---------------> IMAH PANGANCIKAN RAGA, BASA PANGANCIKAN RASA, SUNDA PENGANCIKAN KULA<----------------- SUKABUMI : Jalan Pelabuhan Gang Sejahtera IV No. 44 CIPOHO-SUKABUMI 43142 PROPINSI JAWA BARAT, (ALAMAT SEKARANG DI BENGKULU : Jalan Batang Hari VI NO. 8 KUALA ALAM - PADANG HARAPAN - KOTA BENGKULU - PROVINSI BENGKULU
ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH
WILUJENG SUMPING
Minggu, 13 Desember 2009
Indonesia Belum Siap
Liberalisasi Penerbangan Dilaksanakan pada 2015
Jakarta, Kompas - Indonesia akan meminta tidak terlibat penuh dalam liberalisasi penerbangan di Asia Tenggara untuk melindungi kepentingan penerbangan nasional. Indonesia akan mempersiapkan diri terlebih dahulu sebelum terlibat penuh dalam liberalisasi penerbangan.
Demikian disampaikan Menteri Perhubungan Freddy Numberi di Jakarta, Sabtu (12/12). ”Jika Indonesia tidak siap menghadapi open sky policy di Asia Tenggara, angkutan udara di negara ini justru akan dilayani mereka (maskapai asing). Kini, kita harus serius mempersiapkan diri dahulu,” ujarnya.
Freddy menegaskan, apabila semua bandara internasional yang ada di Indonesia dibuka untuk maskapai asing, Indonesia adalah pihak yang dirugikan.
”Singapura hanya punya 1 bandara, Malaysia 6 bandara, kita mempunyai 26 bandara internasional,” ujar Menhub.
Freddy mengkhawatirkan, bila jumlah bandara yang boleh didarati maskapai asing tidak dibatasi, maskapai nasional akan diempas oleh kedatangan maskapai asing.
”Belum lagi maskapai-maskapai di regional ini dikenal kuat di dunia penerbangan, seperti Singapura Airlines, AirAsia, Thai Air,” ujarnya.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Dephub Herry Bakti, pemerintah segera menerbitkan Keputusan Menhub tentang jumlah bandara yang siap untuk liberalisasi penerbangan (open sky policy). ”Mungkin tiga atau lima bandara yang siap,” kata Herry.
Juru Bicara Dephub Bambang S Ervan mengatakan, sebelum mengikuti liberalisasi penerbangan, pemerintah akan meningkatkan daya saing perusahaan penerbangan dan kapasitas tampung bandar udara.
Liberalisasi penerbangan di Asia Tenggara diberlakukan mulai tahun 2015. Liberalisasi berlaku untuk pesawat penumpang ataupun angkutan kargo.
Diharapkan, dengan liberalisasi penerbangan itu, persaingan di antara para pengelola maskapai tumbuh sehingga pelayanan membaik dan harga tiket pesawat bisa lebih murah.
Namun, riset lembaga penelitian Australia, Monash Pty Ltd, menunjukkan adanya dampak negatif liberalisasi penerbangan di suatu kawasan. Hal itu, antara lain, berupa perang tarif, ketidakadilan karena masih ada maskapai yang disubsidi pemerintah, dan kompetisi yang mendorong pengurangan pegawai.
Negara seperti Indonesia dengan Garuda Indonesia, Malaysia dengan Malaysia Airlines (MAS), atau Thailand dengan Thai Air, diharapkan Monash Pty Ltd, berlaku transparan saat menyubsidi maskapai nasionalnya. Hal ini untuk menciptakan persaingan yang sempurna dan menguntungkan konsumen.
Liberalisasi penerbangan, antara lain, dilakukan di Uni Eropa dan Kepulauan di Samudra Pasifik. Adapun liberalisasi penerbangan yang dikenalkan di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia belum disambut positif karena dikhawatirkan terjadi persaingan tidak sempurna akibat subsidi ”terselubung” dari negara ke maskapai tertentu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar