Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Jumat, 03 Desember 2010

Kabar Terakhir Sultan SBY


Jakarta, Opini publik atas Statement SBY tentang Yogyakarta sudah terlanjur terbentuk, herannya kok bisa ya seorang pemimpin sekelas SBY tidak mengenali karakteristik masyarakat Indonesia, padahal yang memilihnya adalah rakyat! Apa memang fenomenanya sudah demikian? Sudah bukan hal tabu lagi bagi seorang pemimpin untuk asal ceplas-ceplos tanpa mempedulikan nurani rakyat??

Kami bawakan untuk Anda kabar terakhir seputar SBY dan Sultan yang terlihat seperti bagai sebuah perseteruan,…
Jogja Galang Kekuatan Lawan SBY

KECAMAN terhadap Presiden SBY terkait wacana tak ada sistem monarki di Jogjakarta terus memanas. Sebagian warga Daerah Istimewa Jogja (DIJ) menolak digelarnya pemilihan gubernur (pilgub). “Kita minta SBY mencabut pernyataannya dan secara kesatria minta maaf kepada rakyat Jogja,” pinta Sekjen Gerakan Semesta Rakyat Jogja (Gentaraja) Aji Bantjono di Gedung DPRD DIJ, Rabu (1/12).

Dengan nada berapi-api, Aji juga menginformasikan sedang menggalang kekuatan untuk melawan SBY dan pemerintah pusat yang hendak memaksakan pilgub. Gentaraja mengklaim telah membawahi 60 elemen masyarakat. Mereka siap turun ke jalan dan ngeluruk ke Jakarta. “Kita sedang menggalang kekuatan melawan SBY,” tegasnya.

Tak hanya Gentaraja yang menyuarakan kritikan terhadap pemerintahan SBY yang “dinilai lamban menuntaskan RUUK DIJ. Perangkat desa yang tergabung dalam Paguyuban Dukuh Semar Sembogo dan Paguyuban Lurah Desa Ismoyo juga menyampaikan aspirasi senada. Dalam aksi itu, mereka membawa berbagai poster dan spanduk. Tiga spanduk besar dibentangkan di teras gedung dewan.

Di antaranya bertuliskan, DPRD Wakil Rakyat, Dukung Pemilihan 2014 Tamat, Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Harga Mati dan “Siap Berkorban Bela Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur. Sedangkan “poster yang dibawa peserta aksi bertuliskan, Tanpamu Kami Bisa, Bersatu Kita Istimewa Bercerai Siapa Takut, Istimewa Atau Merdeka dan “Hargai Sejarah Wahai SBY. Lalu “Ada Apa Dengan SBY?”, “Hargai Kawula Jogjakarta” dan “Referendum untuk Harga Diri.”

Ketua Semar Sembogo Sukiman Hadi Wijoyo menyampaikan lima tuntutan kepada dewan. Sebagai wakil rakyat DPRD didesak menyamakan persepsi soal cara pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur dengan cara penetapan. “?Tak ada pemilihan gubernur dan wakil gubernur baik secara langsung atau lewat DPRD,” desak pria yang mendapat gelar dari KGPAA Paku Alam IX, Mas Ngabehi Hadi Sudiro ini.

Untuk menguatakan aspirasi penetapan, Sukiman minta segera diadakan sidang paripurna istimewa. Hasil dari paripurna istimewa itu secepatnya diserahkan ke Presiden RI dan DPR RI. Semar Sembogo juga wanti-wanti agar dewan tidak menganggarkan dana pilgub. “Tidak ada dan tidak perlu ada (anggaran pilgub),” ucap dukuh di Desa Sidorejo Godean Sleman ini.

Kepada SBY, para dukuh minta agar draf RUUK diubah dari pemilihan menjadi penetapan. Konsep pemilihan kepala daerah maupun Parardhya, di mata Sukiman dan rekan-rekannya tak cocok “dengan rakyat Jogja. “Memaksakan pilgub bukan demokrasi tapi otoriter,” kecamnya.

Sedangkan Ketua Ismoyo Mulyadi menuntut agar RUUK diselesaikan pada awal 2011 ini. Sama seperti Semar Sembogo, DPRD DIJ didesak menggelar sidang istimewa untuk menetapkan HB X dan PA IX sebagai gubernur dan wakil gubernur pada Desember 2010 ini. “Kalau ada pemilihan gubernur kami akan boikot,” ancamnya.

Kemarin, aksi demo propenetapan itu sempat diwarnai insiden. Itu terjadi saat Mulyadi berusaha menjemput Ketua DPRD DIJ Yoeke Indra Agung Laksana. Saat itu, Mulyadi didampingi Agung Murhanjanto berusaha masuk ruang Komisi A yang sedang menggelar rapat membahas redesain APBD 2011 untuk bencana Merapi. Niat Mulyadi dan Agung itu dihadang beberapa anggota polisi. Keduanya terlibat dorong mendorong dengan polisi. “Sambil mundur dan berdiri di tembok, Mulyadi lantas berteriak, “Ketua Dewan keluar. Ayo kita masuk.”

Suasana ini menimbulkan kegaduhan. Polisi kemudian merangsek dan berhasil menggiring keduanya menjauh dari ruang Komisi A. Mulyadi dan Agung kemudian kembali ke lokasi aksi demo. Di lokasi tampak anggota FPDIP Totok Hedi Santoso. Oleh beberapa peserta aksi, Totok sempat dikira ketua dewan. Ia pun kemudian didaulat berorasi memberikan keterangan.

Mantan ketua DPC PDIP Sleman ini lantas menjelaskan posisinya sebagai anggota dewan dan bukan ketua dewan. “Pimpinan dewan sedang rapat koordinasi membahas penanganan bencana Merapi. Bukan kapasitas saya menghadirkan pimpinan dewan ke sini,” elaknya.

Sebelum suasana bertambah panas, Yoeke didampingi tiga wakil ketua dewan, Kol (purn) Sukedi, Janu Ismadi dan Tutiek Masria Widyo terlihat datang. Massa pun dipersilakan masuk untuk melakukan dialog. Menyikapi tuntutan agar dewan menggelar rapat paripurna istimewa, Yoeke mengatakan akan membahasnya sesuai mekanisme dewan. Ia akan berembug dengan pimpinan dewan dan pimpinan fraksi. “Akan kita tindak lanjuti aspirasi ini,” janjinya.

Suasana dialog sempat riuh saat Sukedi yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat (FPD) diberi kesempatan bicara. Dia mengatakan dewan akan mendengar aspirasi dari masyarakat dan bukan “kelompok apalagi massa partai. “Kalau partai silakan ke fraksi-fraksi,” sarannya.

Pernyataan mantan Dandim Kota Jogja itu spontan mengundang reaksi salah satu peserta aksi Widihasto Wasana Putro. Ia minta Sukedi mengklarifikasi. Sukiman lantas menerangkan maksud singkatan partai PDI. “PDI itu “maksudnya Partai Dukuh Indonesia,” terangnya. Setelah menyampaikan aspirasi ke pimpinan dewan, massa kemudian membubarkan diri dengan tertib.
Malam Ini Sultan-SBY Bertemu

Banyak kalangan menilai hubungan antara Presiden SBY dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku Gubernur Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY), merenggang paskapernyataan tentang monarki yang tidak sesuai demokrasi. Namun SBY telah memastikan bahwa antara dirinya dengan Sri Sultan tidak terjadi konflik apapun.
Bahkan malam ini, rencananya Presiden SBY dan Sri Sultan Hamengkubuwono X, akan bertemu Namun dipastikan pertemuan tersebut bukanlah membahas tentang berbagai isu yang memanas akhir-akhir ini antara Presiden SBY dengan Gubernur DIY, melainkan pertemuan resmi kenegaraan dalam rangka memberikan penghargaan dan tanda jasa kehormatan dari negara.

“Nanti malam saat acara hari peringatan Hari Guru. Direncanakan akan ada penyematan tanda jasa dengan nama Satya Lencana pembangunan bidang pendidikan oleh Presiden kepada Gubernur Jawa Tengah dan Gubernur DIY, yang dinilai patut mendapatkan penghargaan tersebut,” demikian isi pesan singkat dari juru bicara Presiden, Julian Pasha pada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (2/12).

Namun tidak ada keterangan lebih lanjut apakah Presiden akan menggelar pertemuan khusus dengan Sri Sultan setelah acara penyerahan tanda jasa itu. Sebab, yang menerima bukan hanya dua Gubernur saja.

“Selain Gubernur, yang mendapat penghargaan bersama dengan tujuh Bupati dan Walikota lain. Di samping itu juga akan ada 10 orang guru dan kepala sekolah yang juga akan mendapatkan Satya Lencana Pendidikan,” kata Julian.
Klarifikasi Presiden Dinilai Tak Selesaikan Masalah

Wakil Ketua DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta mengatakan, klarifikasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait dengan penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, tidak menyelesaikan masalah. Menurutnya, apa yang disampaikan SBY hanya memaparkan tentang latar belakang pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY.

“Saya kira klarifikasi Presiden tentang keistimewaan Yogyakarta normatif. Karena, yang dijelaskan (adalah) background penyusunan Undang-Undang tersebut. Akan meredakan masalah, tapi tidak menyelesaikan masalah,” kata Anis Matta, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (2/12).

Anis yang juga adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKS itu, menilai bahwa pernyataan SBY hanya meredakan masalah terkait dengan reaksi terhadap persoalan monarki (sehubungan) sistem pemerintahan DIY. “Menurut saya, pidato Presiden meredakan situasi, tapi tidak menyelesaikan masalah. Kecuali (jika) dalam draft (RUUK) disebutkan Gubernur Yogyakarta ditetapkan, bukan pemilihan, itu selesai. Jadi klarifikasi tersebut adalah klarifikasi personal,” tukasnya.

Disebutkan Anis pula, bahwa pernyataan SBY masih bersifat terbuka, sehingga mengundang perdebatan tentang (opsi) penetapan atau pemilihan Gubernur DIY. “Masalahnya kan, masyarakat Yogyakarta meminta menetapkan turunan dari keraton yang mendapatkan tempat dalam sistem ketatanegaraan kita. Secara personal (Presiden) setuju, tetapi dengan penetapan Sultan dan sesudahnya, kita tidak mendengar yang eksplisit seperti itu,” pungkasnya.
Sultan Enggan Berdebat dengan Presiden

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X enggan menanggapi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjelaskan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY. “Saya tidak mau berkomentar pidato tadi siang,” kata Sultan di Jakarta, Kamis (2/12).

“Saya sudah bilang itu tidak baik bagi pejabat entah itu Sultan apa itu gubernur apalagi dengan Presiden berdebat,” ujarnya. Sultan mengatakan ia telah cukup mengeluarkan pernyataan yang bersifat substansial dan karena itu tidak ingin berbicara lagi menanggapi polemik RUU DIY.

“Jadi saya tidak akan pernah lagi mau untuk berkomentar, apalagi berdebat dengan Presiden, itu tidak baik, sama pemimpin itu tidak boleh. Pernyataan saya secara substansial sudah saya sampaikan, ya sudah itu. Jadi mohon maaf saya tidak mungkin akan berkomentar lagi,” katanya.

Sultan hadir dalam peringatan hari guru nasional dan HUT ke-65 PGRI untuk menerima penghargaan Satya Lancana Pembangunan di bidang pendidikan dari Presiden Yudhoyono. Selain Sultan, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo beserta tujuh bupati/walikota mendapatkan penghargaan serupa.

Tujuh bupati/walikota itu adalah Bupati Sleman, Bupati Buol, Bupati Kudus, Bupati Demak, Bupati Bangka, Bupati Jayapura dan Walikota Pekanbaru. Penghargaan Satyalancana juga diberikan Presiden yang hadir mengenakan batik seragam PGRI kepada empat guru, empat kepala sekolah, dan dua orang pengawas berprestasi.
Gubernur D.I.Y Harus Dipilih Langsung !!!

Setelah menggelar sidang kabinet paripurna yang membahas Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta atau RUUK DIY selama tiga jam, pemerintah akhirnya memutuskan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta harus dipilih melalui mekanisme pemilihan umum sesuai dengan yang diamanatkan UUD 1945.
Sri Sultan dan Pakualam kami tempatkan sebagai orang nomor satu di wilayah itu dengan segala hak-hak dan keistimewaannya.
UUD 1945 mengamanatkan kepala daerah dipilih secara demokratis. Selanjutnya, RUUK DIY ini akan diteruskan ke DPR RI. Demikian disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (2/12/2010).

“Sementara Sri Sultan dan Pakualam kami tempatkan sebagai orang nomor satu di wilayah itu dengan segala hak-hak dan keistimewaannya,” kata Djoko kepada para wartawan.

Pada kesempatan tersebut, Djoko didampingi Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar.

Hak-hak dan keistimewaan tersebut, kata Djoko, akan dirumuskan kemudian. Calon kepala daerah Yogyakarta juga diharapkan mendapatkan restu dari Sultan ketika hendak mencalonkan diri.

Lantas, bagaimana jika Sultan hendak mencalonkan diri sebagai gubernur? “Rumusannya nanti. Ini masih diolah, makronya seperti itu. Nanti teknisnya masih ada,” kata Djoko.

Terkait rumusan kata per kata, kata Djoko, hal ini akan dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kesekretariatan Kabinet. Rumusan ini juga terbuka akan diskursus dan kompromi ketika dibahas di DPR. Rumusan ini juga akan memerhatikan aspirasi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Seperti diberitakan, dalam penjelasannya berkait keistimewaan DIY sebelum rapat kabinet, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, secara pribadi dirinya menilai untuk saat ini Sri Sultan adalah yang paling tepat untuk memimpin DIY. Namun, hasil rapat kabinet ternyata menyebutkan bahwa Gubernur DIY harus melalui pemilu.

[ JPNN | Liputan 6 | Kompas ]

Tidak ada komentar: