya adalah peninggalan kolonialis Belanda untuk mendukung perdagangan rempah-rempah dengan para saudagar dari negeri Timur dan Eropa. Bangunan-bangunan tua ini ikut menjadi bagian pemandangan dari atas jembatan, berjejer megah sepanjang pelabuhan menghadap ke Batang Arau. Begitu majunya Kota Padang dulu dengan pelabuhan besar ini.

Sekarang, bangunan-bangunan tua itu umumnya ditempati warga Tionghoa. Makanya daerah kota tua ini juga dikenal sebagai China Town-nya Padang. Kawasan Pecinan ini berada agak ke barat dari Jembatan Siti Nurbaya, dengan jalan utamanya, Pondok. Terdapat sebuah kelenteng tua bergaya arsitektur China Selatan yang berusia lebih dari 200 tahun dan masih berfungsi hingga sekarang. Di seberang Batang Arau, juga terdapat bekas kuburan China.

Ke arah timur dari kota tua ini, ditemui Pasa Batipuah dan Pasa Gadang, bekas pasar yang sekarang menjadi gudang-gudang penyimpanan rempah-rempah dan bahan-bahan bangunan. Tercium aroma rempah-rempah yang segar ketika saya melewati daerah ini. Sedangkan di sisi kanan, bangunan tua Bank Indonesia dengan arsitektur klasik masih berdiri kokoh.

Kopi dan Jagung Bakar

Pada malam hari, suasana Jembatan Siti Nurbaya jauh lebih mempesona. Lampu-lampu kecil dari rumah-rumah penduduk di kaki Gunung Padang tampak seperti titik-titik cahaya dari kejauhan. Lampu-lampu kapal dan bangunan-bangunan tua di sekitar dermaga juga ikut meramaikan, menambah romantis suasana malam.

Coba perhatikan lampu-lampu itu dari kejauhan. Lampu-lampu Jembatan Siti Nurbaya akan tampak membentuk kombinasi gonjong Rumah Gadang, ciri khas bangunan di Sumatera Barat.

Duduk di kursi-kursi plastik warna-warni di pinggir jalan di Jembatan Siti Nurbaya pada malam hari adalah kegiatan yang menyenangkan. Sambil mencium aroma laut, Anda bisa memesan secangkir kopi, jagung bakar manis, dan roti bakar yang masih hangat. Para pedagang makanan ringan menyediakan itu semua di Jembatan Siti Nurbaya.

Banyak juga anak-anak muda yang berkumpul di sini, sembari mengobrol dengan teman-teman. Makanya tak heran, suasana Jembatan Siti Nurbaya pada siang hari akan jauh berbeda dengan suasana di malam hari. Pada malam minggu, jalanan akan macet saking banyaknya kendaraan yang parkir di sepanjang jembatan ini.

Jika Anda ingin bermalam minggu di sini, lebih baik tidak membawa mobil pribadi (cerita tukang sate). Lebih baik naik sepeda motor, atau sekali-sekali coba naik angkutan kota atau taksi. Paling, hanya akan merogoh kocek Rp 2.000 saja untuk angkot, atau sekitar Rp 30 ribu jika naik taksi dari pusat kota.

Atau, sekalian saja naik bendi (delman, bahasa Padang) dari Pasar Raya Padang. Suasananya akan terasa lebih romantis, menikmati angin pantai di sepanjang jalan sembari mendengarkan sepatu kuda. Ongkosnya juga tak mahal, hanya sekitar Rp 30 ribu saja. Coba tawar pak kusirnya, mungkin bisa lebih murah. Apalagi kalau Anda bisa menawar dengan bahasa Minang. “Duo puluah ribu se yo, Pak!”

Legenda Siti Nurbaya

Konon, di bukit yang disebut dengan nama Gunung Padang, Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri dimakamkan. Di Indonesia, siapa yang tak mengenal kisah cinta Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri yang berakhir tragis? Kisah mereka selalu diajarkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia di SD hingga SMP. Mereka merupakan tokoh yang dikisahkan dalam Roman Siti Nurbaya karangan Marah Rusli, diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1922.

Tua muda, lelaki perempuan, pejabat, hingga kalangan papa, menikmati kisah ini sebagai bagian sejarah dan budaya dari Indonesia. Cinta dari kedua insan ini disanjung sedemikian rupa, karena tetap kukuh meski tentangan dari orang tua maupun upaya Datuk Maringgih merebut hati Siti Nurbaya sangat besar. Sebuah kisah Romeo dan Juliet dari Ranah Minang.

Meski hanya tokoh fiksi yang tak nyata, tapi masyarakat mempercayai legenda tersebut sempat hidup di Padang pada zaman penjajahan Belanda. Begitu juga makam Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri, telah dianggap nyata berada di puncak Gunung Padang.

Sebelum menuju puncak Gunung Padang, di bagian kaki dan lerengnya terdapat pemukiman masyarakat, sekitar lima menit perjalanan dari Jembatan Siti Nurbaya. Di sana terdapat juga meriam tua dan benteng peninggalan Perang Dunia II yang moncongnya mengarah ke Muaro Padang. Di sekitar puncak terdapat beberapa lubang bekas tempat persembunyian dan pengintaian (bunker) peninggalan tentara Jepang.

Menuju puncak, jalan setapak bertangga-tangga telah menanti, namun kondisinya tidak sebaik lima belas tahun silam. Gunung Padang berada di ketinggian sekitar 400 meter dari permukaan laut. Dari puncaknya, keindahan panorama Batang Arau dan Dermaga Muaro Padang dengan Jembatan Siti Nurbaya, serta aktivitas Kota Padang menjadi pemandangan yang terhampar luas.

Christine Hakim
Sebelum pulang, saya tak lupa membeli oleh-oleh. Tak jauh dari Jembatan Siti Nurbaya, di sepanjang sisi kiri Jalan Nipah, ditemukan toko-toko yang menjual oleh-oleh makanan khas Minangkabau. Toko-toko seperti Christine Hakim dan Nipah menyediakan keripik balado, sanjai, kue dakak-dakak, galamai dan makanan ringan lainnya. Bahkan rendang pun tersedia di sini.

Sedikit bercerita tentang Keripik Balado Christine Hakim, ini tak ada hubungannya dengan artis senior Christine Hakim yang juga berdarah Minang. Awalnya Saya sempat berpikiran bahwa toko keripik balado ini milik Christine Hakim, sang artis. Namun ternyata tidak.

Christine Hakim adalah nama sang pemilik toko keripik balado tersebut, yang ternyata keturunan Tionghoa dengan nama asli Kheng Kim. Sama seperti Christine Hakim artis, Kheng Kim juga lahir pada 1956. Pada tahun 1990, ia mengganti namanya menjadi Christine Hakim, karena pemerintah saat itu mewajibkan warga keturunan Tionghoa yang berada di Indonesia untuk mengganti nama sesuai dengan Bahasa Indonesia.

Saya tak tahu juga, apakah Keripik Balado Christine Hakim ini terkenal karena kebetulan bernama sama dengan artis Christine Hakim, atau memang karena enaknya keripik balado tersebut. Tapi yang jelas, Christine Hakim, sang pengusaha keripik balado, telah berhasil mengelola 150 usaha kecil menengah (UKM) dan mampu mengangkat makanan tradisional Minangkabau hingga ke mancanegara.

Sudahlah, lupakan Christine Hakim. Saya sudah menjinjing sekardus kecil keripik balado, sanjai, kue dakak-dakak, dan galamai. Oya, satu lagi. Jika pergi ke Jembatan Siti Nurbaya di malam hari, jangan lupa menyusuri jalan sepanjang pesisir Pantai Padang.

Setidaknya, kesempatan langka ini akan menjadi salah satu pengalaman tersendiri yang akan saya kenang dan ingat sampai hayat nanti. (Padang, Hotel Pangeran City, 09-11-2011).

SEJARAH BIM (Bandaara International Minangkabau)



Bandara baru di Ketaping yang diberi nama Bandara Internasional Minangkabau (BIM) telah dioperasikan sejak 22 juli 2005. bandara ini didesign dengan arsitetur tradisional Minangkabau dengan ciri khas Bagonjong atau atap berbentuk tanduk dan interior terminal penumpang yang dihiasi dengan ukiran Minangkabau tradisional sebagai aksen interior modern yang penuh imajinasi.

Bandara Internasional Minangkabau merupakan bandara pertama dan satu – satunya di negara ini bahkan di dunia yang menggunakan nama etnik sebagai nama bandaranya. Fasilitas pendukungnya yang semuanya menggunakan nama dan istilah Minang dan gedung terminal penumpangnya merupakan gedung terbesar di Indonesia dengan arsitektur Minangkabau.

Bandara Internasional Minangkabau terletak 23 km dari pusat Kota Padang, menempati lahan seluas ± 427 hektare sebagai pintu gerbang utama Sumatera Barat. Bandara ini mulai dibangun tahun 2001 menggantikan Bandara Tabing yang telah beroperasi selama 34 tahun. Dipindahkannya Bandara Tabing ke Bandara Internasional Minangkabau karena sudah tidak lagi memenuhi persyaratan dari segi keselamatan penerbangan. Bandara baru yang pembangunannya menghabiskan dana sekitar 9,4 miliar Yen yang merupakan pinjaman lunak dari Japan Bank Internasional Coorporation (JICB) dan APBN sekitar Rp. 97,6 miliar (10%-nya) melibatkan kontraktor Shimizu dan Marubeni JO dari Jepang serta Adhi Karya dari Indonesia.

Jumlah penerbangan yang melayani rute dari dan ke Bandara Internasional Minangkabau seperti di Bandara Tabing menghubungkan Padang dengan Jakarta, Medan, Batam dan Pekanbaru untuk domestik, sedangkan untuk pelayanan transportasi udara ke luar negeri (internasional) yaitu Singapura dan Kualalumpur. Hingga saat ini tercatat sebanyak sepuluh maskapai penerbangan nasional dan dua maskapai penerbangan asing beroperasi di Bandara Internasional Minangkabau. Bandara Internasional Minangkabau dapat menampung pesawat udara berbadan lebar seperti A 330 atau MD 11 dan kelengkapan fasilitas yang jauh berbeda dengan Bandara Tabing dapat lebih menggairahkan aktifitas penerbangan di bandara ini.

Bandara Internasional Minangkabau merupakan bandara kedua setelah Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng yang pembangunannya benar – benar dari awal. Rencana induk (masterplan) bandara ini akan dibangun dalam tiga fase, fase keduanya akan dimulai pada tahun 2010. bila seluruh fase telah diselesaikan panjang landasan Bandara Internasional Minangkabau akan bertambah hingga 3.600 meter yang dilengkapi dengan parallel taxiway disertai dengan pembangunan fasilitas pendukung lainnya, seperti gedung terminal penumpang. Mengingat kondisi saat ini, jumlah penumpang yang sudah mencapai 1,3 juta pertahun, sudah dua kali lipat lebih dari yang direncanakan dulu, yang menargetkan 622.000 penumpang pertahun untuk dapat dipenuhi pada tahun 2010. Bandara Internasional Minangkabau harus secepatnya dikembangkan agar dapat menampung peningkatan jumlah penumpang dan barang dimasa yang akan datang, sehingga kenyamanan dan kepuasan pengguna jasa dapat tercapai.



Bersamaan dengan pembangunan bandara, Pemerintah daerah membangun sebuah jembatan layang (fly over) di perempatan jalan masuk ke bandara, yang sampai saat ini belum selesai pengerjaannya, serta pelebaran ruas jalan Tabing – Duku sepanjang 10 km yang terletak pada ruas jalan Padang – Bukit Tinggi. Dengan status jalan Nasional ini, merupakan bagian dari upaya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang bertujuan disamping untuk meningkatkan kapasitas pelayanan mobilitas penumpang dan barang, juga dalam rangka menunjang Bandara Internasional Minangkabau. PT. (Persero) Kereta Api juga berencana membuka akses kereta api masuk ke Bandara Internasional Minangkabau dengan menambah rel baru sepanjang 4 km masuk ke bandara ini. nantinya dengan dukungan prasarana yang memadai, Bandara Internasional Minangkabau mudah dicapai dengan bermacam moda transportasi. Untuk public transportation saat ini baru tersedia bus dan taksi yang melayani rute Bandara Internasional Minangkabau – Kota Padang dan kota – kota lain di Sumatera Barat.

Bandara Internasional Minangkabau membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat, yang sekaligus merupakan tantangan baru yang harus dihadapi. Dalam konsep ekonomi pembangunan, prasarana publik harus lebih dulu dipersiapkan. Karena nantinya prasarana pendukung lainnya akan terstimulator dengan sendirinya. Sumatera barat memiliki keunggulan dari segi alam dan Budayanya serta pendidikan yang tinggi, menjadi suatu prospek yang bagus untuk mengembangkan perekonomian Sumatera barat. Terlebih lagi dari segi pariwisata Sumatera Barat yang memang cukup potensial untuk menumbuh kembangkan daerah.

Lah Jatuah, Diimpok Baban Pulo


Dunsanak-dunsanak awak nan manjadi korban banjir di Pasisia dan di Pasaman Barat kini iduiknyo sabana susah di ateh susah. Bak kecek pepatah urang tuo-tuo saisuak juo, lah jatuah diimpok dek baban barek pulo.
Dari barita koran ‘Singgalang’ dikatahui dek urang-urang di lapau Uwo Pulin baraso korban banjir di pasisia kini kakurangan bareh. Ijankan di rumah-rumah atau di kadai, di gudang pun indak ado lai bareh.
Di Pasaman Barat, kini korban-korban banjir lah mulai pulo kanai sakik paruik. Dalam istilah kasehatannyo, kanai diare.
“Iko iyo lah sabana jatuah diimpok janjang nampaknyo mah,” kato Udin Kuriak.
“Kini indak banyak rumah nan pakai janjang lai doh Din. Kurang pas istilah tu untuak zaman kini mah,” sorak Mak Pono.
“Apo nan pas manuruik Mamak?” Tanyo Udin.
“Lah jatuah diimpok dek baban barek. Baban barek ko pakai singguluang batu pulo. Cubo bayangkan barek dan sakiknyo dek Udin. sumah abih, haratao tandeh, nan ka dimakan indak ado pulo,” jawek Mak Pono.
“Tunggu Mak. Den bayangan nta lu!” Potong Kari Garejoh.
“Iko indak untuak garah doh. Harusnyo awak marasoan baa parasaan dunsanak awak di kampuang Uncu Labai kini. Rumah, sawah sarato tampek usao lah anyuik dek banjir. Dalam kondisi bantuak itu indak pulo ado bareh untuak ditanak. Kiro-kiro apo nan ka dimakan dek masyarakaik? Bayangkanlah baa anak-anak indak lalok di rumah dan indak pulo ado nasi. Jujur se, den iyo ndak talok mambayangkannyo doh,” kecek Udin.
“Batua mah Din. Kapatang Uncu sempat ma-es-em-es den. Keceknyo kalau ado kawan-kawan nan nio mambantu, rancak makanan dikirim ka situ. Salain itu salimuik jo ubek-ubek,” kecek Uwo Pulin pulo indak katinggalan basuaro.
“Saandainyo ado bareh, dima ka batanak? Rumah tu bana nan indak ado. Lah anyuik. Kok ado bana tenda, baa maiduik-an api? Nagari tu taganang dan hujan indak baranti turun. Kabanyo kayu api ndak lo ado,” Angah Piyan lah sato pulo mangecek.
“Baitu juo dunsanak awak di Pasaman Barat, Ngah. Rumah tarandam, sakik paruik tibo pulo. Ijankan untuak baubek, untuak nan ka dimakan se indak ado,” kato Udin baliak.
“Samo badoa se awak, mudah-mudahan nagari tu capek bangkik dan indak ado lai musibah. Ciek lai awak harus tabah dan saba. Karano Allah indak ka manimpokan musibah ka suatu kaum, kalau kaum itu indak sanggup manarimonyo. Satiok musibah pasti ado hikmahnyo,” kecek Malin Kacindin. (eSPe St.Soeleman)

Minggu, 06 November 2011

Enam Belas Tokoh Sastra Sunda yang Berpengaruh


SEJAUH dapat dilacak, buku atau penelitian tentang tokoh sastra Sunda yang telah diusahakan masih bisa dihitung jari. Sekadar contoh, penelitian Tini Kartini dkk. yang berjudul Biografi dan Karya Sastrawan Sunda Masa 1945-1965 (1978), Yuhana dengan Sastrawan Sunda (1979), Daéng Kanduruan Ardiwinata, Sastrawan Sunda (1979), dan Biografi dan Karya Pujangga Haji Hasan Mustapa (1985). Juga Ajip Rosidi dengan Haji Hasan Mustapa jeung Karya-karyana (1989). Adapun yang paling mutakhir adalah Ensiklopedi Sunda (2000) dan Apa Siapa Orang Sunda (2003) yang keduanya karya Ajip Rosidi dkk.

Dari dokumen yang sedikit itulah, untuk sementara dapat dibentangkan kiprah beberapa tokoh sastra Sunda. Menurut pengamatan saya, sedikitnya ada 16 tokoh yang berpengaruh dalam sastra Sunda yang mewakili zaman dan genre karya yang dihasilkannya. Adapun pemilihan dan penempatan urutan tokoh diniati hanya mengenalkan saja, tidak untuk menilai, apalagi mengesampingkan tokoh lain. Pertimbangannya pun didasarkan pada popularitas dan dominasi hasil karya yang besar pengaruhnya dalam jagat sastra Sunda.

Tokoh pertama dan kedua adalah P. H. H. Mustapa (1852-1930) dan Muh. Musa (1822-1886). Keduanya tokoh sastra Sunda terbesar pada zaman kolonial yang banyak menulis dangding dan wawacan. Sekitar tahun 1900-an, misalnya, P.H.H. Mustapa sempat menulis lebih dari 10.000 bait dangding yang kualitas literernya dianggap bermutu tinggi. Selain itu ia pun banyak menulis anekdot dan prosa. Namun kebesarannya baru disebut-sebut pada tahun 1950-an oleh Ajip Rosidi, yang selanjutnya memicu para peneliti untuk mendalaminya. Tahun 1965 P. H. H. Mustapa mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Barat dan pada tahun 1977 Presiden RI memberikan Anugerah Seni kepadanya sebagai sastrawan daerah Sunda.

Sedangkan Muh. Musa (1822-1886) adalah pelopor sastrawan Sunda pada paruh kedua abad 19. Karya-karyanya dalam bentuk wawacan (11 judul) dan prosa (33 judul), baik asli maupun terjemahan, banyak diterbitkan pemerintah kolonial pada waktu itu. Wawacan “Panji Wulung”, merupakan salah satu karyanya yang cukup populer di masyarakat Sunda. Berkat jasa dan hubungannya yang baik dengan pemerintah kolonial, Muh. Musa sempat memperoleh medali emas. Muh. Musa pun banyak mengusahakan buku bacaan berbahasa Sunda. Menurut catatan Moriyama (2005), Muh. Musa sedikitnya menerbitkan 14 judul buku yang dicetak pada zaman pemerintah kolonial.

Tokoh ketiga dan keempat adalah D.K. Ardiwinata (1866-1947) dan Yuhana. Keduanya tokoh sastra Sunda pada zaman Balai Pustaka yang banyak menulis novel. Baruang ka nu Ngarora (1914) adalah novel pertama berbahasa Sunda yang ditulis oleh D.K. Ardiwinata. Selain itu ia pun menulis dongeng dan banyak menyadur karya-karya pengarang dunia.

Pemikirannya yang terpenting adalah bahwa orang Sunda harus banyak menulis prosa ketimbang puisi (dangding) yang sering kali merusak bahasa karena hendak memenuhi aturan pupuh. Adapun Yuhana (nama aslinya Achmad Bassach) adalah pengarang novel Sunda yang karya-karyanya setia diterbitkan oleh penerbit swasta. Tidak tercatat satu pun novelnya yang diterbitkan Balai Pustaka. Novel populernya yang pertama adalah Carios Eulis Acih (1923). Novel tersebut menuai sukses besar pada waktu itu dan sempat dibuat film. Setelah itu keluar novelnya yang lain, seperti Neng Yaya (1923), Agan Permas (1926), dan yang paling terkenal Rasiah nu Goréng Patut (1928) atau lebih dikenal dengan Karnadi Anémer Bangkong karena tokoh utamanya bernama Karnadi.

Novel ini dikarang bersama dengan Sukria serta pernah dibuat film. Hal yang membuat Yuhana dapat digolongkan sebagai pembaru sastra Sunda karena karya-karyanya dapat hidup di luar bayang-bayang Balai Pustaka. Meski berbeda gaya dalam berkarya, keduanya berpengaruh dalam sastra Sunda, terutama dalam penulisan novel.


Tini Kartini
Tokoh kelima dan keenam adalah GS dan Tini Kartini (lahir 1933-sekarang). Menurut M.A. Salmun, GS bernama lengkap G. Sastradiredja. Namun menurut R. Éro Bratakusumah, GS bernama lengkap G. Soewandakoesoemah. GS adalah pelopor penulisan cerpen berbahasa Sunda. Dogdog Pangréwong (1930) adalah kumpulan cerpennya yang pertama dalam bahasa Sunda dan merupakan kumpulan cerpen yang pertama terbit di Indonesia. Isinya delapan cerpen bernada humor yang dialog antartokohnya terasa hidup.

Selain menulis cerpen, GS pun menulis karangan lepas dalam majalah Parahiangan. Adapun Tini Kartini dapat disebutkan sebagai pengarang wanita cukup kuat dalam cerpen Sunda. Kumpulan cerpennya yang pertama terbit ialah Jurig!, Paméran, dan Nyi Karsih. Selain itu Tini Kartini banyak melakukan penelitian tentang sastra dan sastrawan Sunda. Meskipun keduanya berbeda zaman, namun dalam hal kepengarangannya, baik GS maupun Tini Kartini termasuk tokoh berpengaruh dalam sastra Sunda, terutama dalam penulisan cerpen.

Tokoh ketujuh dan kedelapan adalah Kis Ws (1922-1995) dan Sayudi (1932-2000). Keduanya pelopor dan pembaru dalam penulisan sajak Sunda. Kis Ws adalah orang Sunda pertama yang menulis sajak Sunda sekitar tahun 1950-an. Sempat terjadi polemik ketika sajaknya untuk pertama kali dimuat dalam Sk. Sipatahunan, karena pada waktu itu orang Sunda lebih mengenal dangding. Selain menulis sajak, Kis Ws pun banyak menulis cerpen dan esai. Adapun Sayudi banyak disebut sebagai penulis sajak epik pertama dalam sastra Sunda. Lalaki di Tegal Pati (1962) merupakan buku kumpulan sajak karya Sayudi dan pertama dalam sastra Sunda. Setelah itu Sayudi mengeluarkan kumpulan sajaknya yang kedua berjudul Madraji (1983). Banyak ahli menyebutkan bahwa Madraji merupakan carita pantun modern, karena bentuknya seperti paduan antara sajak dan carita pantun. Kis Ws dan Sayudi merupakan tokoh berpengaruh dalam sastra Sunda, terutama dalam penulisan sajak.


RAF
Tokoh kesembilan dan kesepuluh adalah RAF (1929-2008) dan R.H. Hidayat Suryalaga (1941-sekarang). Keduanya sastrawan yang banyak menulis naskah drama, atau setidaknya mempunyai perhatian yang luas terhadap dunia teater. RAF (Haji Rahmatullah Ading Affandie) disebut-sebut sebagai pelopor dalam drama Sunda modern. Lewat jasa-jasanya kita pernah melihat gending karesmen dan drama berbahasa Sunda muncul pertama kalinya di layar kaca TVRI. “Inohong di Bojongrangkong” adalah judul sinetron (?) garapannya yang cukup melegenda dan sangat dipikalandep oleh penonton TVRI pada masanya. Ditayangkan sebulan sekali sampai 110 episode.

R.H. Hidayat Suryalaga banyak menulis naskah gending karesmen, longser, dan drama berbahasa Sunda. Penelitian Agus Suherman (1998) mencatat lebih dari 25 naskah gending karesmen, longser, dan drama yang sudah ditulis R.H. Hidayat Suryalaga. Di antara naskah drama yang paling kuat adalah “Sanghyang Tapak”, “Cempor”, dan “Setatsion Para Arwah”. R.H . Hidayat Suryalaga termasuk tokoh yang memelopori berdirinya Teater Sunda Kiwari (1975) dan berhasil menerjemahkan Alquran ke dalam bentuk pupuh. Keduanya bolehlah disebut tokoh berpengaruh dalam penulisan naskah drama dan gending karesmen.


Ajip rosidi
Tokoh kesebelas dan kedua belas adalah Ajip Rosidi (1938-sekarang) dan Duduh Durahman (1939-sekarang). Keduanya kritikus kuat dalam sastra Sunda. Ajip Rosidi dipandang sebagai tokoh kritis, frontal, dan pemberani dalam berpolemik. Banyak esai kritik yang telah ditulisnya, di antaranya dikumpulkan dalam buku Dur Panjak! (1967), Dengkleung Déngdék (1985), Hurip Waras! (1988), dan Trang-trang Koléntrang (1999). Selain itu Ajip Rosidi pun banyak berkiprah dalam dunia penerbitan. Namun pekerjaan raksasanya dalam dunia sastra Sunda antara lain penelitian tentang folklor dan pantun Sunda, penyusunan Ensiklopedi Sunda, pemrakarsa Konferensi Internasional Budaya Sunda I, dan sejak tahun 1989 secara rutin memberikan Hadiah Rancagé untuk sastrawan berbahasa Sunda.

Adapun Duduh Durahman, banyak menulis kritik terhadap sastra Sunda. Karya kritiknya telah dikumpulkan dalam Catetan Prosa Sunda (1984) dan Sastra Sunda Sausap Saulas (1991). Selain itu Duduh Durahman pun banyak menulis cerpen dan setia mengasuh rubrik sastra di majalah Manglé. Duduh Durahman pun dikenal sebagai aktor dan kritikus film. Maka meskipun tidak sejajar dalam produktivitas berkarya dan aktivitas kegiatan, keduanya tokoh berpengaruh terutama dalam penulisan kritik sastra.


Wahyu Wibisana
Tokoh ketigabelas dan keempatbelas adalah Wahyu Wibisana (1935-sekarang) dan Yus Rusyana (1938-sekarang). Keduanya praktisi sekaligus akademisi sastra Sunda yang banyak menulis sajak, prosa, maupun drama dalam bahasa Sunda. Sebagai akademisi, keduanya memang seorang pendidik dan peneliti. Wahyu Wibisana, misalnya, pernah menjadi guru SD dan dosen tamu di IKIP Bandung. Selain itu Wahyu pun banyak melakukan penelitian dalam bidang sastra Sunda, menyusun kurikulum mata pelajaran bahasa dan sastra Sunda, menulis buku pelajaran sastra Sunda, dan menulis berbagai makalah tentang sastra Sunda yang disampaikan dalam forum pendidikan.


Yus Rusyana
Yus Rusyana adalah guru besar bahasa dan sastra Indonesia dan Sunda pada Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Banyak melakukan penelitian, menulis buku pelajaran sastra Sunda, dan menyampaikan prasaran dalam forum ilmiah. Beliaulah sastrawan Sunda yang pertama mendapat hadiah Rancagé lewat karyanya Jajatén Ninggang Papastén (1989). Selain sebagai sastrawan, keduanya dapat ditempatkan sebagai tokoh akademisi dalam sastra Sunda.

Tokoh kelimabelas dan keenambelas adalah Godi Suwarna (1956-sekarang) dan Etty R.S. (1958-sekarang). Keduanya pengarang sajak Sunda yang sangat potensial. Godi Suwarna pernah menggemparkan jagat Sunda berkat sajak-sajaknya yang dekonsturktif. Kata-kata dalam sajak-sajak Godi punya idiom bahasa Sunda yang khas. Idiom tersebut merupakan paduan antara bahasa Sunda lulugu, dialek, dan populer. Selain piawai menulis, Godi juga sangat terampil membaca sajak.

Adapun Etty R.S. merupakan pengarang wanita dalam sajak Sunda yang kuat dalam memilih diksi. Sajak-sajaknya realistis dan sedikit arkhais. Banyak yang menyatakan bahwa Etty pelopor pengarang wanita dalam menulis sajak Sunda kontemporer. Baik Godi maupun Etty R.S., keduanya merupakan pelopor dalam penulisan sajak Sunda kontemporer. Di tangan Godi dan Etty, sajak Sunda dapat disukai oleh remaja dan anak-anak sekolah. Terbukti dalam setiap perlombaan deklamasi sajak Sunda antarpelajar, sajak Godi dan Etty selalu menjadi sajak wajib untuk dideklamasikan.


Etty RS
Itulah 16 tokoh berpengaruh dalam sastra Sunda. Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya sempat mendapat hadiah Rancagé, Yus Rusyana untuk karya (1989) dan jasa (2000), RAF untuk karya (1991) dan jasa (1998), Godi Suwarna untuk karya (1993, 1996, 2008), Kis Ws untuk jasa (1993), Sayudi untuk jasa (1994), Etty RS untuk karya (1995), Wahyu Wibisana untuk jasa (1997), Duduh Durahman untuk jasa (1999), dan Tini Kartini untuk jasa (2003).

Sebenarnya masih banyak tokoh sastra Sunda lainnya yang berpengaruh. Sebutlah, antara lain R. Méméd Sastrahadiprawira, Moh. Ambri, Ki Umbara, Sjarif Amin, Muh. Rustandi Kartakusuma, Abdullah Mustapa, Yoseph Iskandar, H. Rusman Sutiasumarga, Dedy Windyagiri, Holisoh MÉ, dan Tatang Sumarsono. Dengan demikian, maka apa yang dapat dilakukan? Kiranya harus ada tulisan tentang 100 tokoh berpengaruh dalam sastra Sunda. ***

* Deni Hadiansah, Mahasiswa S-2 Kajian Sastra Kontemporer Unpad Bandung, pengasuh acara “Ngamumulé Basa Sunda” di RRI Bandung, aktif di Yayasan Atikan Sunda (YAS) Bandung.

Sumber: Khazanah, Pikiran Rakyat, Bandung

Hal yang membatalkan ke Islaman



Saudaraku seagama!. Ketahuilah, bahwa ada beberapa hal yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Dan yang paling banyak terjadi ada sepuluh macam yang wajib dihindari. Hal-hal tersebut ialah:

PERTAMA : Mempersekutukan Allah (Syirk) dalam ibadah. Allah berfirman: Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah niscaya Allah akan mengharamkan sorga baginya, dan tempat tinggalnya (kelak) adalah neraka; dan tiada seorang penolongpun bagi orang-orang yang zhalim.

Dan diantara perbuatan syirik tersebut ialah meminta do’a dan pertolongan kepada orang-orang yang telah mati, begitu pula bernadzar dan menyembelih kurban demi mereka

KEDUA: Menjadikan sesuatu sebagai perantara antara dirinya dengan Allah dengan meminta do’a dan syafa’at serta berserah diri (tawakkal) kepada perantara itu. Yang melakukan hal tersebut, menurut kesepakalan Ulama’ (Ijma’), adalah kafir.

KETIGA: Tidak mengkafirkan orang musyrik, atau ragu akan kekafiran mereka, ataupun membenarkan faham (madzhab) mereka, dengan demikian ia telah kafir.

KEEMPAT: Berkeyakinan bahwa selain tuntunan Nabi Muhammad saw. itu lebih sempurna, atau berkeyakinan bahwa selain ketentuan hukum beliau itu lebih baik, sebagaimana mereka yang mengutamakan aturan-aturan manusia yang melampaui batas lagi menyimpang dari hukum Allah (aturan-aturan Taghut), dan mengenyampingkan hukum Rasulullah saw. Maka yang berkeyakinan seperti ini adalah kafir. Sebagai contoh:

Berkeyakinan bahwa aturan-aturan dan perundang-undangan yang diciptakan manusia lebih utama dari pada Syari’at lslam, atau berkeyakinan bahwa aturan lslam tidak tepat untuk diterapkan pada abad kedua puluh ini, atau berkeyakinan bahwa lslam adalah sebab kemunduran kaum Muslimin, atau berkeyakinan bahwa lslam itu terbatas dalam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya saja, tidak mengatur urusan segi kehidupan lain.

Berpendapat bahwa melaksanakan hukum Allah dalam memotong tangan pencuri, atau merajam pelaku zina yang telah kawin (muhsan), tidak sesuai lagi masa kini.

Berkeyakinan dengan dibolehkannya menggunakan selain hukum Allah dalam segi mu’amalat Syar’iah (seperti: perdagangan, sewa menyewa, pinjam meminjam dlsb.), atau dalam menentukan Hukum Pidana, atau lainnya, sekalipun tidak disertai dengan keyakinan bahwa hukum-hukum tersebut lebih ulama dari pada Syari’at lslam. Karena dengan demikian ia telah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, menurut kesepakatan Ulama’ (Ijma’). Sedangkan setiap orang yang menghalalkan apa yang sudah jelas dan tegas diharamkan oleh AlIah dalam Agama, seperti: zina, arak, riba dan penggunaan perundang-undangan selain syari’at Allah, maka ia adalah kafir menurut kesepakatan ummat Islam (Ijma’).

KELIMA: Membenci sesuatu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw sebagai Syari’at beliau, walaupun ia mengamalkannya, maka ia menjadi kafir, karena Allah telah berfirman: Demikian itu adalah dikarenakan mereka benci terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, maka Allah menghapuskan (pahala) segala amal perbuatan mereka.

KEENAM: Memperolok-olok terhadap sesuatu dari ajaran, Rasulullah saw., ataupun terhadap pahala maupun siksaan yang telah menjadi ketetapan Agama, maka ia menjadi kafir, karena Allah telah berfirman: Katakanlah (wahai Muhammad), terhadap AlIahkah dan ayat-ayatNya serta RasulNya kau sekalian memperolok-olok? tiada arti kau meminta ma’af, karena kau kafir setelah beriman.

KETUJUH: Sihir, diantaranya ialah ilmu guna-guna (sarf) yaitu merobah kecintaan seorang suami terhadap isterinya menjadi suatu kebencian; begitu juga ilmu pekasih, yaitu menjadikan seseorang mencintai sesuatu yang tak disenanginya dengan cara-cara syetani. Maka barang siapa yang mengerjakan sihir atau senang dan rela dengannya mak ia adalah kafir, karena Allah berfirman: Sedang kedua malaikat itu tidak mengajarkan (suatu sihir) kepada seorangpun sebelum mengatakan, sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kafir.

KEDELAPAN: Membantu dan menolng orang-orang musyrik untuk memusuhi kaum Muslimin, karena Allah berfirman: Dan barang siapa diantara kamu mengambil mereka (Yahudi dan Nasrani) menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.

KESEMBILAN: Berkeyakinan bahwa sebagian manusia diperbolehkan tidak mengikuti Syari’at Muhammad saw., maka yang berkeyakinan seperti ini adalah kafir. Karena Allah berfirman: Barang siapa menghendaki selain lslam sebagai agama, maka tak akan dtterima agama itu daripadanya, dan ia di akhirat tergolong orang-orang yang merugi.

KESEPULUH: Berpalirng secara keseluruhan dari agama AIlah, atau dari hal-hal yang menjadi syarat mutlak sebagai muslim, tanpa mempelajarinya dan tanpa melaksanakan ajarannya. Karena Allah berfirman: Tiada yang lebih zhalim daripada orang yang telah mendapatkan peringatan melalui ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya, Sesungguhnya Kami akan menimpakan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.

Allah berfirman: Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.

Dalam hal-hal yang membatalkan keislaman ini, tak ada bedanya dalam hukum, antara yang main-main dan yang sungguh-sungguh bersengaja melanggar atau pun yang karena takut terkecuali yang dipaksa. Semoga Allah melindungi kita dari hal-hal yang mendatangkan kemurkaanNya dan kepedihan siksa-Nya. Amin...

Memahami Makna Idul Adha


Bulan ini merupakan bulan bersejarah bagi umat Islam. Pasalnya, di bulan ini kaum muslimin dari berbagai belahan dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji adalah ritual ibadah yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Dengannya, Islam tampak sebagai agama yang tidak mengenal status sosial. Kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji.
Selain ibadah haji, pada bulan ini umat Islam merayakan hari raya Idul Adha. Lantunan takbir diiringi tabuhan bedug menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung, tidak ada yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam.
Pada hari itu, kaum muslimin selain dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.
Peristiwa ini memberikan kesan yang mendalam bagi kita. Betapa tidak. Nabi Ibrahim yang telah menunggu kehadiran buah hati selama bertahun-tahun ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya sendiri. Nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati dengan konsekuensi tidak mengindahkan perintahNya. Sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena didasari ketakwaan yang kuat, perintah Tuhanpun dilaksanakan. Dan pada akhirnya, Nabi Ismail tidak jadi disembelih dengan digantikan seekor domba. Legenda mengharukan ini diabadikan dalam al Quran surat al Shaffat ayat 102-109.
Kisah tersebut merupakan potret puncak kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Nabi Ibrahim mencintai Allah melebihi segalanya, termasuk darah dagingnya sendiri. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putra kesayangannya tidak menghalangi ketaatan kepada Tuhan. Model ketakwaan Nabi Ibrahim ini patut untuk kita teladani.
Dari berbagai media, kita bisa melihat betapa budaya korupsi masih merajalela. Demi menumpuk kekayaan rela menanggalkan ”baju” ketakwaan. Ambisi untuk meraih jabatan telah memaksa untuk rela menjebol ”benteng-benteng” agama. Dewasa ini, tata kehidupan telah banyak yang menyimpang dari nilai-nilai ketuhanan. Dengan semangat Idul Adha, mari kita teladani sosok Nabi Ibrahim. Berusaha memaksimalkan rasa patuh dan taat terhadap ajaran agama.
Di samping itu, ada pelajaran berharga lain yang bisa dipetik dari kisah tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa perintah menyembelih Nabi Ismail ini pada akhirnya digantikan seekor domba. Pesan tersirat dari adegan ini adalah ajaran Islam yang begitu menghargai betapa pentingnya nyawa manusia.
Hal ini senada dengan apa yang digaungkan Imam Syatibi dalam magnum opusnya al Muwafaqot. Menurut Syatibi, satu diantara nilai universal Islam (maqoshid al syari’ah) adalah agama menjaga hak hidup (hifdzu al nafs). Begitu pula dalam ranah fikih, agama mensyari’atkan qishosh, larangan pembunuhan dll. Hal ini mempertegas bahwa Islam benar-benar melindungi hak hidup manusia. (hlm.220 )
Nabi Ismail rela mengorbankan dirinya tak lain hanyalah demi mentaati perintahNya. Berbeda dengan para teroris dan pelaku bom bunuh diri. Apakah pengorbanan yang mereka lakukan benar-benar memenuhi perintah Tuhan demi kejayaan Islam atau justru sebaliknya?.
Para teroris dan pelaku bom bunuh diri jelas tidak sesuai dengan nilai universal Islam. Islam menjaga hak untuk hidup, sementara mereka—dengan aksi bom bunuh diri— justru mencelakakan dirinya sendiri. Di samping itu, mereka juga membunuh rakyat sipil tak bersalah, banyak korban tak berdosa berjatuhan. Lebih parah lagi, mereka bukan membuat Islam berwibawa di mata dunia, melainkan menjadikan Islam sebagai agama yang menakutkan, agama pedang dan sarang kekerasan. Akibat aksi nekat mereka ini justru menjadikan Islam laksana ”raksasa” kanibal yang haus darah manusia.
Imam Ghazali dalam Ihya ’Ulumuddin pernah menjelaskan tentang tata cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Menurutnya, tindakan dalam bentuk aksi pengrusakan, penghancuran tempat kemaksiatan adalah wewenang negara atau badan yang mendapatkan legalitas negara. Tindakan yang dilakukan Islam garis keras dalam hal ini jelas tidak prosedural. (vol.2 hlm.311)
Sudah semestinya dalam melakukan amar makruf nahi munkar tidak sampai menimbulkan kemunkaran yang lebih besar. Bukankah tindakan para teroris dan pelaku bom bunuh diri ini justru merugikan terhadap Islam itu sendiri ?. Merusak citra Islam yang semestinya mengajarkan kedamaian dan rahmatan lil ’alamin. Ajaran Islam yang bersifat humanis, memahami pluralitas dan menghargai kemajemukan semakin tak bermakna.
Semoga dengan peristiwa eksekusi mati Amrozi cs, mati pula radikalisme Islam, terkubur pula Islam yang berwajah seram. Pengorbanan Nabi Ismail yang begitu tulus menjalankan perintahNya jelas berbeda dengan pengorbanan para teroris.
Di hari Idul Adha, bagi umat Islam yang mampu dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban. Pada dasarnya, penyembelihan binatang kurban ini mengandung dua nilai yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Kesalehan ritual berarti dengan berkurban, kita telah melaksanakan perintah Tuhan yang bersifat transedental. Kurban dikatakan sebagai kesalehan sosial karena selain sebagai ritual keagamaan, kurban juga mempunyai dimensi kemanusiaan.
Bentuk solidaritas kemanusiaan ini termanifestasikan secara jelas dalam pembagian daging kurban. Perintah berkurban bagi yang mampu ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang respek terhadap fakir-miskin dan kaum dhu’afa lainnya. Dengan disyari’atkannya kurban, kaum muslimin dilatih untuk mempertebal rasa kemanusiaan, mengasah kepekaan terhadap masalah-masalah sosial, mengajarkan sikap saling menyayangi terhadap sesama.
Meski waktu pelaksanaan penyembelihan kurban dibatasi (10-13 Dzulhijjah), namun jangan dipahami bahwa Islam membatasi solidaritas kemanusiaan. Kita harus mampu menangkap makna esensial dari pesan yang disampaikan teks, bukan memahami teks secara literal. Oleh karenanya, semangat untuk terus ’berkurban’ senantiasa kita langgengkan pasca Idul Adha.
Saat ini kerap kita jumpai, banyak kaum muslimin yang hanya berlomba meningkatkan kualitas kesalehan ritual tanpa diimbangi dengan kesalehan sosial. Banyak umat Islam yang hanya rajin shalat, puasa bahkan mampu ibadah haji berkali-kali, namun tidak peduli dengan masyarakat sekitarnya. Sebuah fenomena yang menyedihkan. Mari kita jadikan Idul Adha sebagai momentum untuk meningkatkan dua kesalehan sekaligus yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Selamat berhari raya !

Selasa, 01 November 2011

Andai saya jadi anggota DPRD


Saya akan berkunjung
Ke semua SMA & SMK
Di daerah pemilihan saya
Saya data masalah & kebutuhannya
Lalu saya perjuangkan di DPRD

Setelah dipenuhi kebutuhannya
Saya akan cek kemanfaatannya
Sambil dialog dengan guru & kepala sekolah
Apa yang bisa dioptimalkan utk cerdaskan warga

Guru & kepala sekolah pasti senang
Mereka akan promosikan nama saya
kepada smua murid & orang tua
Bahwa saya berjasa buat sekolah

Ratusan SLTA berpenghuni jutaan pemilih
Dikalikan tiga dg ayah ibunya
Jadi jumlah suara yang dahsyat
Untuk memilih saya di PEMILU yad
Jadi anggota DPRD lagi

Pada periode brikutnya
Saya tambahkan jumlah sekolah
Lakukan hal yang sama diatas
Sehingga saya punya puluhan juta pemilih
Hantarkan saya ke kursi DPR

Saya luaskan lagi wilayah kunjungan
Lakukan hal yang sama
Nama saya makin melambung
Sebagai tokoh yang peduli pendidikan
dan saya terpilih lagi
jadi anggota DPR periode kedua

Saya selalu muncul di berbagai forum
Sehingga media tak henti publikasi
Hingga presiden meminta saya jadi menteri

Saya tahu pendidikan itu mahal
Saya tak akan minta beberapa pemilih saya
Digratiskan bayaran oleh sekolah
Karena itu merusak citra saya
sebab ribuan guru merekam kinerja saya

Daripada saya disukai segelintir pemilih
Lebih baik saya lakukan strategi di atas
Bermitra & membantu sekolah
Yang muluskan jalan saya
Ke kursi DPRD, DPR, hingga Menteri

“eh … Bangun Kang!!!! … Kamu tertidur” teman saya membangunkan …. Ha ha ha ha ha … Saya bermimpi …. diiringi lagu yg dinyanyikan Ayu Tingting, penyanyi yg jadi beken dari Kota Bogor dekat kota lahirku Kota Sukabumi … Anda tahu judulnya?

Oleh : Kang Dedi D Dwitagama dan Akang PLS

Andai saya walikota "blame it on the rain"


Indonesia adalah negara hutan hujan tropik (tropikal rainforest). Hampir di semua kota di indonesia akan mengalami curah hujan yang tinggi. Sehingga akan banyak permasalahan rutin yang SEHARUSNYA sudah diantisipasi sebelumya oleh para walikota.

Seandainya saya seorang walikota, maka saya akan mengutamakan pemecahan masalah curah hujan tinggi yang bisa mengganggu kepentingan umum seperti infrastruktur dan perekonomian setiap tahunya.

Infrastruktur Jalan
Manusia menjadi sangat mulia ketika bertindak menghilangkan duri/paku atau penghalang apapun yang ada di Jalan. manusia mulia yang mengutamakan kepentingan umum (jalan raya) dibanding kepentingan pribadinya. Saya tak mengizinkan pemblokiran jalan yang dilalui angkot hanya untuk kepentingan pribadi seperti pesta pernikahan.

Lobang Juga Penghalang
Curah hujan tinggi di Indonesia juga membuat Jalan jadi mudah berlubang. Seandainya saya menjadi walikota, maka saya tidak akan menyalahkan hujan seperti lagu "blame it on the rain" milli vanilli yang tertangkap basah melakukan lypsinc.

Andai saya walikota, di saat musim kemarau, saya berusaha mencegah banjir sebelum musim hujan tiba. Saya akan memerintahkan pimpinan dinas PU untuk membuat proyek pembuatan gorong gorong yang lebih besar di pinggir jalan menggantikan got kecil. Lalu menambal semua jalan aspal. Bila daerah tersebut tanahnya lebih rendah maka jalan aspal harus diganti beton.

Saya sebagai walikota yang baik tidak mau melihat ada jalan yang berlubang sampai ke jalan di pelosok kota yang dilalui semua rute delman, ojek, angkot, mobil pribadi, travel plat hitam (belum kuning)bis, dan truk . Karena Lubang adalah penghalang yang, membahayakan pengendara, rawan kecelakaan luka atau mati, membuat jalan macet, menghabiskan/memboroskan BBM. Akibatnya, perekonomian terhambat hanya gara gara jalan berlubang dan banjir. Saya tak ingin meniru kekurangan walikota x, yang membiarkan atau setengah setengah dalam menangani masalah jalan. Malah sibuk menghias pemisah jalan hanya di sekitar kantor walikota saja.

Andai saya walikota, saya akan memerintahkan penegakan hukum dengan adil, pembenahan sektor pendidikan dan penempatan pejabat sesuai dengan keahliannya tanpa unsur KKN untuk itu kepala BKD harus orang yang sangat JUJUR. Serta menciptakan program pendidikan yang berorientasi pada ketrampilan dan wirausaha.
Akang Kasepak Kuda, Kuala Alam, Kota Bengkulu (01-11-2011).