Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Selasa, 08 September 2009

EKONOMI ISLAM

Usaha Yang Halal

Allah menghalalkan yang baik-baik kepada para hambaNya dan mengharamkan kepada mereka yang jelek-jelek. Seorang usahawan muslim tentu saja tidak bisa keluar dari bingkai aturan ini, meskipun terbukti ada keuntungan dan hal yang menarik serta menggiurkan baginya. Seorang usahawan muslim tidak seharusnya tergelincir hanya karena mengejar keuntungan sehingga membuatnya berlari dari yang dihalalkan oleh Allah dan mengejar yang diharamkan oleh Allah. Padahal segala yang dihalalkan dapat menjadi kompensasi yang baik dan penuh berkah. Segala yang disyariatkan oleh Allah dapat menggantikan apapun yang diharamkan oleh Allah.

Berdagang komoditi yang diharamkan seperti minuman keras, bangkai, daging babi, perdagangan riba dan sejenisnya, tidak akan membuat pengusaha muslim yang jujur berpaling dari Rabbnya apalagi harus menjebloskan diri ke dalam semua perniagaan ha-ram tersebut atau menjadikannya sebagai sumber usahanya.

Niat Yang Tulus

Dengan niat yang tulus, semua bentuk pekerjaan yang ber-bentuk kebiasaan berubah menjadi ibadah. Kehidupannya akan berubah pula menjadi kehidupan yang teratur dan kosmopolit, berisi berbagai macam ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah. Dengan cara ini kita bisa memahami makna yang menda-lam dan komprehensif dalam firman Allah :

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu…" (Adz-Dzariyat: 56).

Rasulullah bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

"Sesungguhnya amal itu dinilai bila disertai dengan niat. Dan sesungguhnya masing-masing orang mendapatkan balasan dari perbuatannya sesuai dengan niatnya.."

Yang dimaksudkan dengan niat dalam konteks hadits di atas adalah adanya keinginan baik terhadap diri sendiri dan orang lain.
Keinginan baik untuk diri sendiri, yakni selalu menjaga diri sendiri dari hal-hal yang haram, memelihara diri dari kehinaan meminta-minta, menguatkan diri untuk melakukan ibadah kepada Allah, menjaga silaturrahmi dan hubungan kerabat, dan berbagai bentuk kebajikan lainnya.
Keinginan baik terhadap orang lain, yakni ikut andil meme-nuhi kebutuhan masyarakat yang perbuatan itu terhitung fardhu kifayah, memberi kesempatan bekerja kepada orang lain untuk membebaskan pada diri mereka apa yang selama ini diinginkan olehnya untuk dirinya sendiri dalam hal yang sama.
Demikian juga turut andil membebaskan umat dari ketergantungan kepada orang lain serta berbagai akibat yang ditimbulkan seperti ikatan perbudakan dan imperialisme/penjajahan, serta banyak lagi keba-jikan-kebajikan lain yang bukan saatnya sekarang untuk dibeber-kan secara mendetail.
Niat –sebagaimana sering dikatakan orang– adalah bisnisnya para ulama. Karena pahala dari satu amal kebajikan bisa bertam-bah menjadi berkali-kali lipat karena tergabungnya berbagai macam niat tulus dalam satu waktu. Hal itu amatlah mudah bagi orang yang diberi kemudahan oleh Allah!

Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan keistime-waan seorang usahawan muslim yang seluruh aktivitasnya bertolak dari kaidah halal dan haram, yang seluruh usahanya dilakukan dengan mendendangkan syiar mencari keridhaan Allah sebagai tujuan akhir. Sebaliknya, kalangan pelaku usaha lainnya tidak memperdulikan kebaikkan maupun keburukkan usaha yang dijalaninya. Dalam pandangan mereka sama saja proyek perjudian dengan proyek pembangunan. Karena mereka telah mencampakkan tata nilai, agama dan etika secara total dari paradigma pemikiran ekonomi mereka.

Padahal ikatan ini bisa membentuk tatanan yang bersih dalam aktivitas usaha ketika itu dilakukan oleh tangan-tangan yang terbimbing cahaya Ilahi, diprakarsai oleh orang-orang ber-iman yang selalu mengharapkan rahmat Allah dan takut terhadap siksaNya. Sehingga mereka tidak akan terjerumus karena menge-jar kenikmatan instan atau jatah dunia yang bersifat sementara. Mereka mencukupkan diri dengan jatah yang ditentukan oleh Allah dan Rasulnya, karena yang halal itu sudah terlalu luas buat diri mereka.

Oleh sebab itu, di tangan pengusaha muslim harta tidak akan berubah menjadi alat perusak kehidupan masyarakat, yang menghancurkan rumah yang sejahtera, dan merusakan generasi yang dilahirkan. Tidak, tetapi harta itu akan berfungsi sebagai-mana yang dikehendaki oleh Allah, Rabb dari sekalian makhluk. Menjadi sebuah energi yang memancar, tumbuh dan berkembang. Sebuah kekuatan yang mengandung berbagai kebajikan dan karunia. Menjaga mata air yang selalu memancarkan berkah dan kenik-matan. Sehingga seluruh umat merasa bahagia. Karena keuntungan usaha tersebut dapat dirasakan oleh seluruh umat.

Allah berfirman:

"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharam-kan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolong-nya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang ber-untung." (Al-A'raf: 157).

Allah juga berfirman:

"Katakanlah, "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keber-untungan." (Al-Maidah: 100).

Ungkapan 'yang buruk' bisa berlaku bagi ucapan, ketetapan dan perbuatan, atau sikap penolakan yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya.

Niat Yang Tulus

Dengan niat yang tulus, semua bentuk pekerjaan yang ber-bentuk kebiasaan berubah menjadi ibadah. Kehidupannya akan berubah pula menjadi kehidupan yang teratur dan kosmopolit, berisi berbagai macam ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah. Dengan cara ini kita bisa memahami makna yang menda-lam dan komprehensif dalam firman Allah :

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu…" (Adz-Dzariyat: 56).

Rasulullah bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

"Sesungguhnya amal itu dinilai bila disertai dengan niat. Dan sesungguhnya masing-masing orang mendapatkan balasan dari perbuatannya sesuai dengan niatnya.."

Yang dimaksudkan dengan niat dalam konteks hadits di atas adalah adanya keinginan baik terhadap diri sendiri dan orang lain.
Keinginan baik untuk diri sendiri, yakni selalu menjaga diri sendiri dari hal-hal yang haram, memelihara diri dari kehinaan meminta-minta, menguatkan diri untuk melakukan ibadah kepada Allah, menjaga silaturrahmi dan hubungan kerabat, dan berbagai bentuk kebajikan lainnya.
Keinginan baik terhadap orang lain, yakni ikut andil meme-nuhi kebutuhan masyarakat yang perbuatan itu terhitung fardhu kifayah, memberi kesempatan bekerja kepada orang lain untuk membebaskan pada diri mereka apa yang selama ini diinginkan olehnya untuk dirinya sendiri dalam hal yang sama.
Demikian juga turut andil membebaskan umat dari ketergantungan kepada orang lain serta berbagai akibat yang ditimbulkan seperti ikatan perbudakan dan imperialisme/penjajahan, serta banyak lagi keba-jikan-kebajikan lain yang bukan saatnya sekarang untuk dibeber-kan secara mendetail.
Niat –sebagaimana sering dikatakan orang– adalah bisnisnya para ulama. Karena pahala dari satu amal kebajikan bisa bertam-bah menjadi berkali-kali lipat karena tergabungnya berbagai macam niat tulus dalam satu waktu. Hal itu amatlah mudah bagi orang yang diberi kemudahan oleh Allah!

Tidak ada komentar: