Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Rabu, 15 Desember 2010

Kampanye Murah Ala Politisi Jepang


BARU-baru ini warga Kota Nagoya yang terletak di Prefektur Aichi, Jepang Tengah, mengadakan pemilihan wali kota baru. Suasananya tidak seramai pemilihan kepala daerah, pemilu legislatif, ataupun pemilu presiden di Indonesia. Hanya sedikit poster di kereta ataupun di tempat umum yang mengajak warga untuk datang ke tempat pemilihan guna menyampaikan langsung aspirasinya di tempat pemungutan suara.

Para calon merupakan perwakilan atau personal yang mendapat dukungan dari partai politik yang ada di Jepang. Ada lima partai besar dan enam partai kecil yang mengisi kursi Dewan Perwakilan di Jepang. Dan ada dua partai yang selalu berada di posisi atas, yaitu Jiyuu Minshuto atau Liberal Democratic Party (LDP) dan Minshuto atau Democratic Party (DP).

LDP mendominasi suara hingga pemilu 2005 dan pada pemilu 2007, LDP kalah telak dengan perolehan suara yang merosot hingga 70 persen. Kekalahan ini terutama disebabkan pergantian berulang kali perdana menteri dari LDP sepeninggal PM Koizumi dan juga prestasi yang kurang baik dari menteri-menterinya.

Para calon wali kota Nagoya adalah Masahiko Hosokawa (LDP), Takashi Kawamura (DP), Yoshiro Ota, yang didukung oleh Partai Komunis Jepang, dan Katsuaki Kuroda, yang merupakan mantan pegawai negeri.

Kawamura memenangi pemilihan dengan memperoleh suara 58 persen lebih dari total pemilih yang meningkat tajam jumlahnya pada pemilihan 2009. Pemilihan sebelumnya hanya diikuti kira-kira 27 persen dari total pemilih, dan tahun ini terjadi lonjakan sebesar hampir dua kali lipat. Kemenangan ini juga merupakan kesuksesan yang diperoleh Partai Demokrat setelah selama 32 tahun LDP selalu berjaya dalam pemilihan wali kota Nagoya.

Kemenangan Kawamura tampaknya karena dia lebih populer di mata warga Nagoya terutama para pemilih utama, yaitu kalangan tua. Program yang diajukannya pun, sekalipun masih dipertanyakan implementasinya ke depan, sangat menyentuh keinginan sebagian besar warga, yaitu penurunan pajak.

Kawamura merencanakan penurunan pajak di Kota Nagoya sehingga menjadi yang terendah di seluruh Jepang. Juga beberapa rencana lainnya yang hendak menjadikan Nagoya sebagai wilayah/kota nomor satu di Jepang.

Terlepas dari programnya yang muluk-muluk, menarik untuk dicermati langkah yang ditempuh Kawamura saat berkampanye. Kampanye di Jepang tidak seramai di Indonesia. Tidak ada pengumpulan massa besar-besaran, sebab prinsipnya adalah kampanye boleh berlangsung asalkan tidak mengerahkan massa besar-besaran.

Secara umum pola kampanye di Jepang adalah menyewa mobil kampanye dan berkeliling sambil menyosialisasikan diri dan visi-misinya, atau berpidato di dekat stasiun atau di taman kota dengan hanya dibarengi oleh sekitar 5-10 orang pendukung, atau yang paling merakyat adalah naik sepeda atau jalan kaki keliling kota.

Cara terakhir itulah yang ditempuh oleh Kawamura, yang memungkinkannya untuk lebih leluasa berkomunikasi, menjabat tangan warga yang ditemuinya sepanjang jalan. Sekalipun didukung oleh Partai Demokrat, Kawamura tidak membawa umbul-umbul partai. Dia hanya memasang sebuah tiang umbul-umbul di belakang sepedanya bertuliskan kata honnin yang berarti pribadi bersangkutan.

Langkah kampanye seperti ini selain ekonomis juga sangat praktis dan efektif jika dilihat dari sudut kemudahan membangun komunikasi dengan rakyat. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar penduduk Jepang adalah kelompok usia tua, dan merekalah yang lebih aktif berpartisipasi dalam pemilu.

Kebiasaan lama orang-orang tua Jepang, yaitu keluar rumah dan berjalan-jalan di sekeliling areal perumahan, merupakan momen yang secara jitu dibaca oleh Kawamura. Kampanye Pak Kawamura selain murah, antikeramaian dan kemacetan, juga sangat menyehatkan. Apakah politisi Indonesia ada yang tertarik mencoba kampanye seperti ini? (*) sumber ; Tribun Jawa Barat

Tidak ada komentar: