Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Senin, 30 Agustus 2010

MANAJEMEN

Manajemen Kelembagaan BKB Dalam Peningkatan Angka Partisipasi Pendidikan Anak Usia Dini
1. Manajemen
Sebelum menjelaskan tentang pengertian manajemen, perlu disepakati bahwa manusia itu mempunyai keterbatasan dan mempunyai keunikan serta kekhasan dalam berprilaku, bahkan mempunyai keunggulan tertentu sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Jadi jelaslah bahwa manusia itu adalah makhluk individu dan juga sekaligus makhluk social.
Secara individu manusia itu digerakan oleh motif yang didorong oleh factor intrinsic, dan naluri untuk memenuhi kebutuhannya yang menurut Abraham maslow tingkatan kebutuhan manusia itu dikatagorikan pada basic need, security need, actualitation. Sedangkan secara social manusia memenuhi kebutuhannya didorong oleh factor ekstrinsik sehingga memerlukan lingkungan yang bisa menunjang untuk mengembangkan potensi dirinya.
Karena antara kebutuhan dan kemampuan itu selalu ada gap, yaitu disatu sisi kebutuhan tidak terbatas sedangkan kemampuan itu terbatas, maka setiap sumber itu harus dikelola secara efesien dan efektif. Disinilah orang mulai berhimpun untuk mencari solusi pemecahan masalah bersama demi kepentingan bersama. Maka muncul pengertian manajemen. Yang menurut Nanang Fatah (1996 :1) “manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi”. Dengan demikian boleh dibilang bahwa manajemen itu suatu pola kerja yang meliputi berbagai subsisten yang saling berhubungan diarahkan dalam rangka pencapaian tujuan bersama dari orang-orang yang terikat dalam ikatan formal, non formal ataupun informal.
Dengan semakin kompleknya permasalah setiap individu yang memainkan berbagai fungsi dalam kurun waktu yang bersamaan di tempat yang berlainan dengan kepentingan yang beraneka ragam, maka di era global muncul berbagai ilmu manajemen terapan, bahkan bermunculan master management, sepeti halnya dibidang SDM, Pemasaran, perbekalan, strategi, pembiayaan, sarana, bahkan dibidang pendidikan yang dibantu oleh berbagai cabang ilmu seperti halnya ekonomi, sosiologi, politik, matematik, komunikasi, psikologi, pertahanan, keamanan, kesehatan dan disiplin ilmu lainnya.
Dari beberapa perkembangan pengertian dan pemahaman tentang manajemen, maka penulis menawarkan definisi operasional pengertian dari “manajemen itu merupakan ilmu dan seni mengelola sumber daya secara efesien dan efektif melalui kerjasama orang lain untuk mencapai tujuan bersama secara sistemik, dengan pembagian fungsi dan tugas yang rasional antara atasan dan bawahan sesuai proporsinya masing-masing”. Oleh kerena itu diperlukan kelembagaan yang diakui oleh masing-masing pihak yang mempunyai komitmen untuk melakukan kerjasama.
2. Kelembagaan
Yang namanya kerja sama bisa dipastikan lebih dari dua orang. Bila anggota dari masing-masing individu bersepakat berkerja sama jumlahnya semakin bertambah. Maka ada kecenderungan membentuk sebuah organisasi secara formal, sehingga masing-masing fihak yang beraktivitas mempunyai tanggunggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan, mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan disaat ada persoalan yang dihadapi dalam pencapaian tujuan. Disinilah muncul sebuah resiko. Makanya untuk meminimalisir suatu resiko diperlukan pendelegasian wewenang dengan diimbangi pertanggung jawaban disaat pemeriksaan/penyampaian laporan, hal ini supaya mutu bisa terjamin secara konsisten.
Dengan semakin kompleksnya hubungan kerja sama, diperlukan pengaturan dan koordinasi secara terintegrasi dalam sebuah struktur formal, maka muncul sebuah kelembagaan yang saling memberi makna. Jadi pengertian “kelembagaan itu bisa dimaknai sebuah bentuk organisasi formal untuk pencapaian tujuan bersama didalamnya tedapat hubungan interaksi yang teratur dan terkoordinasi secara integral pada suatu kelompok orang yang disebut atasan dan sekelompok orang yang disebut bawahan dengan masing-masing fihak mampu meminimalisir resiko dari sebuah wewenang dan tanggung jawab yang di emban.” .
Kalaulah dalam struktur pemerintah itu dikenal dengan istilah lembaga pemerintah dalam bentuk departemen, juga ada yang termasuk dalam lembaga pemerintah non departemen, ada yang bergerak dibidang public services ada juga yang bergerak pada public good. Sedangkan ditengan-tengah masyarakat ada pula yang bergerak pada lembaga social kemasyarakatan dan organisasi nir laba. Sedangkan yang dimaksud kelembagaan dalam tulisan ini adalah “Organisasi formal yang dibentuk untuk mencapai tujuan bersama, di dalam-nya terdapat hubungan interaksi yang teratur dan terkoordinasi secara integral pada kelompok orang yang bersepakat mengembang tanggung jawab secara kolektif antara, ketua, anggota dan customer sehingga terdapat keseimbangan antara hak, kewajiban dan tanggung jawab bersama”. Masing-masing pihak memberikan kontribusi sesuai dengan kapasitasnya. Maka seluruh potensi yang dimiliki bisa diekploitasi dan diekplorasi menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat menjadi sebuah keberdayaan yang diberdayakan bersama sehingga semua fihak merasa untung dan diuntungkan.
Konsepsi kelembagaan seperti itu sangatlah tepat digulirkan pada era global, karena semua fihak harus mempunyai daya saing dan daya sanding yang mampu bersama-sama eksis tanpa ada yang merasa ditindas untuk mengekpresikan inovasi dan kreativitasnya secara demokratis dengan menghargai Hak Azasi Manusia yang menjadi kesepakatan bangsa di dunia dewasa ini. Apalagi didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus melaju dalam hitungan detik, sekon seperti kecepatan sebuah cahaya kilat membelah awan
menjadi cucuran hujan yang mampu menyuburkan bumi dan alam semesta ini. Dirasakan laksana sebuah surga firdaus yang dianugrahkan dari Allah SWT bagi mahluk ciptaan-Nya.
3. Bina Keluarga Balita
Program yang digulirkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Nasional diberbagai tingkatan untuk memberikan pengetahunan dan pemahanan pada keluarga yang mempunyai bayi dibawah lima tahun supaya terbiasa mengikuti pendidikan sepanjang hayat melalui pembinaan tumbuh kembang anak, baik melalui gerak halus maupun gerak kasar.
Berdasarkan penelitian UNESCO diartikan bahwa BKB adalah “pendidikan orang tua, kegiatan untuk anak juga ditawarkan selama pertemuan”. Karena salah satu pelayanan PAUD adalah Bina Keluarga Balita maka fungsi keluarga sangat strategis, yaitu “Keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pertama, sebab dalam lingkungan inilah pertama-tama anak mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan, dan latihan. Keluarga bukan hanya menjadi tempat anak diasuh dan dibesarkan, tatapi juga tempat anak hidup dan dididik pertama kali. Apa yang diperolehnya dalam kehidupan keluarga, akan menjadi dasar dan dikembangkan pada kehidupan-kehidupan selanjutnya. Kelurga merupakan masyarakat kecil sebagai prototipe masyarakat luas. Semua aspek kehidupan masyarakat ada di dalam kehidupan keluarga. Seperti aspek ekonomi, social, politik, keamanan, kesehatan, agama, termasuk aspek pendidikan. ( Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, 2008: 27)
Pada kenyataannya tidak semua keluarga tergolong pada keluarga sejahtera, bahkan dalam segmentasinya ada yang termasuk katagori kelurga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, kelurga sejahtera II, keluarga sejahtera III dan keluarga sejahtera III plus. Bagi keluarga sejahtera II dan keluarga sejahtera III bisa dipastikan dalam menghadapi persoalan tumbuh kembang anak balitanya biasa dan terbiasa berkonsultasi pada dokter, bidan ataupun pada psikolog. Bahkan untuk memberikan pendidikan di usia dini, mereka memasukannya kepada TK, RA, Kelompok Bermain atau home care dengan berbagai jenis seperti home schooling atau TK terpadu atau mutiar bunda dengan biayanya sangat mencengangkan.
Namun bagaimana dengan anak balita dari golongan ekonomi lemah dalam katagori keluarga pra sejahtera, apa bisa terlayani dan diberi perlakuan yang sama? Dimana posisi pemerintah untuk menangani hal seperti itu? Bentuk lembaga seperti apa yang bisa mengakses dan memberikan pelayanan bagi pendidikan anak usia dini dari golongan masyarakata pra KS. Sedangkan komitmen dunia bahwa pendidikan itu untuk semua ( education for all ) bahkan pelayanan pendidikan anak usia dini harus berpihak pula pada orang miskin. Maka bina keluarga balita merupakan sebuah alternative yang perlu dikembangkan dalam memberikan harapan pada masyarakat miskin untuk menikmati masa “golden age period” bagi putra putrinya.
Namun sayangnya ada sebuah informasi yang tidak tuntas dan tidak utuh yang sampai kepada masyarakat, sehingga disaat ada program yang gencar dari Direktoran PAUD dengan berbagai fasilitas yang diberikan. Maka pengertian PAUD menjadi bias, karena dimaknai oleh banyak kalangan bahwa PAUD itu adalah suatu program bantuan dari pemerintah untuk mendirikan lembaga pendidikan sebagai pengganti TK atau RA. Bahkan dipihak lain kelahiran PAUD diasumsikan sebagai pesaing dari TK dan RA yang sudah lama berdiri.
Padalah menurut pengertian yang di sampaikan UNESCO dalam laporan penilitiannya tahun 2005 dinyatakan bahwa PAUD itu meliputi ( TK, RA, KB, TPA, BKB, dan SD kelas I di awal tahun ). Informasi ini kurang populer di tengah masyarakat sehingga Taman Kanak-kanak diasumsikan untuk golongan ekonomi menengah ke atas, Raudhotul Atfal diperuntukan bagi masyarakat Islam, Kelompok Bermain diperuntukan bagi golongan orang kaya, Tempat Penitipan Anak diperuntukan bagi anak dari Wanita Karir, Bina Keluarga Balita diperuntukan bagi keluarga miskin dan SD kelas I awal bagi masyarakat yang tidak bisa melewati TK, RA, KB, TPA atau BKB. Maka wajar bila Angka Partisipasi Kasar PAUD masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan APK SD, APK SMP ataupun APK SMA.
4. Peningkatan Angka Partisipasi Kasar.
Untuk mengetahui peningkatan angka partisipasi kasar harus mempunyai data base tentang jumlah penduduk menurut jenjang usia. Bahkan lebih baik bila dipilah menurut jenis kelamin sehingga dari data dasar itu bisa dihitung berapa pertumbuhannya setiap tahun. Apa ada peningkatan, atau ada penurunan. Sehingga salah satu upaya untuk mengetahui jumlah penduduk menurut jenjang usia selalu dilakukan pendataan keluarga oleh BKKBN dan di daerah dilakukan oleh lembaga yang membidanginya seperti halnya Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana.
Walaupun akurasi dan pengakuan dari pemerintah ataupun stakeholder tentang validitas hasil pendataan keluarga yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana tidak banyak dilirik. Tapi disuatu saat akan ada manfaatnya dalam mengukur peningkatan angka partisipasi kasar pendidikan anak usia dini, apabila seluruh penyelenggaraan pendidikan anak usia dini di TK, RA, KB, TPA ataupun BKB dan SD kelas I awal di tabulasikan setiap tahun dan di bandingkan dengan jumlah anak usia dini.
Dari data agregat itu akan diketahui peningkatan ataupun penurunan. Kemudian dari peningkatan dan penurunan itu akan bisa dilakukan langkah apa yang paling tepat sehingga diperoleh suatu strategi penanggulangan kemiskinan daerah melalui peningkatan partisipasi pendidikan baik secara kuantitas maupun kualitas. Kalaulah kuantitas dan kualitas penyelenggaraan pendidikan formal sudah baik dan berkualitas, maka sub system lainnya harus mendapat perhatian yang sama, apakah dijalaur nonformal ataupun informal. Karena hal itu yang diamanatkan
dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 bahkan di dalam UU nomor 23 tahun 2002 tantang perlindungan anak dan UU nomor 11 tahun 1999 tentang Kesejahteraan social, UU nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan ataupun UU nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
5. Pendidikan Anak Usia Dini
Kalau rajin mencermati tentang kesepakat Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua maka salah satu yang menjadi prioritas adalah Program ECCE (Early Childhood Care and Education) dari segi pengembangan pisik, pemikiran dan pergaulan social anak usia dini. Hal ini merupakan nutrisi sangat penting dalam usia ini sebelum masuk masa usia sekolah. ECCE memfokuskan pada pemberdayaan perempuan dalam mengawasi anak usia dini.
ISCED mendefinisikan usia dini tidak lebih dari tiga tahun. UNESCO 1997 mendefinisikan waktu belajar 2 jam perhari atau 100 hari pertahun. Program ECCE lebih maju bila di dukung oleh lembaga/intitusi yang berwenang menguji anak tiga tahun atau lebih. Peningkatan kualitas ECCE Sulit berkembang, baik konsep dan prakteknya, karena kurangnya informasi dari perkembangan dunia labih-lebih Negara berkembang yang memfokuskan pada pengembangan kawasan. Sedangkan bagian penting dari keberhasilan ECCE di tentukan oleh keadaan penduduk yang banyak terjadi di Negara berkembang dari kaum mariginal masyarakat pedesaan, urbanisasi, termasuk kesehatan lingkuangan menjadi isu yang tidak bisa dipisahkan dalam perkembangan pemikiran anak-anak.
Banyak teori mengemuka bahwa pendidikan anak usia dini merupakan masa “golden age period” bahkan menurut Unesco ” Pertama Pendidikan Anak Usia Dini adalah perkembangan anak secara menyeluruh atau seutuhnya. Persiapan anak untuk sekolah formal dipandang sebagai bagian integral dari perkembangan menyeluruh, bukan sebagai tujuan yang terisolasi. Kedua kebijakan pemerintah mengenai Pendidikan Anak Usia Dini harus memihak kepada yang miskin, memberikan ketidaksamaan sebagai prioritas. Ketiga Pendidikan Anak Usia Dini sebagai sarana meletakan pondasi untuk belajar sepanjang hayat, dan sebagai transisi dari rumah kepelayanan anak usia dini yang mana pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini ke sekolah harus mulus” ( Unesco, 2005 : 15). Pada dasarnya pendidikan anak usia dini tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hal ini menrutu Prof. Dr. Nana Syodih Sukmadinata bahwa ” ”Pendidikan dalam lingkungan masyarakat lebih bersifat terbuka. Bahan yang dipelajari dapat mencakup seluruh aspek kehidupan, dengan sumber belajarnya semua sumber yang ada dalam lingkungannya. Dalam lingkungan masyarakat, metode pembelajarannya mencakup semua bentuk interaksi dan komunikasi antar orang, baik secara langsung atau tidak langsung menggunakan media cetak, ataupun elektronika. Para pendidik dalam lingkungan masyarakat terdiri atas orang-orang dewasa, orang-orang yang mempunyai kelebihan yang dibutuhkan oleh peserta
didik, tokoh masyarakat dan para pemimpin formal maupun informal”. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2008 : 29)
Disinilah pendidikan anak usia dini akan dirasakan manfaatnya bila seluruh Keluarga mengharap tumbuh kembang anak berjalan normal ” Secara umum semua anak berkembang melalui urutan yang sama, meskipun jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya. Perkembangan mental anak terjadi secara bertahap dari tahap yang satu ke tahap yang lebih tinggi. Semua perubahan yang terjadi pada setiap tahap tersebut merupakan kondisi yang diperlukan untuk mengubah atau meningkatkan tahap perkembangan moral berikutnya.” (Aunurrahman, 2009:58). Mungkin para pembaca juga berpikir kenapa pendidikan anak usia dini harus dijadikan landasan meletakan pondasi pendidikan, kalau diibaratkan sebagai pematangan tanah untuk berdirinya sebuah bangunan yang kokoh dalam sebuah struktur pendidikan. Karena ada ” Dua tahap perkembangan yang dialami oleh setiap individu : tahap pertama disebut”heterenomous” atau tahap “realisme moral” dalam tahap ini seorang anak cenderung menerima begitu saja aturan-aturan yang diberikan oleh orang-orang yang berkompeten untuk itu. Tahap kedua disebut “Autonomous Morality” atau “ Independensi Moral” dalam tahap ini seorang anak akan memandang perlu untuk memodifikasi aturan-aturan untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.” (Aunurrahman 2009 :58)
Bila dikaji secara mendalam ternyata bayi atau anak pada usia tersebut di atas. Rawan bila tidak diarahkan secara baik dan telaten oleh orang tua. Disinilah Bina Keluarga Balita diperlukan kehadirannya. Untuk mengukur perkembangan keberhasilan pembelajaran. Walaupun secara matematis di usia balita sangat unik dan mungkin juga sulit. “Meskipun sulit untuk mengukur pembelajaran dan keberhasilan anak usia prasekolah, rutinitas harian mengajarakan kemandirian, kemampuan verbal, koordinasi motorik, dan mungkin yang terpenting, rasa percaya diri dan kasih sayang. Jika orangtua memarahi dan memukul dalam mendidik anak, anak prasekolah belajar bersikap negative terhadap diri sendiri dan kehidupan. Kalau orangtua merencanakan dan menyusun kegiatan harian anak, mereka cenderung membatasi ekplorasi anak dengan cara negatf. Rencana dan struktur yang disusun membuat pengasuhan lebih mudah dan memungkinkan orangtua untuk melihat perubahan anaknya dari hari ke hari”. (Sylvia Rimm 2003 :2)
Betapa dominannya pengaruh orang tua terhadap perkembangan anak balita yang termasuk katagori pra sekolah, atau dewasa ini, lebih dipopulerkan dengan istilah anak usia dini. Maka setiap orang tua harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap aktivitas yang dilakukan setiap bulan melalui kegiatan bina keluarga balita. “Orang tua memberi pengaruh yang besar bagi anak-anak pada tahun-tahun pertama. Selanjutnya sekolah, teman, dan media secara dramatis mempengaruhi sifat-sifat mereka selama usia sekolah. Jika di masa-masa anak diberi landasan yang kuat, kemungkinan untuk salah arah akan lebih kecil bagi mereka. Hati nurani diajarkan pada masa-masa awal tersebut” (Silvia Rimm, 2003 :28)
Bina Keluarga Balita sebagai salah satu model pembiasaan kepada orang tua untuk mengarahkan perkembangan anaknya pada setiap tahapan bisa pula dilakukan pada saat mengikuti pesta, karena menurut Sylvia Rimm “Biasanya pesta untuk anak-anak berusia tiga tahun melibatkan orangtua juga, agar mereka merasa aman. Pada usia empat tahun, anak sudah bisa ke pesta tanpa didampingi orangtua dan ini membuat mereka merasa lebih mandiri” (Sylvia : 2003 : 40)
Tugas orang tua sungguh sangat kompleks sehingga harus menemukan solusi ketika sikap anak sulit diduga, makanya untuk mengetahui teori kesipan belajar bagi keberlangsungan pendidikan anak usia dini perlu ada suatu program yang terintegrasi yang dipasilitasi secara sunggung-sungguh oleh semua pemangku kepentingan.

Tidak ada komentar: