Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Minggu, 06 November 2011

Hal yang membatalkan ke Islaman



Saudaraku seagama!. Ketahuilah, bahwa ada beberapa hal yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Dan yang paling banyak terjadi ada sepuluh macam yang wajib dihindari. Hal-hal tersebut ialah:

PERTAMA : Mempersekutukan Allah (Syirk) dalam ibadah. Allah berfirman: Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah niscaya Allah akan mengharamkan sorga baginya, dan tempat tinggalnya (kelak) adalah neraka; dan tiada seorang penolongpun bagi orang-orang yang zhalim.

Dan diantara perbuatan syirik tersebut ialah meminta do’a dan pertolongan kepada orang-orang yang telah mati, begitu pula bernadzar dan menyembelih kurban demi mereka

KEDUA: Menjadikan sesuatu sebagai perantara antara dirinya dengan Allah dengan meminta do’a dan syafa’at serta berserah diri (tawakkal) kepada perantara itu. Yang melakukan hal tersebut, menurut kesepakalan Ulama’ (Ijma’), adalah kafir.

KETIGA: Tidak mengkafirkan orang musyrik, atau ragu akan kekafiran mereka, ataupun membenarkan faham (madzhab) mereka, dengan demikian ia telah kafir.

KEEMPAT: Berkeyakinan bahwa selain tuntunan Nabi Muhammad saw. itu lebih sempurna, atau berkeyakinan bahwa selain ketentuan hukum beliau itu lebih baik, sebagaimana mereka yang mengutamakan aturan-aturan manusia yang melampaui batas lagi menyimpang dari hukum Allah (aturan-aturan Taghut), dan mengenyampingkan hukum Rasulullah saw. Maka yang berkeyakinan seperti ini adalah kafir. Sebagai contoh:

Berkeyakinan bahwa aturan-aturan dan perundang-undangan yang diciptakan manusia lebih utama dari pada Syari’at lslam, atau berkeyakinan bahwa aturan lslam tidak tepat untuk diterapkan pada abad kedua puluh ini, atau berkeyakinan bahwa lslam adalah sebab kemunduran kaum Muslimin, atau berkeyakinan bahwa lslam itu terbatas dalam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya saja, tidak mengatur urusan segi kehidupan lain.

Berpendapat bahwa melaksanakan hukum Allah dalam memotong tangan pencuri, atau merajam pelaku zina yang telah kawin (muhsan), tidak sesuai lagi masa kini.

Berkeyakinan dengan dibolehkannya menggunakan selain hukum Allah dalam segi mu’amalat Syar’iah (seperti: perdagangan, sewa menyewa, pinjam meminjam dlsb.), atau dalam menentukan Hukum Pidana, atau lainnya, sekalipun tidak disertai dengan keyakinan bahwa hukum-hukum tersebut lebih ulama dari pada Syari’at lslam. Karena dengan demikian ia telah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, menurut kesepakatan Ulama’ (Ijma’). Sedangkan setiap orang yang menghalalkan apa yang sudah jelas dan tegas diharamkan oleh AlIah dalam Agama, seperti: zina, arak, riba dan penggunaan perundang-undangan selain syari’at Allah, maka ia adalah kafir menurut kesepakatan ummat Islam (Ijma’).

KELIMA: Membenci sesuatu yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw sebagai Syari’at beliau, walaupun ia mengamalkannya, maka ia menjadi kafir, karena Allah telah berfirman: Demikian itu adalah dikarenakan mereka benci terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, maka Allah menghapuskan (pahala) segala amal perbuatan mereka.

KEENAM: Memperolok-olok terhadap sesuatu dari ajaran, Rasulullah saw., ataupun terhadap pahala maupun siksaan yang telah menjadi ketetapan Agama, maka ia menjadi kafir, karena Allah telah berfirman: Katakanlah (wahai Muhammad), terhadap AlIahkah dan ayat-ayatNya serta RasulNya kau sekalian memperolok-olok? tiada arti kau meminta ma’af, karena kau kafir setelah beriman.

KETUJUH: Sihir, diantaranya ialah ilmu guna-guna (sarf) yaitu merobah kecintaan seorang suami terhadap isterinya menjadi suatu kebencian; begitu juga ilmu pekasih, yaitu menjadikan seseorang mencintai sesuatu yang tak disenanginya dengan cara-cara syetani. Maka barang siapa yang mengerjakan sihir atau senang dan rela dengannya mak ia adalah kafir, karena Allah berfirman: Sedang kedua malaikat itu tidak mengajarkan (suatu sihir) kepada seorangpun sebelum mengatakan, sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kafir.

KEDELAPAN: Membantu dan menolng orang-orang musyrik untuk memusuhi kaum Muslimin, karena Allah berfirman: Dan barang siapa diantara kamu mengambil mereka (Yahudi dan Nasrani) menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.

KESEMBILAN: Berkeyakinan bahwa sebagian manusia diperbolehkan tidak mengikuti Syari’at Muhammad saw., maka yang berkeyakinan seperti ini adalah kafir. Karena Allah berfirman: Barang siapa menghendaki selain lslam sebagai agama, maka tak akan dtterima agama itu daripadanya, dan ia di akhirat tergolong orang-orang yang merugi.

KESEPULUH: Berpalirng secara keseluruhan dari agama AIlah, atau dari hal-hal yang menjadi syarat mutlak sebagai muslim, tanpa mempelajarinya dan tanpa melaksanakan ajarannya. Karena Allah berfirman: Tiada yang lebih zhalim daripada orang yang telah mendapatkan peringatan melalui ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya, Sesungguhnya Kami akan menimpakan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.

Allah berfirman: Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.

Dalam hal-hal yang membatalkan keislaman ini, tak ada bedanya dalam hukum, antara yang main-main dan yang sungguh-sungguh bersengaja melanggar atau pun yang karena takut terkecuali yang dipaksa. Semoga Allah melindungi kita dari hal-hal yang mendatangkan kemurkaanNya dan kepedihan siksa-Nya. Amin...

Memahami Makna Idul Adha


Bulan ini merupakan bulan bersejarah bagi umat Islam. Pasalnya, di bulan ini kaum muslimin dari berbagai belahan dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji adalah ritual ibadah yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Dengannya, Islam tampak sebagai agama yang tidak mengenal status sosial. Kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji.
Selain ibadah haji, pada bulan ini umat Islam merayakan hari raya Idul Adha. Lantunan takbir diiringi tabuhan bedug menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung, tidak ada yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam.
Pada hari itu, kaum muslimin selain dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.
Peristiwa ini memberikan kesan yang mendalam bagi kita. Betapa tidak. Nabi Ibrahim yang telah menunggu kehadiran buah hati selama bertahun-tahun ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya sendiri. Nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati dengan konsekuensi tidak mengindahkan perintahNya. Sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena didasari ketakwaan yang kuat, perintah Tuhanpun dilaksanakan. Dan pada akhirnya, Nabi Ismail tidak jadi disembelih dengan digantikan seekor domba. Legenda mengharukan ini diabadikan dalam al Quran surat al Shaffat ayat 102-109.
Kisah tersebut merupakan potret puncak kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Nabi Ibrahim mencintai Allah melebihi segalanya, termasuk darah dagingnya sendiri. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putra kesayangannya tidak menghalangi ketaatan kepada Tuhan. Model ketakwaan Nabi Ibrahim ini patut untuk kita teladani.
Dari berbagai media, kita bisa melihat betapa budaya korupsi masih merajalela. Demi menumpuk kekayaan rela menanggalkan ”baju” ketakwaan. Ambisi untuk meraih jabatan telah memaksa untuk rela menjebol ”benteng-benteng” agama. Dewasa ini, tata kehidupan telah banyak yang menyimpang dari nilai-nilai ketuhanan. Dengan semangat Idul Adha, mari kita teladani sosok Nabi Ibrahim. Berusaha memaksimalkan rasa patuh dan taat terhadap ajaran agama.
Di samping itu, ada pelajaran berharga lain yang bisa dipetik dari kisah tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa perintah menyembelih Nabi Ismail ini pada akhirnya digantikan seekor domba. Pesan tersirat dari adegan ini adalah ajaran Islam yang begitu menghargai betapa pentingnya nyawa manusia.
Hal ini senada dengan apa yang digaungkan Imam Syatibi dalam magnum opusnya al Muwafaqot. Menurut Syatibi, satu diantara nilai universal Islam (maqoshid al syari’ah) adalah agama menjaga hak hidup (hifdzu al nafs). Begitu pula dalam ranah fikih, agama mensyari’atkan qishosh, larangan pembunuhan dll. Hal ini mempertegas bahwa Islam benar-benar melindungi hak hidup manusia. (hlm.220 )
Nabi Ismail rela mengorbankan dirinya tak lain hanyalah demi mentaati perintahNya. Berbeda dengan para teroris dan pelaku bom bunuh diri. Apakah pengorbanan yang mereka lakukan benar-benar memenuhi perintah Tuhan demi kejayaan Islam atau justru sebaliknya?.
Para teroris dan pelaku bom bunuh diri jelas tidak sesuai dengan nilai universal Islam. Islam menjaga hak untuk hidup, sementara mereka—dengan aksi bom bunuh diri— justru mencelakakan dirinya sendiri. Di samping itu, mereka juga membunuh rakyat sipil tak bersalah, banyak korban tak berdosa berjatuhan. Lebih parah lagi, mereka bukan membuat Islam berwibawa di mata dunia, melainkan menjadikan Islam sebagai agama yang menakutkan, agama pedang dan sarang kekerasan. Akibat aksi nekat mereka ini justru menjadikan Islam laksana ”raksasa” kanibal yang haus darah manusia.
Imam Ghazali dalam Ihya ’Ulumuddin pernah menjelaskan tentang tata cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Menurutnya, tindakan dalam bentuk aksi pengrusakan, penghancuran tempat kemaksiatan adalah wewenang negara atau badan yang mendapatkan legalitas negara. Tindakan yang dilakukan Islam garis keras dalam hal ini jelas tidak prosedural. (vol.2 hlm.311)
Sudah semestinya dalam melakukan amar makruf nahi munkar tidak sampai menimbulkan kemunkaran yang lebih besar. Bukankah tindakan para teroris dan pelaku bom bunuh diri ini justru merugikan terhadap Islam itu sendiri ?. Merusak citra Islam yang semestinya mengajarkan kedamaian dan rahmatan lil ’alamin. Ajaran Islam yang bersifat humanis, memahami pluralitas dan menghargai kemajemukan semakin tak bermakna.
Semoga dengan peristiwa eksekusi mati Amrozi cs, mati pula radikalisme Islam, terkubur pula Islam yang berwajah seram. Pengorbanan Nabi Ismail yang begitu tulus menjalankan perintahNya jelas berbeda dengan pengorbanan para teroris.
Di hari Idul Adha, bagi umat Islam yang mampu dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban. Pada dasarnya, penyembelihan binatang kurban ini mengandung dua nilai yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Kesalehan ritual berarti dengan berkurban, kita telah melaksanakan perintah Tuhan yang bersifat transedental. Kurban dikatakan sebagai kesalehan sosial karena selain sebagai ritual keagamaan, kurban juga mempunyai dimensi kemanusiaan.
Bentuk solidaritas kemanusiaan ini termanifestasikan secara jelas dalam pembagian daging kurban. Perintah berkurban bagi yang mampu ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang respek terhadap fakir-miskin dan kaum dhu’afa lainnya. Dengan disyari’atkannya kurban, kaum muslimin dilatih untuk mempertebal rasa kemanusiaan, mengasah kepekaan terhadap masalah-masalah sosial, mengajarkan sikap saling menyayangi terhadap sesama.
Meski waktu pelaksanaan penyembelihan kurban dibatasi (10-13 Dzulhijjah), namun jangan dipahami bahwa Islam membatasi solidaritas kemanusiaan. Kita harus mampu menangkap makna esensial dari pesan yang disampaikan teks, bukan memahami teks secara literal. Oleh karenanya, semangat untuk terus ’berkurban’ senantiasa kita langgengkan pasca Idul Adha.
Saat ini kerap kita jumpai, banyak kaum muslimin yang hanya berlomba meningkatkan kualitas kesalehan ritual tanpa diimbangi dengan kesalehan sosial. Banyak umat Islam yang hanya rajin shalat, puasa bahkan mampu ibadah haji berkali-kali, namun tidak peduli dengan masyarakat sekitarnya. Sebuah fenomena yang menyedihkan. Mari kita jadikan Idul Adha sebagai momentum untuk meningkatkan dua kesalehan sekaligus yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Selamat berhari raya !

Selasa, 01 November 2011

Andai saya jadi anggota DPRD


Saya akan berkunjung
Ke semua SMA & SMK
Di daerah pemilihan saya
Saya data masalah & kebutuhannya
Lalu saya perjuangkan di DPRD

Setelah dipenuhi kebutuhannya
Saya akan cek kemanfaatannya
Sambil dialog dengan guru & kepala sekolah
Apa yang bisa dioptimalkan utk cerdaskan warga

Guru & kepala sekolah pasti senang
Mereka akan promosikan nama saya
kepada smua murid & orang tua
Bahwa saya berjasa buat sekolah

Ratusan SLTA berpenghuni jutaan pemilih
Dikalikan tiga dg ayah ibunya
Jadi jumlah suara yang dahsyat
Untuk memilih saya di PEMILU yad
Jadi anggota DPRD lagi

Pada periode brikutnya
Saya tambahkan jumlah sekolah
Lakukan hal yang sama diatas
Sehingga saya punya puluhan juta pemilih
Hantarkan saya ke kursi DPR

Saya luaskan lagi wilayah kunjungan
Lakukan hal yang sama
Nama saya makin melambung
Sebagai tokoh yang peduli pendidikan
dan saya terpilih lagi
jadi anggota DPR periode kedua

Saya selalu muncul di berbagai forum
Sehingga media tak henti publikasi
Hingga presiden meminta saya jadi menteri

Saya tahu pendidikan itu mahal
Saya tak akan minta beberapa pemilih saya
Digratiskan bayaran oleh sekolah
Karena itu merusak citra saya
sebab ribuan guru merekam kinerja saya

Daripada saya disukai segelintir pemilih
Lebih baik saya lakukan strategi di atas
Bermitra & membantu sekolah
Yang muluskan jalan saya
Ke kursi DPRD, DPR, hingga Menteri

“eh … Bangun Kang!!!! … Kamu tertidur” teman saya membangunkan …. Ha ha ha ha ha … Saya bermimpi …. diiringi lagu yg dinyanyikan Ayu Tingting, penyanyi yg jadi beken dari Kota Bogor dekat kota lahirku Kota Sukabumi … Anda tahu judulnya?

Oleh : Kang Dedi D Dwitagama dan Akang PLS

Andai saya walikota "blame it on the rain"


Indonesia adalah negara hutan hujan tropik (tropikal rainforest). Hampir di semua kota di indonesia akan mengalami curah hujan yang tinggi. Sehingga akan banyak permasalahan rutin yang SEHARUSNYA sudah diantisipasi sebelumya oleh para walikota.

Seandainya saya seorang walikota, maka saya akan mengutamakan pemecahan masalah curah hujan tinggi yang bisa mengganggu kepentingan umum seperti infrastruktur dan perekonomian setiap tahunya.

Infrastruktur Jalan
Manusia menjadi sangat mulia ketika bertindak menghilangkan duri/paku atau penghalang apapun yang ada di Jalan. manusia mulia yang mengutamakan kepentingan umum (jalan raya) dibanding kepentingan pribadinya. Saya tak mengizinkan pemblokiran jalan yang dilalui angkot hanya untuk kepentingan pribadi seperti pesta pernikahan.

Lobang Juga Penghalang
Curah hujan tinggi di Indonesia juga membuat Jalan jadi mudah berlubang. Seandainya saya menjadi walikota, maka saya tidak akan menyalahkan hujan seperti lagu "blame it on the rain" milli vanilli yang tertangkap basah melakukan lypsinc.

Andai saya walikota, di saat musim kemarau, saya berusaha mencegah banjir sebelum musim hujan tiba. Saya akan memerintahkan pimpinan dinas PU untuk membuat proyek pembuatan gorong gorong yang lebih besar di pinggir jalan menggantikan got kecil. Lalu menambal semua jalan aspal. Bila daerah tersebut tanahnya lebih rendah maka jalan aspal harus diganti beton.

Saya sebagai walikota yang baik tidak mau melihat ada jalan yang berlubang sampai ke jalan di pelosok kota yang dilalui semua rute delman, ojek, angkot, mobil pribadi, travel plat hitam (belum kuning)bis, dan truk . Karena Lubang adalah penghalang yang, membahayakan pengendara, rawan kecelakaan luka atau mati, membuat jalan macet, menghabiskan/memboroskan BBM. Akibatnya, perekonomian terhambat hanya gara gara jalan berlubang dan banjir. Saya tak ingin meniru kekurangan walikota x, yang membiarkan atau setengah setengah dalam menangani masalah jalan. Malah sibuk menghias pemisah jalan hanya di sekitar kantor walikota saja.

Andai saya walikota, saya akan memerintahkan penegakan hukum dengan adil, pembenahan sektor pendidikan dan penempatan pejabat sesuai dengan keahliannya tanpa unsur KKN untuk itu kepala BKD harus orang yang sangat JUJUR. Serta menciptakan program pendidikan yang berorientasi pada ketrampilan dan wirausaha.
Akang Kasepak Kuda, Kuala Alam, Kota Bengkulu (01-11-2011).

Rabu, 19 Oktober 2011

Profil Ibu Fatmawati


Masa Kecil Fatmawati

Fatmawati lahir pada hari Senin, 5 Pebruari 1923 Pukul 12.00 Siang di Kota Bengkulu, sebagai putri tunggal keluarga H. Hassan Din dan Siti Chadidjah. Masa kecil Fatmawati penuh tantangan dan kesulitan, akibat sistem kolonialisme yang dijalankan oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Ayahandanya, Hassan Din semula adalah pegawai perusahaan Belanda, Bersomij di Bengkulu. Tetapi karena tidak mau meninggalkan kegiatannya sebagai anggota Muhammadiyah, ia kemudian keluar dari perusahaan itu. Setelah itu, Hassan Din sering berganti usaha dan berpindah ke sejumlah kota di kawasan Sumatera Bagian Selatan.

Tidak banyak diketahui orang bahwa sebenarnya Fatmawati merupakan keturunan dari Kerajaan Indrapura Mukomuko. Sang ayah Hassan Din adalah keturunan ke-6 dari Kerajaan Putri Bunga Melur. Putri Bunga Melur bila diartikan adalah putri yang cantik, sederhana, bijaksana. Tak heran bila Fatmawati mempunyai sifat bijaksana dan mengayomi.



Kisah Cinta Bung Karno dan Fatmawati

Jalinan cinta antara Bung Karno dan Fatmawti pada awalnya membutuhkan perjuangan yang sangat berat. Demi memperoleh Fatmawati yang begitu dicintainya Bung Karno dengan perasaan yang sangat berat terpaksa harus merelakan kepergian Bu Inggit, sosok wanita yang begitu tegar dan tulusnya mendampingi Bung Karno dalam perjuangan mencapai Indonesia Merdeka. Pahit getir sebagai orang buangan (tahanan Belanda) sering dilalui Bung Karno bersama Bu Inggit. Namun sejarah berkata lain. Perjalanan waktu berkehendak lain, kehadiran Fatmawati diantara Bung Karno dan Bu Inggit telah merubah segalanya.

Pada tahun 1943 Bung Karno menikahi Fatmawati, dan oleh karena Fatmawati masih berada di Bengkulu, sementara Bung Karno sibuk dengan kegiatannya di Jakarta sebagai pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (Putera), pernikahan itu dilakukan dengan wakil salah seorang kerabat Bung Karno, Opseter Sardjono. Pada 1 Juni 1943, Fatmawati dengan diantar orang tuanya berangkat ke Jakarta, melalaui jalan darat, sejak itu Fatmawati mendampingi Bung Karno dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia.

Perjalanan sepasang merpati penuh cinta ini, akhirnya dikaruniai lima orang putra-putri: Guntur, Mega, Rachma, Sukma, dan Guruh. Belum genap mereka mengarungi bahtera rumah tangga, Sukarno tak kuasa menahan gejolak cintanya kepada wanita lain bernama Hartini. Inilah salah satu pangkal sebab terjadinya perpisahan yang dramatis antara Sukarno dan Fatmawati.



Proklamasi 17 Agustus 1945

Hari Jumat di bulan Ramadhan, pukul 05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk timur kala, embun pagi masih menggelantung di tepian daun, para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00 pagi.

Tepat pukul 10.00, dengan suara mantap dan jelas, Soekarno membacakan teks proklamasi, pekik Merdeka pun berkumandang dimana-mana dan akhirnya mampu mengabarkan Kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia.

Kalau ada yang bertanya, apa peran perempuan menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan? Tentu kita akan teringat dengan sosok Fatmawati, istri Bung Karno. Dialah yang menjahit bendera Sang Saka Merah Putih. Setelah itu, ada seorang pemudi Trimurti yang membawa nampan dan menyerahkan bendera pusaka kepada Latief Hendraningrat dan Soehoed untuk dikibarkan. Dan, semua hadirin mengumandangkan lagu Indonesia Raya di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada hari itu, Ibu Fatmawati ikut dalam upacara tersebut dan menjadi pelaku sejarah Kemerdekaan Indonesia.



Ibu Negara Pertama

Salah satu butir keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya tanggal 19 Agustus 1945 adalah memilih Bung Karno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia. Pada tanggal 4 Januari 1946 pusat pemerintahan Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta karena keadaan Jakarta dirasakan makin tidak aman, menyusul hadirnya tentara NICA yang membonceng kedatangan tentara sekutu.

Di kota gudeg itu, Ibu Fatmawati mendapatkan banyak simpati, karena sikapnya yang ramah dan mudah bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat. Sebagai seorang Ibu Negara, Ibu Fatmawati kerap mendampingi Bung Karno dalam kunjungan ke berbagai wilayah Republik Indonesia untuk membangkitkan semangat perlawanan rakyat terhadap Belanda dan mengikuti kunjungan Presiden Soekarno ke berbagai Negara sahabat.

Peran serta wanita dalam pembangunan telah ditunjukkan Ibu Fatmawati, beliau sering melakukan kegiatan social, seperti aktif melakukan pemberantasan buta huruf, mendorong kegiatan kaum perempuan, baik dalam pendidikan maupun ekonomi.



Penghargaan dan Mengenang Ibu Fatmawati

Rumah Sakit Fatmawati pada mulanya bernama Rumah Sakit Ibu Soekarno, terletak di Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Wilayah Jakarta Selatan, Didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno.

Semula direncanakan untuk dijadikan sebuah Sanatorium Penyakit Paru-paru bagi anak-anak. Pada tanggal 15 April 1961 penyelenggaraan dan pembiayaan rumah sakit diserahkan kepada Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi RS Fatmawati. Dalam perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984 ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai RSU Kelas B Pendidikan.

Di Kota Bengkulu, sebagai kota kelahiran Ibu Fatmawati, Pemerintah Daerah beserta seluruh elemen memberikan apresiasi terhadap Ibu Fatmawati. Sebagai bentuk penghargaan dan sekaligus untuk mengenang Ibu Fatmawati, maka pada tanggal 14 Nopember 2001, Bandar Udara Padang Kemiling diubah menjadi Bandar Udara Fatmawati. Perubahan nama Bandar udara ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri.

Perjuangan Ibu Fatmawati selama masa sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan diakui oleh Pemerintah Pusat, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 118/TK/2000 tanggal 4 Nopember 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid, maka Pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Ibu Fatmawati.