Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Jumat, 24 April 2009

KALI APA YANG MENGALIR DI TENGAH KOTA SUKABUMI ?

Pertanyaan teka-teki di atas terlontar ketika sedang bergurau di antara teman-teman SMP, sewaktu masih di Sukabumi. Satu teman menjawab Kali Cikiray, yang lain menjawab Kali Cipelang, Cisokan, Cisaat, Cicurug dan lain-lain.

Jawaban yang betul adalaaaaah …. Kaliwon.

Dari penampakan fisik, orang akan menggolongkan dia sebagai gelandangan, orang gila, pengemis dan sebagainya.

Dia bisa disebut gelandangan karena memang waktunya lebih banyak dihabiskan di jalan, duduk di trotoar, atau berjalan entah kemana. Kalau kita berjalan di jalan utama kota Sukabumi, yang biasa disebut Jalan Raya, hampir dapat dipastikan akan berpapasan dengan Kaliwon, atau menemukannya duduk di sekitar belokan ke Bioskop Garuda.

Dia bisa disebut orang gila karena dia selalu membawa seikat besar senjata tajam kemanapun dia pergi. Dalam ikatan itu ada samurai, macam-macam tombak, keris, macam-macam pedang, dan sebagainya. Taksiran saya, beratnya mungkin 20 kilo, dan Kaliwon sendiri waktu itu umurnya mungkin sekitar 60-an.

Potongan baju dan celananya seperti kepunyaan para jawara, berwarna hitam. Kain sarung dan ikat pinggang yang lebar melilit di pinggang. Kepala dililit oleh kain bermotif batik. Jari tangan penuh dengan cincin bermata besar. Ada gelang akar bahar hitam di pergelangan tangan. Roman mukanya keras, sorot matanya tajam, garis dagunya kuat seperti pangeran Diponegoro. Kulitnya coklat gelap, berkumis dan berjenggot.

Entah dimana dia tidur kalau malam. Tapi banyak sekali tempat untuk gelandangan tidur di kota Sukabumi, di antaranya adalah pelataran setasiun kereta api. Dengan gerbong-gerbong kosongnya.

Kaliwon tidak pernah terdengar mengancam orang dengan senjata tajamnya itu. Bahkan dia tidak pernah saya lihat menadahkan tangan untuk meminta uang pada orang yang lewat. Tapi dia akan menerima uang yang diberikan padanya, tanpa ekspresi apa-apa.

Saya tidak pernah mendengar Kaliwon bicara jelas. Dia cuma bergumam entah dengan bahasa Jawa, Belanda atau Sunda. Ada yang bilang Kaliwon kenal dengan, atau bahkan adalah teman seperjuangan Presiden Sukarno. Wallahu alam. Tidak pernah ada yang iseng melakukan check dan recheck.

Kegiatan sosial Kaliwon yang sering saya lihat adalah menonton sandiwara di Gedung Sandiwara Budaya, di depan markas Kodim. Dia menduduki yang khusus disediakan untuk dia. Kursi tersebut diletakkan tepat di depan panggung, di ujung gang yang membelah gedung di tengahnya, dari belakang sampai ke depan. Kabarnya dia suka dengan salah bintang panggung disitu, bahkan sering kabarnya melemparkan uang ke panggung untuk si bintang.

Jawatan Sosial kabarnya pernah berusaha menyingkirkan dia dari jalan. Tapi Kaliwon selalu kembali ke jalan … kembali mengalir lagi … di tengah kota Sukabumi.

(Kenangan tentang kota Sukabumi, 1982 - 1988)

Tidak ada komentar: