Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Jumat, 22 Oktober 2010

Balada Mesin Ketik


etika sekarang kita bisa menggunakan iPad dan mengetik di atas permukaan touch screen, itu hanyalah perkembangan mutakhir dari tawaran teknologi pemrosesan kata. Tentulah zaman yang semakin maju membawa perubahan-perubahan dalam bagaimana kita melakukan berbagai kegiatan, termasuk dalam cara menuliskan teks. Ke depan, pasti akan ada temuan baru lainnya yang lebih baik.

Namun, belum begitu lama lalu, mesin ketik merupakan alat yang paling populer digunakan. Sejak penggunaan komersil pertamanya di tahun 1870, mesin ketika bertahan lebih dari seratus tahun dalam dunia penulisan teks. Paling tidak sampai akhir 1980an atau awal 1990an, barulah mesin ketik mulai diambil alih oleh word processor komputer. Itu pun, tentunya, di negara-negara maju saja terlebih dahulu. Sedangkan di negara-negara berkembang, keberadaannya masih tetap dominan sampai beberapa tahun kemudian.

Ketika merapikan berbagai koleksi buku dan perlengkapan lainnya, saya pun menemukan kembali mesin ketik yang dulu selalu saya gunakan di masa-masa kuliah. Sekitar dua dekade lalu. Warnanya sudah menguning sekarang, tetapi masih tetap kelihatan solid. Bermerek Brother (Deluxe 850TR), mesin ketik saya itu semula berwarna putih, dengan dasar hitam. Hanya tuts Tab saja yang berwarna merah. Saya memang tidak memiliki pita (ribbon) baru yang bisa dipakai, namun mesin ketik saya itu jelas masih bagus dan bisa dipakai.

Walaupun sudah tidak pernah memakai, namun saya masih selalu menyimpannya. Lebih karena aspek sentimental daripada kegunaan. Mesin ketik ini adalah yang kedua, karena yang pertama telah rusak ketika masih mahasiswa dulu. Nilai sentimentalnya bagi saya sangat terkait dengan fakta bahwa mesin ketik Brother saya itu sangat akrab dengan berbagai karya tulis yang dulu saya hasilkan. Termasuk tentunya, skripsi setebal hampir 500 halaman tentang rezim otoriter Brazil dan proses transisi demokrasi yang terjadi. Berbagai artikel, cerpen, puisi yang saya tulis, baik yang kemudian dimuat di beberapa media massa nasional maupun daerah, atau pun yang masih tertinggal di laci arsip dan belum tersentuh lagi sampai saat ini.

Sekarang sudah pasti bahwa sebagian besar orang sudah lebih lengket dengan word processor komputer. Kendati demikian, hal itu ternyata tidak berarti bahwa mesin ketik sudah tidak lagi dipakai. Komputer tidak dengan serta merta menggantikan begitu saja mesin ketik. Sampai sekarang pun, masih ada banyak orang yang tetap bertahan menggunakan mesin ketik. Mereka bukan saja sekedar orang yang gagap teknologi atau enggan belajar menggunakan komputer. Bahkan, mereka itu juga termasuk para penulis, pengarang, wartawan dan sebagainya, yang bergelut dalam dunia tulis menulis.

Merek mesin ketik yang dulu berkembang juga cukup banyak. Yang unggul seperti Royal, Remington, Brothers, IBM dan beberapa nama besar lainnya. George Orwell menggunakan mesin ketik Remington, misalnya, sedangkan Hemingway memakai Royal; dan John Steinback, Hermes Baby. Memang mereka generasi pengarang yang lebih awal sehingga tidak sempat bermasa kreatif di era komputer yang lebih belakangan.

Namun, pengarang-pengarang terkenal yang hidup sampai sekarang pun ternyata masih juga ada yang bertahan. Frederick Forsyth yang membuahkan banyak karya besar, termasuk Days of the Jackal, bersikeras menggunakan mesin ketik dan tidak mau beralih ke komputer. Seperti dikutip, ketika ditanya bagaimana dia menulis, ia hanya menjawab ringan: “Dengan mesin ketik”.

Menurut Forsyth yang menggunakan mesin ketik sejak zaman tahun 1960an, mesin ketik itu”…tidak memerlukan listrik, tidak memerlukan baterai, tidak perlu dicas ulang. Pitanya bergerak dari satu sisi ke sisi lain sampai tintanya habis.” Ia juga menegasakan bahwa dengan mesin ketik tidak akan ada kejadian salah tekan tombol sehingga tiba-tiba tujuh bab novel yang ditulis tak sengaja terkirim ke internet. Sambil bercana, ia pun mengatakan bahwa “Mesin ketik juga sangat aman karena tentu tidak bisa di-hack oleh siapa pun.”

Juga disebut-sebut nama-nama lain seperti Don DeLillo yang karya besarnyaUnderwood; Will Woodard Self yang menulis Tough Boys. Beberapa wartawan senior pun disebut masih bertahan menulis dengan mesin ketik. Menurut perusahaan mesin ketik besar milik Jepang, Brother, produk mesin ketik elektronik mereka terjual sebanyak 12 ribu buah tahun 2008 lalu di pasar Inggris. Betul, bahwa Inggris sampai saat ini merupakan pasar terbesar di dunia untuk mesin ketik dengan daya serap yang jauh lebih besar di banding negara-negara lainnya. Pertanyaannya sekarang, mengapa?

Mengapa masih menggunakan mesin ketik, ketika komputer tersedia dan dapat sangat membantu? Dari beberapa pengakuan pengarang yang menggunakan, mesin ketik itu membuat konsentrasi lebih utuh dan bebas dari berbagai pengganggu (distractions). Komputer yang di Barat sangat biasa terkoneksi langsung dengan internet justru dianggap memiliki banyak sekali faktor pengganggu. Ketika sedang menulis, penulis mudah terbawa gangguan seperti mengecek email, membaca berita, memeriksa update social networks dan lain sebagainya. Padahal, bagi seorang penulis konsentrasi penuh merupakan faktor yang sangat penting dalam berkarya.

Ada juga yang mengatakan bahwa menulis dengan mesin ketik membuat otak kita bekerja lebih fokus dan lebih efektif. Komputer, karena kemudahan yang ditawarkannya, membuat penulis cenderung asyik mengoreksi dan merevisi tulisan, menghapus (delete) sana sini, belum lagi kalau tulisan yang dikerjakan tiba-tiba hilang karena komputer hang atau salah teken tombol. Seorang wartawan mengatakan bahwa menulis dengan mesin ketik memaksa diri kita untuk menghasilkan tulisan satu kali dan final, sehingga proses berfikir dalam menuangkan tulisan lebih jernih.

Tentu ada banyak sebab lain yang bisa disebutkan tentang mengapa mesin ketik memiliki keunggulan tersendiri. Beberapa penulis di era sekarang pun, sekali pun menggunakan mesin ketik, juga tetap menggunakan komputer untuk kepentingan-kepentingan lain. Kelemahan mesin ketik tentunya bahwa teks yang ditulis apabila ingin direvisi atau diproduksi ulang akan menjadi lebih sulit dilakukan. Sebagian besar kita pun sekarang lebih senang menerima kemungkinan untuk menuangkan sesuatu di atas layar komputer dan kembali memperbaiki dan memolesnya kemudian dengan lebih mudah.

Saya ingat ketika dulu menggunakan mesin ketik di tengah malam sampai pagi, sementara inspirasi sengan kuat-kuatnya. Tak tik tak tik tak tik, suaranya yang terdengar memenuhi kesunyian malam. Sebagai mahasiswa yang tinggal mengontrak di rumah petak, suara mesin ketik saya tak henti-henti itu barangkali terdengar seperti suara mitalyur yang juga membuat tetangga tidak nyaman. Terpaksa saya menaruh mesin ketik di atas handuk atau lembaran selimut agar suaranya lebih teredam, ketika mengetik di tengah malam.

Bengkulu,22 Oktober 2010 sumber : kompas

Tidak ada komentar: