---------------> IMAH PANGANCIKAN RAGA, BASA PANGANCIKAN RASA, SUNDA PENGANCIKAN KULA<----------------- SUKABUMI : Jalan Pelabuhan Gang Sejahtera IV No. 44 CIPOHO-SUKABUMI 43142 PROPINSI JAWA BARAT, (ALAMAT SEKARANG DI BENGKULU : Jalan Batang Hari VI NO. 8 KUALA ALAM - PADANG HARAPAN - KOTA BENGKULU - PROVINSI BENGKULU
ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH
WILUJENG SUMPING
Senin, 26 Oktober 2009
ROTASI DAN MUTASI PEJABAT SEBAGAI SARANA PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KARIER PEGAWAI
Pendahuluan
Sebagai konsep kebijakan dalam kepegawaian, Rotasi yang menurut akang sih memiliki arti filosofi lebih dalam dari Mutasi (yang lebih bersifat teknis) justru tidak tersurat dalam peraturan kepegawaian di Republik Indonesia. Baik Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, maupun Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, tidak menyebut istilah Rotasi atau Rolling.
Bagi akang rotasi atau rolling memiliki pengertian memutar atau menggilir penempatan pejabat struktural maupun fungsional dari satu jabatan tertentu ke jabatan lainnya yang ditetapkan dalam sebuah kebijakan yang bersifat Compulsary. Sementara itu, istilah mutasi dalam arti perpindahan, lebih memiliki pengertian teknis yaitu tentang bagaimana mengatur mekanisme pemindahan pejabat yang terkena kebijakan perputaran jabatan.
Dari gambaran tadi, maka yang menjadi obyek rotasi ataupun mutasi adalah pejabat baik struktural maupun fungsional.
Pada kesempatan ini saya tidak akan mengajak Saudara-saudara untuk mendalami rotasi ataupun mutasi dalam konteks teknis peraturan perundang-undangan. Saya justru ingin mengajak Saudara-saudara untuk mendekati hal tersebut dari latar belakang filosofi konsep kebijakan publik yang mendasari dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai rotasi atau mutasi.
Peranan Rotasi Dalam Sistem Penyelenggaran Kepegawaian
Rotasi memiliki peranan penting dalam sistem penyelenggaraan kepegawaian dari sebuah organisasi. Paling tidak ada 3 (tiga) manfaat/kepentingan yang dapat ditarik dari rotasi, yaitu kepentingan dinas, kepentingan pejabat yang bersangkutan, dan kepentingan publik. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Kepentingan Dinas (Re. Psl. 22 UU Nomor 43 Tahun 1999)
Perputaran jabatan merupakan alat yang dapat digunakan oleh manajemen perkantoran untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan antara lain:
a. Sebagai sarana evaluasi penugasan pejabat.
Rotasi adalah alat yang penting dan efisien bagi pimpinan kantor untuk melakukan penilaian terhadap pejabatnya, apakah kinerja yang bersangkutan meningkat atau menurun dari jabatan lainnya yang pernah dipegangnya. Dari evaluasi ini pimpinan kantor akan mengetahui kecocokan jabatan yang paling tepat untuk diberikan kepada stafnya, sesuai dengan disiplin ilmu, keterampilan, dan karakter yang dimiliki. Dengan demikian, pimpinan dapat menempatkan pejabatnya pada jabatan yang paling tepat sesuai dengan kemampuannya (The right man on the right place). Tanpa melakukan rotasi, maka pimpinan unit kerja tentu tidak akan pernah tahu kemampuan dan kinerja pejabatnya.
b. Sebagai sarana meningkatkan produktivitas kerja.
Melalui rotasi, pimpinan unit kerja akan tahu keunggulan dan kelemahan kinerja pejabatnya. Dari evaluasi/penilaian atas keunggulan dan kelemahan ini, maka pimpinan dapat menempatkan stafnya dalam jabatan yang tepat. Dengan demikian, produktivitas kerja yang bersangkutan akan maksimal pada jabatan barunya, dan pada gilirannya kantor akan mendapatkan manfaat berupa meningkatnya produksi (out come).
c. Sebagai sarana pembinaan PNS.
Manfaat lain bagi kedinasan, rotasi dapat dijadikan sebagai alat untuk membina pegawai. Sebagai contoh, pejabat yang ditempatkan pada jabatan tertentu ternyata telah sering melakukan kesalahan, maka pimpinan dapat melakukan pembinaan dengan merotasi yang bersangkutan pada jabatan lain.
d. Sebagai sarana untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa (Re. Psl. 9 PP Nomor 100 Tahun 2000).
Rotasi dapat digunakan pula sebagai sarana untuk memperkokoh NKRI. Pelaksanaannya dilakukan dengan memberikan kemungkinan untuk memindahkan pejabat dari satu daerah ke daerah lainnya di seluruh NKRI. Misalnya pejabat Bappeda Provinsi Papua dipindahkan ke Provinsi Riau, atau pejabat Kabupaten Tangerang ke jabatan tertentu di Provinsi Sulawesi Utara dan sebagainya. Melalui cara ini, maka para pejabat terikat dalam rasa persatuan dan kesatuan kerja dalam bingkai NKRI.
2. Kepentingan Pegawai.
Bagi pegawai, rotasi memiliki beberapa manfaat yaitu:
a. Memperluas pengalaman dan kemampuan.
Dengan banyaknya perpindahan jabatan yang dialami oleh pegawai, maka dapat dipastikan yang bersangkutan akan memiliki banyak pengalaman. Pengalaman tersebut, diharapkan akan meningkatkan kemampuan baik pengetahuan (knowledge) maupun keterampilan (skill).
b. Menghilangkan hambatan psikologis pejabat.
Rotasi akan dapat memberikan kesegaran baru bagi pejabat. Rasa jenuh dan depresi yang menghimpit karena kelamaan bekerja pada jabatan tertentu diharapkan akan hilang, setelah dilakukan rotasi. Suasana kerja baru diharapkan dapat memicu motivasi untuk maju dan mendatangkan tingkat produktivitas kerja yang lebih baik lagi. Tantangan-tantangan baru dari tugas di jabatan baru, diharapkan akan mendorong yang bersangkutan untuk bekerja lebih giat lagi.
3. Kepentingan Publik.
Bagi publik (masyarakat) rotasi diharapkan akan memberikan keuntungan antara lain cepatnya layanan jasa kepada mereka. Pegawai/pejabat yang terlepas dari kejenuhan dan merasa fresh dalam menjalankan tugasnya yang baru akan memberikan pelayanan yang jauh lebih baik daripada mereka yang selama bertahun-tahun melakukan pekerjaan yang sama di tempat yang sama pula.
Ekses Tidak Adanya Rotasi
Dari gambaran arti penting rotasi tadi, maka Saudara-saudara akan dapat membayangkan tentang bagaimana jika sebuah kantor tidak pernah ada kebijakan rotasi. Berikut ini, saya berikan gambaran ekses dari tidak adanya rotasi.
1. Kontrak mati
Istilah ini memang agak kasar untuk ditampilkan, tetapi bagi saya, justru kata inilah yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi ekstrem dari tidak adanya kebijakan rotasi dalam suatu organisasi. Pegawai yang sampai dengan pensiun bekerja pada satu unit kerja tertentu, tanpa merasakan pengalaman bekerja pada unit kerja lainnya menurut saya adalah seorang yang sangat perkasa. Tentu yang bersangkutan adalah orang yang sangat kuat karena mampu menahan kejenuhan dan depresi yang luar biasa. Bagi mereka yang tidak tahan, pengalaman menunjukkan banyak pula yang meninggal dunia di pertengahan perjalanan, sebelum yang bersangkutan memasuki masa pensiun. Kondisi inilah yang saya sebut dengan Kontrak mati.
2.Chauvinisme sempit
Ekses negatif lain dari tidak pernahnya seorang pegawai bekerja pada unit kerja lainnya, adalah timbulnya apa yang disebut chauvinisme sempit. Bekerja dan menikmati pengalaman kerja pada unit kerja yang sama, selama bertahun-tahun tanpa merasakan pengalaman kerja di tempat lain, akan dapat menimbulkan perasaan bahwa tempat yang bersangkutan bekerja adalah unit kerja yang paling hebat. Kebanggaan dan kesetiaan yang tumbuh terhadap unit kerjanya akan menimbulkan anggapan unit-unit kerja lainnya sebagai unit kerja yang tidak sehebat unit kerja dimana selama ini yang bersangkutan bertugas. Kondisi seperti ini akan menjadi lebih buruk lagi, jika pejabat yang bersangkutan merasa dirinya paling hebat, karena tidak pernah melihat kinerja orang lain di tempat lain. Kalau diamati, pejabat seperti ini seolah-olah seperti “katak dalam tempurung”. Ini sangat berbahaya dan tidak baik bagi budaya kerja dan kelangsungan kerja organisasi secara keseluruhan.
3. Kejenuhan dan Depresi
Lamanya seorang bertugas pada jabatan tertentu akan mengakibatkan kejenuhan dan depresi. Akibat lebih lanjut dari kondisi ini terhadap organisasi, tentu saja akan mengakibatkan produktivitas kerja menurun. Sudah barang tentu, ini merupakan kerugian bagi organisasi.
4. Rotasi / Mutasi adalah hukuman
Tidak adanya kebijakan rotasi atau sangat jarangnya dilakukan rotasi / mutasi, dapat menimbulkan efek negatif bagi suasana kejiwaan pegawai/pejabat. Apabila pada suatu saat, kemudian organisasi melakukan mutasi kepada satu pejabatnya (apakah dalam tataran eselon yang sama dan bahkan lebih tinggi/promosi sekalipun), maka pegawai/pejabat yang dipindahkan dan para pegawai/pejabat lainnya akan menilai bahwa itu adalah “hukuman” atas kesalahan yang dilakukan, atau yang bersangkutan memang tidak disukai. Bagi yang tidak dipindahkan mungkin akan berpikir “salah apa dia?”.
Strategi Keberhasilan Kebijakan Rotasi
Dari gambaran di atas, maka rotasi perlu diadopsi menjadi suatu kebijakan dalam sistem penyelenggaraan kepegawaian dari suatu organisasi. Agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik, di bawah ini disampaikan beberapa strategi sebagai berikut:
1. Kebijakan rotasi perlu diformalkan dalam sebuah Undang-Undang;
2. Perlu adanya sosialisasi yang terus menerus mengenai kebijakan rotasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang;
3. Seluruh pegawai harus “legowo”? menerima kebijakan rotasi. Siapapun harus siap ditempatkan pada posisi/jabatan yang berbeda;
4. Para pimpinan harus rela melepas anak buah terbaiknya untuk pindah dari lingkungan unit kerjanya, ke unit kerja lainnya;
5. Semua stakeholders dalam organisasi maupun di luar organisasi harus memiliki persepsi yang sama akan kebaikan konsep kebijakan rotasi.
Kesimpulan
1. Rotasi perlu dilakukan untuk kepentingan organisasi, pejabat yang bersangkutan maupun masyarakat. Oleh karena itu, rotasi harus dijadikan kebijakan yang wajib diterapkan dalam setiap organisasi pemerintah termasuk di Sekretariat Negara.
2. Perlu kearifan semua pihak untuk menerima konsep kebijakan rotasi sebagai hal yang positip.
Makalah disampaikan pada Program Pembinaan Sumber Daya Manusia di Lingkungan Sekretariat Wakil Presiden, Kamis, tanggal 31 Agustus 2006.
* Sumber : www.setneg.go.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar