Pendidikan agama berfungsi menanamkan keimanan pada diri anak sebagai bekal kehidupannya di masa depan. Keimanan adalah modal utama untuk mengembangkan apa yang disebut Dahner Zhohar sebagai Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient), yang juga disebut Howard Gardner sebagai salah satu dari ragam kecerdasan majemuk (multiple intelligence).
Kecerdasan spiritual tidak boleh dianggap remeh dalam kehidupan. Ia berfungsi sebagai semacam life-skill (kecakapan hidup) untuk membangun kehidupan berkualitas.
Namun, pendidikan agama bukan hanya tugas para pendidik (ulama, guru di sekolah, dll), melainkan juga tugas utama orangtua untuk anak mereka. Bahkan secara pedagogis, pendidikan agama sudah harus diajarkan sejak anak masih kecil. Orangtua yang menyadari pentingnya agama bagi perkembangan jiwa anak, dan bagi kehidupan manusia pada umumnya, akan berusaha menanamkan pendidikan agama sejak kecil sesuai dengan agama yang dianutnya. Sebagai umat Islam, tentunya kita percaya pada rukun iman dan juga rukun islam. Salah satu dari rukun Islam adalah berpuasa di bulan Ramadhan.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang dinanti-nanti oleh umat Islam. Banyak orang berlomba-lomba berbuat kebaikan untuk meraih pahala di bulan ini.
Tidak sedikit orangtua, terutama ibu-ibu, yang telah mendaftarkan anak-anak mereka mengikuti serangkaian kegiatan seperti pesantren kilat yang banyak diadakan, baik di sekolah atau pun di tempat-tempat tertentu. Tujuannya, agar anak benar-benar dapat memahami makna Bulan Ramadhan dan menambah ilmu agama.
Akan tetapi, tentu tidak mudah memberikan pemahaman keagamaan kepada anak-anak. Berbagai strategi khusus pun perlu dilakukan agar anak, terutama bagi mereka yang baru belajar berpuasa, memunyai kesan khusus dan mendalam pada Bulan Ramadhan.
Untuk itu, orangtua tidak hanya memerlukan pengalaman, melainkan juga pengetahuan mengenai tahapan perkembangan agama pada anak. Menurut Ernest Harms dalam The Development of Religious on Children, tahap perkembangan agama pada anak terbagi dalam 3 tingkatan yaitu:
1. The Fairy Tale Stage (Tingkat dongeng). Dimulai pada anak berusia 3-6 tahun. Konsep anak mengenai Tuhan pada tahap ini lebih banyak dipengaruhi oleh emosi.
Sesuai dengan tahap perkembangan kognisinya, pada tahap ini anak seakan-akan memahami konsep ketuhanan sebagai sesuatu yang kurang masuk akal.
Kehidupan pada masa ini lebih banyak dipengaruhi oleh kehidupan fantasi yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
2. The Realistic Stage (tingkat kenyataan). Dimulai sejak anak berusia 7-15 tahun. Pada tahap ini konsep ketuhanan anak sudah mencerminkan pada kenyataan. Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan pada anak dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Sehingga segala bentuk tindakan amal keagamaan akan diikuti dan anak juga tertarik untuk mempelajarinya.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu). Pada tahap ini, anak sudah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejak perkembangan usia mereka.
Selain itu, menurut J. Omar Brubaker M.A & Robert E. Clark Ed.D setiap masa aspek-aspek kerohanian ditandai dengan periode: 1. Masa tahun-tahun dasar; bayi dan kanak-kanak (0-2 tahun); 2. Masa Peniruan dan penemuan; pra sekolah (2-3 tahun); 3. Masa pengalaman-pengalaman baru; awal masa kanak-kanak (4-5 tahun). Dan 4. Masa dunia yang bertambah luas; pertengahan masa anak (6-8 tahun). (bersambung)
Lalu, bagaimana cara kita melatih anak usia dini untuk berpuasa? Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua dalam melatih anak usia dini berpuasa, yang disesuaikan dengan periodenya seperti yang disebut di atas:
1. Masa tahun-tahun dasar; bayi dan kanak-kanak (0-2 tahun). Disebut sebagai masa ketergantungan terhadap orangtua. Anak-anak kecil memperoleh tingkah lakunya hampir seluruhnya melalui pola peniruan. Walaupun mereka tidak mengerti arti perbuatan tersebut, mereka meniru apa yang dilihatnya dan belajar menentukan pola hidupnya untuk yang baik atau yang buruk.
2. Masa Peniruan dan penemuan; pra sekolah (2-3 tahun). Oleh karena ingatan anak-anak belum dapat diandalkan dan perbendaharaan katanya terbatas maka konsep harus diajarkan secara berulang-ulang dengan berbagai cara. Anak balita senang pengalaman ini. Mereka akan meniru orangtuanya, gurunya, kakaknya dan lainnya.
Berkaitan dengan tujuan kita, ada sejumlah trik yang dapat diterapkan:
• dalam melatih anak-anak berpuasa maka kita (orangtua) dapat mengingatkan anak-anak bahwa Bulan Ramadhan segera tiba. Ajak anak untuk mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan untuk beribadah, seperti sajadah, mukena, sarung, Al-quran, tasbih dll. Semua ini tidak harus baru, yang penting bersih dan suci.
• Perlu diingat, orangtua diharapkan mampu menjaga baik sikap maupun tingkah laku mereka di depan anak-anak mereka. Jangan suka berkata-kata kasar dan berbuat hal-hal yang membatalkan puasa. INGAT! Semua perilaku kita bisa ditiru oleh anak-anak. Percuma saja kan si anak sudah beribadah puasa dan semuanya hancur gara-gara perilaku orangtua?.
• Selain itu, orangtua bersama dengan anak-anak mencoba membuat suasana rumah yang menyenangkan ketika Bulan Ramadhan tiba. Misalnya, menghiasi atau mendekor rumah dengan aneka hiasan dinding atau gantung di kamar anak, seperti bentuk mesjid, bulan sabit, dan bintang.
• Saat sahur, buatlah makanan yang disukai anak, sehingga mereka akan menjadi bersemangat.
• Atau sesekali ajaklah anak mengantarkan makanan ke tetangga atau ke masjid sebelum berbuka puasa. Kegiatan yang menyenangkan akan membuat anak-anak semakin menyenangi Ramadhan.
3. Masa pengalaman-pengalaman baru; awal masa kanak-kanak (4-5 tahun).
Seorang anak dapat belajar mencintai Tuhannya sebagaimana ia belajar mencintai orang-orang dalam rumahnya. Begitu juga dengan belajar menyenangi puasa. Anak-anak belajar berpuasa berdasarkan contoh dari orangtua dan keluarganya. Jika kedua orangtua dan seluruh anggota keluarganya berpuasa, sang anak tentu juga akan terdorong untuk ikut berpuasa.
• Jika anak belum mampu berpuasa sebulan penuh, ajarkan dia untuk berpuasa setengah hari. Dalam Islam hal ini dibolehkan. Allah SWT. menyukai sikap tadarruj (bertahap). Kalau sudah mampu, pasti anak akan berpuasa satu hari penuh. Selain itu, kita bisa membuatkan agenda kegiatan untuk anak saat bulan Ramadhan. Tapi jangan lupa untuk melibatkan anak dalam penyusunan rencana itu. Tanyailah anak-anak sebelum Anda membuat keputusan.
• Bisa juga orangtua mengajak anak untuk mengumpulkan baju-baju dan mainan yang sudah tidak dipakai lagi untuk disumbangkan ke anak-anak yatim piatu. Hal kecil seperti ini akan melekat di benak anak.
4. Masa dunia yang bertambah luas; pertengahan masa anak (6-8 tahun)
Kemampuan anak untuk mengenal Tuhannya bertambah ketika dunia lingkungannya bertambah luas dan pengalamannya juga bertambah banyak. Anak memperoleh manfaat jika ia beribadah sesuai dengan tingkat pengertiannya sendiri.
• Pada periode ini, orangtua bisa mengajari anak mencapai target pada setiap ilmu yang mereka dapat dan mendiskusikan hasil belajar mereka dengan Ibu. Misalnya, pada hari pertama bulan Ramadhan anak tahu kalau shalat berjamaah di masjid akan banyak mendapat pahala. Pada hari kedua, anak mendapat ilmu baru lainnya, begitu juga di hari-hari selanjutnya. Jad, ilmu anak akan terus bertambah. Pada hari terakhir puasa, ajak anak mengevaluasi ibadah puasanya. Berapa kali batal puasa, apakah shalat tarawihnya lengkap? Lalu bagaimana dengan membaca Al-qurannya?
• Berikan motivasi kepada anak agar bulan Ramadhan tahun depan bisa lebih baik lagi.
• Terakhir, pada minggu-minggu menjelang lebaran, ajak anak membuat kue dan mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Semua kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik jika dibarengi dengan niat yang tulus ikhlas dari orangtua. Tentunya segala sesuatu memerlukan proses dan tidak bisa instan atau sekali jadi. Karena itu, marilah kita sama-sama belajar agar apa yang menjadi tujuan kita dapat tercapai dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar