Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Jumat, 25 Desember 2009

‘Akang’ Bingung Memilih Cakada


Sebentar lagi, untuk yang kedua kalinya, provinsi kita akan mengadakan pemilihan GUbernur dan Wakil Gubernur secara langsung. Para cakada-cawakada sudah mulai aktif menunjukkan dirinya. Dengan beragam cara: iklan di media masa, pencitraan lewat survey-survey, dan sebagainya. Mereka pun tiap hari sangat rajin berkeliling provinsi ini. Menebar janji-janji manis bagi calon rakyatnya. Namun, saat berkampanye, tak jarang antar pasangan saling menjelek-jelekkan.

Ada yang mengklaim bahwa hanya pasangannya saja yang layak dipilih karena pasangan-pasangan lain belum memberi bukti, belum berpengalaman, hanya menebar janji, hanya menghembuskan angin surga, tidak bersih, tidak santun, dan lainnya. Sementara pasangan lain secara gamblang mengatakan bahwa kalau bukan karenanya maka perdamaian di negeri ini bakal sulit tercapai, pemerintah tidak mungkin berjalan dengan baik dan cepat, keputusan-keputusan tidak mungkin cepat dilakukan sebab penguasa utama yang saat ini ada tidak berani ambil keputusan (peragu), dan lain-lain.

Karena sebab tersebut, rakyat bengkulu banyak yang bingung dibuatnya. Tak terkecuali dengan ‘Akang’ yang pusing tujuh keliling karenanya. Siapa Akang yang dimaksudkan di sini? Ya dia hanyalah seorang perantau biasa–yang kebetulan disebut dengan panggilan itu. Para teman sesama profesi memanggil dengan sebutan itu karena tingkahnya mirip orang Sunda (ya memang orang Sunda. Salah satu kisah “Akang” terkait pemilu mendatang terurai berikut ini.

***

Sebagai warga negara yang baik, ‘Akang’ berniat akan menggunakan hak pilihnya di Pemilu Gubernur mendatang. Sayang, karena pasangannya masih ngambang, juragan ‘Akang’ jadi bimbang. Setelah meminta pendapat istrinya, akhirnya satu pasangan yang kemungkinan akan dipilih nanti (biar tidak goolpoot).

“Uuugh, saya bingung nih, milih pasangan mana ya?” kata ‘Akang’ ke Mang Giman, salah seorang temannya.

“Ya, kamu, ga usah bingung dong! Tinggal nyontreng saja bingung!”

“Yeee, kamu itu, kita itu harus memilih pemimpin yang jujur, dapat dipercaya, adil, bukan yang menambah kesengsaraan rakyat, bukan yang pura-pura manis di depan rakyat!” ‘Akang’ bersemangat berkata begitu.

“Bingung kenapa?”

“Dari calon pasangan nanti, saya sudah pilih satu saja. Nah satu pasangan ini yang bikin bingung!”

“Mmm… kalau begitu, saya punya usul!”

“Apa?” tanya ‘Akang” dengan penuh rasa ingin tahu yang tinggi.

“Menurut tetangga saya, ada seorang kyai yang bisa dimintai nasihat dalam menentukan pilihan!” kata Mas Giman, sengaja mengerjai ‘Akang’. Dia melakukan hal itu sebab dia tahu bahwa ‘Akang’ bakal melakukan hal-hal yang tidak lazim, termasuk meminta pendapat dalam menentukan pilihan pasangan cakada-cawakada.

“O ya?” kata ‘Akang’.

Singkat kisah, maka ‘Akang’ dan Mas Giman pun pergi akan menemui sang kyai yang diceritakan tadi. Hingga mereka sampailah di sebuah persimpangan jalan menuju rumah sang kyai. Kebetulan rumah kyai itu amat jauh, di tengah hutan. Menurut cerita orang-orang, bila salah memilih jalan, maka bahaya akan mengancam: dimakan binatang buas atau tersesat dan tak bisa kembali pulang.

Di persimpangan jalan itu, tinggallah dua orang kembar yang sangat sulit dibedakan. Hanya mereka berdua yang mengetahui jalan yang benar menuju ke rumah sang kyai. Menurut cerita orang-orang sifat mereka benar-benar bertolak belakang. Yang satu selalu jujur, yang lain selalu bohong. Juga, yang aneh, mereka hanya mau menjawab satu pertanyaan saja.

“Akang, bagaimana nih bertanya pada dua orang kembar itu? Mereka aneh begitu,” tanya Mas Giman dalam kebingungan.

“Mmm…” Akang’ pun bingung, berpikir. Lalu dia berkata, “Ah, saya tahu caranya!”

Maka ‘Akang” segera menanyai salah seorang dari orang kembar tersebut.

“Apa yang akan dikatakan saudaramu bila ditanya jalan mana yang benar menuju rumah sang kyai: arah kiri atau kanan?” tanya Akang pada salah seorang kembar.

“Kiri,” jawab salah seorang dari mereka.

Setelah itu, ‘Akang’ dengan yakin bahwa jalan yang benar menuju rumah sang kyai adalah ke arah kanan.

“Hai Kang. Bagaimana kamu yakin kalau arah kanan yang benar?” tanya Mas Giman dalam keraguan. Mas Giman ragu sebab dia tidak tahu apakah yang barusan ditanya oleh Akang adalah orang yang selalu jujur atau selalu bohong.

“Ya pasti arah kanan dong! Sebab salah seorang dari mereka menjawab arah kiri!” jelas ‘Akang’ pada Mas Giman. Tapi sayang Mas Giman masih belum mengerti. Dengan sedikit jengkel, ‘Akang memberi penjelasan pada Mas Giman seperti berikut ini.

Misalkan orang kembar tersebut adalah A dan B, dengan A adalah orang yang selalu jujur dan B adalah orang yang selalu bohong. Nah, karena saya bertanya: ““Apa yang akan dikatakan saudaramu bila ditanya jalan mana yang benar menuju rumah sang kyai: arah kiri atau kanan?” dan misalkan jalan yang benar adalah ke arah kanan, maka bila yang kebetulan yang saya tanya adalah A, maka dia akan menjawab “kiri”. Nah, begitupula bila yang kebetulan ditanya adalah B, maka dia pun akan menjawab “Kiri”. Karena itu, saya yakin bahwa jalan yang benar adalah ke arah kanan. Demikian penjelasan ‘Akang’.

“Ooo… begitu ya! Iya, iya, saya mengerti sekarang!” kata Mas Giman dengan senyum gembira.

Mereka berdua pun kembali melanjutkan perjalanan, mengambil jalan yang arah kanan. Hingga sampailah mereka ke tempat yang dituju. Dengan segera ‘Akang’ pun menyampaikan kebingungannya pada sang kyai. Setelah mengetahui duduk persoalannya, sang kyai pun berfatwa.

“Pilihlah pasangan yang paling kanan!” demikian fatwanya. Sayang ‘Akang’ tak mendapat penjelasan lebih lanjut sebab sang kyai lebih tertarik ngobrol ke sana ke mari dengan ‘Akang’ dan kawannya. Tetapi, walau begitu, ‘Akang’ mengerti pasangan mana yang hendaknya ia pilih.

Setelah segala sesuatunya beres, ‘Akang’ dan Mas Giman kembali pulang. Di perjalanan, Mas Giman bertanya ke ‘Akang’.

“Akang, maksud kyai itu apa sih? Pasangan yang paling kanan itu siapa?”

“Ooo.. itu, sebetulnya saya juga bingung sih! Tapi, kalau secara matematis, yang paling kanan itu diartikan sebagai susunan nomor urut dan bila nomor urut itu menyatakan bilangan-bilangan pada garis bilangan, maka saya mengerti, saya tahu maksud sang kyai!” jelas ‘Akang’ sambil meneruskan perjalanan.

Sayang Mas Giman masih belum mengerti penjelasan ‘Akang’. Namun, Akang’ tak mau menjelaskan secara eksplisit apa yang baru saja dijelaskannya. Dengan bijak, secara tak langsung, ‘Akang’ tak mau mempengaruhi pilihan Mas Giman pada pemilu Gubernur mendatang. Dia sengaja memberi penjelasan tak gamblang, untuk memberi kesempatan pada Mas Giman menentukan pilihan sesuai kehendaknya.

Buat Warga Prov. Bengkulu tercinta khususnya ORANG RANTAU yang terpinggirkan....

Tidak ada komentar: