Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Jumat, 15 April 2011

Spiritnya, Mencapai Asas Kepatutan












SEPENINGGAL SISKS Paku Buwono X, Keraton Surakarta Hadiningrat tidak habis riwayatnya. Berdirinya Keraton Kulon adalah simbol sekaligus bukti berlanjutnya keraton setelah usia 200 tahun. Dan wafatnya SISKS Paku Buwono XII, 11 Juni 2004, juga bukan tanda berakhirnya peninggalan sejarah dinasti Mataram itu, walau yang disebut demikian sebenarnya tinggal sisa-sisa bangunan dan kehidupan beberapa gelintir komunitas adatnya. Walaupun demikian, mereka tetaplah bagian dari monumen keraton kulon.

Antara monumen hidup dan keberadaan sejumlah sarana pendukung kehidupan mereka merupakan fakta yang harus dilihat dan dicermati. Terlebih bila sebagai monumen hidup mereka masih aktif, bahkan agresif menjalankan berbagai aktivitas budayanya. Sambil berjalan menembus ruang dan waktu, mereka melakukan aktualisasi diri dan penyesuaian-penyesuaian, seiring perubahan zaman.

Fakta adanya sarana pendukung kehidupan mereka bisa dihitung mulai dari bangunan fisik kompleks keraton, yang sesuai dengan Kepres No 23/ 1988, batasnya mulai dari pintu masuk Gladag hingga Gapura Gading. Fakta sejarah dan keputusan presiden itu menunjuk Masjid Agung adalah satu di antara aset yang berada di dalam wilayah kompleks situs peninggalan sejarah, yang dilindungi UU Cagar Budaya No 5 Tahun 1990.

Menyebutkan satu per satu bagian demi bagian bangunan di kompleks keraton itu tentu akan melelahkan. Tetapi sebagai gambaran, fakta eksistensi keraton secara fisik sesuai keputusan presiden itu adalah Gapura Gladag beserta landscape, kompleks Alun-alun Lor berikut sejumlah bangunan pendukung di sekitarnya, termasuk Masjid Agung, kompleks Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, termasuk Sitinggil Lor.

Masuk kawasan tembok Baluwarti, diawali dari pintu masuk atau lawang gapit yang bernama Kori Brajanala Lor yang disambung dengan halaman Kamandungan. Di situ ada beberapa bangunan pendukung, termasuk topengan (teras), bangsal, dan klinik. Melalui Kori Kamandungan, barulah mendapati bangunan inti Pendapa Sasana Sewaka dan pendukung di sekitarnya, termasuk kompleks Museum Art Gallery dan Keraton Kulon.

Di luar bangunan inti, tetapi masih dalam tembok Baluwarti, ada lebih belasan bangunan besar yang dulu dipinjamkan kepada para pangeran putra atau anak-anak SISKS Paku Buwono X. Bangunan itu, di antaranya kompleks Pendapa Sasanamulya atau lojen, ndalem Suryohamijayan, Purwodiningratan, Mloyokusuman, dan Suryobratan.

Selain Masjid Suranatan sebagai fasilitas umum, ada banyak permukiman sentana, abdi dalem, dan masyarakat umum yang memanfaatkan ndalem-ndalem yang berukuran besar, antik, dan berlandscape cukup cantik serta luas. Di bagian selatan di luar Kori Brajanala Kidul, ada Sitinggil Kidul dan kompleks Alun-alun Kidul yang luas nan lapang karena kosong tanpa bangunan, kecuali dua kandang gerbong kereta peninggalan SISKS Paku Buwono X.

Gapura Gading memang menjadi pintu masuk, sekaligus batas wilayah Keraton di ujung selatan. Tetapi Kori Butulan Kulon dan Butulan Wetan merupakan batas permukiman di dalam Baluwarti di ujung timur dan barat. Di luar batas tembok atau wilayah keraton, masih banyak ndalem serupa berukuran besar, seperti Hadiwijayan dan Kusumabratan. Menurut GRAy Koes Moertiyah, selaku Pengageng Sasana Wilapa, beberapa rumah itu masuk wilayah ''abu-abu''.

Dibantu suaminya, KP Edy Wirabhumi, selaku pimpinan tim inventarisasi aset keraton, melakukan tugas sesuai dengan yang diterima dari almarhum SISKS Paku Buwono XII pada tahun 2001.

Tidak ada komentar: