Tokoh-tokoh Minang sukses tampil mengagumkan di pentas nasional dan internasional tak terlepas dari kebudayaannya. Salah satu ungkapan adat menyebutkan tinggi dek dianjuang, gadang dek diamba. Artinya, tidak ada orang yang yang gadang atau besar dan tinggi karena dirinya sendiri. Dalam konsep alam pikiran Minangkabau seseorang menjadi tinggi karena ditinggikan, besar karena dibesarkan oleh masyarakat.
Ketua Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, Sayuti Datuak Rajo Pangulu, mengatakak an hal itu pada Syukuran atas Penganugerahaan Bintang Mahaputera Adipradana oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono kepada Irman Gusman Datuak Rajo Nan Labiah, Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI, Senin ( 6/9) malam di Padang.
Irman Gusman Datuak Rajo Nan Labiah sama dengan tokoh-tokoh Minang terdahulu seperti Muhammad Yamin, Agus Salim, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Mu hammad Hatta, dan banyak nama lainnya, yang pemikiran dan kiprahnya tak diragukan untuk bangsa dan negara. Salah satu buktinya, Irman Gusman adalah tokoh Minang kedua yang meraih penghargan Bintang Mahaputera Adipradana, katanya.
Acara syukuran dihadiri sekitar empat ratus tokoh Minang dari berbagai kalangan, baik ulama, cendekiawan, budayawan, seniman, wartawan, pemuda, tokoh adat, bundo kanduang, bupati/wakil bupati, tokoh ormas dan kemasyarakatan lain, bahkan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan Wakil Gubernur Muslim Kasim.
Irman Gusman yang ditemui sepulang dari Padang, Selasa (7/9) di Jakarta mengaku terharu dengan syukuran yang diadakan berbagai kalangan di Ranah Minangkabau, Sumatera Barat itu. Ranah Minang tempat saya lahir dan tumbuh, telah memberikan banyak inspirasi bagi saya, baik dari aspek agama, sejarah, adat istiadat, dan budaya di mana masyarakat Minang terkenal memiliki budaya yang terbuka sebagai modal untuk menjadi orang sukses, kata Irman Gusman.
Ketua DPD RI ini mengaku belajar banyak dari pengalaman tokoh-tokoh Minang terdahulu seperti Muhammad Hatta, Sutan Sjahrir, Mohamad Natsir, Haji Agus Salim, Muhammad Yamin, termasuk juga dari tokoh senior seperti Harun Zein, Azwar Anas, Emil Salim, dan Fahmi Idris. Semua tokoh tersebut merupakan orang-orang hebat di eranya yang kuat memegang adat Minang namun memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi, memiliki wawasan kebangsan global yang sangat terbuka.
Menurut Irman, dengan penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana ini, ada rasa tanggung jawab yang besar dan jiwa untuk lebih meningkatkan lagi kiprah dan peran, bukan saja bagi masyar akat Sumatera Barat namun juga bagi DPD RI, yang merupakan lembaga perwakilan daerah yang lahir dari proses reformasi tahun 1998.
Saya akan jadikan momentum ini sebagai inspirasi untuk mendorong kinerja DPD RI agar lebih maksimal, sebab DPD RI yang sat ini memsuki periode kedua memiliki tugas dan tanggu ng jawab yang besar untuk menjaga empat pilar bernegara yakni Pancaila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, serta ikatan daerah-daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Memperjuangkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat daerah, serta mendorong pembangunan yang adil dan merata antarwilayah, sehingga tidak terjadi diskriminasi dalam pembangunan nasional seperti yang terjadi pada masa yang lalu, paparnya.
DPD RI, lanjut Irman, memang harus mengambil peran yang signifikan mengingat tantangan yang kita hadapi dewasa ini sebagai sebuah bangsa yang besar yang demokratis, multikultural, dan pluralis yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, etnis, dan budaya tidak mudah, sangat beragam dan kompleks.
Kekuatan rantau
Ketua DPD RI itu lebih jauh mengemukakan, Sumatera Barat merupakan provinsi yang dikaruniai dengan budaya, ke indahan alam, masyarakat yang egaliter dan demokratis dan semangat kemajuan serta semangat pendidikan yang tinggi di mana Sumatera Barat selama ini dikenal sebagai wilayah pusat pendidikan, pusat tokoh-tokoh nasional, karena dari Ranah M inang inilah muncul banyak figur pemimpin, baik di pemerintahan, legislatif, bidang seni dan budaya, pers serta kampus.
Namun, semua itu tidak akan membuat Sumatera Barat maju dengan pesat jika tidak didukung oleh kerja keras semua pihak, sinergitas antara kekuatan rantau dan kekuatan ranah, serta tidak ada persatuan di antara semua masyarakat Sumatera Barat.
Di era persaingan global saat ini, saya yakin dan percaya Sumatera Barat akan mengalami kemajuan yang lebih pesat lagi di masa-masa yang akan datang. Hal ini sudah dibuktikan dalam sejarah diaspora masyarakat Sumatera Barat. Seperti ditulis oleh Rodolf Mrazek, penulis buku Sutan Sjahrir, masyarakat Minang memiliki tradisi merantau, berjiwa merdeka, komsmopolitan, egaliter, dan berpandangan luas, jelas Irman.
Dalam pandangan orang Minang yang kosmopolitan, ibaratnya tanaman padi, Ranah Minang hanyalah persemaian untuk menumbuhkan benih, dan setelah menjadi padi mereka harus pindah ke sawah yang lebih luas agar tumbuh besar, berbuah, dan berguna.
Ranah Minang, demikian Irman melanjutkan, memang tidak memiliki kelimpahan sumber daya alam yang banyak, namun orang-orang Minang memiliki keunggulan sumberdaya otak, serta nilai-nilai lokal yang kuat. Hal ini penting karena di erah global sekarang, budya memiliki peranan yang signifikan dalam mendorong kemajuan suatu negara.
Menyontoh Jepang, yang memiliki akar budaya yang kuat: kerja keras, pantang menyerah, inovasi, budaya baca, kerja kelompok, mandiri, di mana sumbangsih atas nilai-nilai itu dengan sikap terbuka pada teknologi dan unsur-unsur globalisasi telah mendotong Jepang m aju menjadi salah satu negara ekenomi terkemuka di dunia.
Artinya, Minang memiliki modal sosial untuk menjadi yang terdepan di Indonesia. Apalagi jika dilihat dari sejarahnya. Ranah Mina ng sejak dulu telah memberikan sumbangan yang besar bagi bangsa ini, khususnya dengan melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa sejak era perintisan kemerdekaan, Proklamasi Kemerdekaan, masa revolusi, hingga era pembangunan dan reformasi dewasa ini, ungkap Irman Gusman.
Laporan wartawan Kompas Yurnaldi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar