Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Minggu, 14 Juni 2009

Sepuluh Tipe Penonton Bioskop


Film ini berkisah tentang perjalanan Khairul Azzam (diperankan oleh M. Kholidi Asadi Alam), seorang mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di Universitas Al Azhar, Cairo – Mesir. Namun kuliahnya tertunda selama 9 tahun karena dia lebih mengutamakan mencari uang daripada kuliah.

Hal itu dia lakukan karena Ayahnya sudah meninggal dunia, sehingga ia harus menghidupi dirinya sendiri dan juga keluarganya di Solo. Azzam berdagang bakso dan tempe yang kelezatannya terkenal sampe KBRI di Cairo.
Namun dari profesinya itulah, ia menjadi terkenal di kalangan KBRI di Kairo, dan mempertemukannya dengan Eliana (diperankan oleh Alice Norin), gadis cantik – modern yang terkenal sebagai Artis, putri Pak Alam (diperankan oleh Slamet Rahardjo) yang menjabat sebagai Dubes RI di Mesir.
Eliana naksir sama Azzam. Tetapi karena gaya hidup Eliana yang nggak cocok dengan Azzam, Azzam pun menolak dia dan menganggapnya hanya sebagai teman sekaligus partner bisnis. Ketika berdialog dengan Pak Ali (diperankan oleh Didi Petet) Azzam disarankan untuk melamar Anna Althafunnisa (diperankan oleh Oki Setiana), mahasiswi Kuliyyatul Banaat yang sedang menempuh S2 di Alexandria.
Selanjutnya Azzam memohon bantuan Ustadz Mujab (diperankan oleh Habiburrahman El-Shirazy) untuk melamar Anna. Namun sayangnya ternyata Anna sudah dilamar oleh Furqon, sahabat baiknya sendiri!

Kisah selanjutnya kamu tonton sendiri aja ya… :P
Overall film ini cukup menghibur dan mengaduk perasaan. Ada kocaknya, ada juga sedihnya. Campuraduk deh! Terutama adegan si Hafiz yang naksir sama Cut Mala. Saltingnya lucu, bikin ngakak. Trus kalo yang sedihnya tuh, pas si Fadhil (diperankan oleh Lucky) yang nyanyi nasyid bahasa Aceh di acara pernikahannya si Tiara – notabene: wanita yang dicintai Fadhil.

Sungguh menyayat hati nih adegan. Bleh.. :
Namun sayangnya, meskipun pemandangan mesirnya asli, tapi menurutku kurang ‘hidup’. Suara latarnya kaku. Misal: ketika di laut, ada ombak berdebur, kok backsound-nya kurang alami ya? Atau ketika dialog Azzam – Eliana dalam bis, suara latar bis menderu pun nggak ada. Sunyi deh. Atau ketika adegan Furqon bertemu Azzam di malam hari, editing grafisnya keliatan kentara. Kurang bagus alias jelek! :D Justru kalo ada adegan dialog suara vocalnya yang malah mendentum banget dibanding backsoundnya!

Dan pada akhirnya, film ini harus bersambung ke Ketika Cinta Bertasbih 2. Aduh, lagi seru-serunya nonton eh malah bersambung deh. Penonton pada kecewa! Baru kali ini ada film Indonesia yang pake konsep kayak sinetron. Bersambung, gitu lho…

Well, kisah perjalanan hidup dan cinta Azzam yang berliku ini nggak hanya sekedar memberikan pencerahan jiwa namun juga mengajak penonton untuk lebih merenungi rahasia Illahi dan memaknai cinta sejati.

Kehadiran Anna, seorang muslimah cerdas yang menggoda hati Azzam menjadi unsur yang mengikat keduanya dalam misteri cinta yang dikemas dalam sudut pandang yang sangat berbeda dari film-film drama romantis kebanyakan.

Aku kasih nilai 7,5 deh untuk film Ketika Cinta Bertasbih ini.

Quote favoritku di film ini :

“Nyawa bisnis itu keberanian, Nang. Dalam dunia bisnis yang berhasil adalah mereka yang memahami bahwa, hanya ada perbedaan sedikit antara tantangan dan peluang, dan mereka mengubahnya menjadi keuntungan” – Khairul Azzam.

Ngomong-ngomong, tahukah anda ternyata kebiasaan para pengunjung bioskop ini bisa dikelompokkan dalam tipe-tipe tertentu. Dan ternyata lagi, dari dulu hingga kini tipenya nyaris serupa. Hanya saja, perkembangan teknologi yang belakangan muncul menyebabkan penambahan tipe-tipe penonton baru.

Beberapa tahun lalu, sineas Joko Anwar sempat membuat pengelompokan ini dalam filmnya Janji Joni. Secara jenaka dia menggambarkan tipikal penonton dari kebiasaan mereka saat berada di bioskop. Jika di sana digambarkan secara singkat dalam versi visual, berikut ini penjelasan sedikit lebih jauh dari tipe penonton yang dimaksud. Sebuah paparan dalam versi main-main sebagai kado atas hari lahirnya pertunjukan bioskop di tanah air.

1. Penonton Cari Perhatian
Tak bisa dipungkiri sejak dulu kebiasaan nonton di bioskop merupakan ajang sosialisasi dengan teman-teman dan handai taulan. Seen and to be seen, demikian kata seorang rekan sosialite. Tak heran jika ada orang yang tampil maksimal dengan penampilan wah saat nonton di bioskop. Kalau bukan dengan busana yang bermerek mahal, dandanan menor atau aroma tubuh nan wangi. Tujuh kali tujuh sama dengan empat sembilan. Setuju tidak setuju yang penting penampilan. Dalam filmnya, Joko menggambarkan lewat perempuan yang bicara dengan volume suara keras.

2. Penonton Piknik
Siapa yang tidak sepakat jika bioskop adalah tempat tamasya? Terutama jika sedang ada pemutaran film anak-anak, banyak orangtua yang memboyong mereka nonton bersama. Penulis mengalami sendiri naik becak bersama adik-adik dan tetangga nonton film macam Ira Maya dan Kakek Ateng (tentu saja dibintangi Ira Maya Sopha dan almarhum Ateng) atau Anak-anak Tak Beribu (dibintangi kakak beradik Santi Sardi, Lukman Sardi dan Ajeng Triani Sardi). Sebuah piknik yang mellow lantaran film yang ditonton sungguh mengharukan.

3. Penonton Pacaran
Terserah mau dengan lain jenis ataupun sejenis. Bagi mereka yang berusia remaja, nonton bioskop adalah alasan ampuh untuk pergi dari rumah. Selanjutnya, lokasi wakuncar (so 80’s ya…) dipindahkan di tengah gelapnya bioskop. Bukan masalah pula, mau kelas atas atau kelas kambing, kelas AC atau kelas kipas angin. Yang penting bisa kencan. Taglinenya: film main, penonton main.

4. Penonton Pembajak
Tipe ini termasuk yang muncul belakangan. Teknologi baru melahirkan tipe penonton jenis ini. Dengan seperangkat kamera video mini, penonton pembajak merekam film dari awal sampai akhir. Maka tak heran, jika anda membeli VCD atau DVD bajakan berkualitas buruk, acapkali terdengar suara penonton ataupun bayangan tubuh penonton yang sedang melintas. Tentu saja tidak untuk ditiru, secara harga karcis bioskop jaringan 21 sudah murah sekali, paling murah kira-kira dua mangkok mie ayam.

5. Penonton Spoiler
”Nanti habis ini jagoannya ditembak, eh malah kena temannya”. Kalimat macam ini tentu saja sangat mengganggu kenikmatan saat menonton film. Maklumlah, umumnya penonton datang ke bioskop untuk mendapatkan cerita. Jadi jika ujungnya sudah diketahui buat apa lagi datang dan memelototi gambar. Biasanya penonton spoiler ini mereka yang sudah nonton film sebelumnya.

6. Penonton Kritikus Film
Kritikus film atau kritikus bukan ini-atau itu atau wartawan film terserah. Merekalah yang biasanya sibuk sendiri saat film diputar. Dengan bantuan penerangan dari ponsel mereka mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari film yang mereka tonton. Namun kini peran ponsel itu sudah tergantikan dengan perangkat gadget yang lebih canggih, entah PDA, communicator atau blackberry.

7. Penonton Ponsel
Penggunaan ponsel marak sejak satu dekade silam, tepatnya akhir 1990-an. Ketika masih jarang pemiliknya, wajar saja jika dia bersikap pamer dengan bicara keras-keras saat menjawab telepon. Sekalipun saat nonton di bioskop. Ternyata, perilaku kampungan ini masih juga belum hilang sama sekali. Sekalipun sudah dibuatkan himbauan larangan penggunaan ponsel saat film diputar, masih banyak yang lempeng aja tak perduli siapa yang di sebelahnya.

8. Penonton Tidur
Tipe penonton ini terbagi lagi atas ada dua macam. Pertama, sang penonton yang sudah kelelahan entah darimana hingga jatuh terlelap. Kedua, film yang ditonton sungguh membosankan hingga lebih baik tidur saja. Atau kata lainnya film itu dibuat khusus untuk mereka yang sulit tidur atau insomnia.

9. Penonton Telmi
”Kok jagoannya mati?” Jika pertanyaan macam ini datang dari penonton sebelah kita ini namanya malapetaka. Masih mending jika dia yang membayari karcis untuk nonton filmnya. Kata telmi alias telat mikir, bisa juga dari bahasa Inggris tell me, atau ceritain lagi dong. Tentu saja sungguh bikin repot dan mengurangi kenikmatan nonton.

10. Penonton Perfeksionis
Konon penonton macam ini sungguh mengerti seluk-beluk film. Ciri-cirinya: selalu memelototi layar yang ada di depan matanya. Dia akan protes jika gambarnya tidak fokus, apalagi jika sampai rol yang belum datang-datang lantaran harus menunggu si Joni. Nah, jika ada yang teriak-teriak saat terjadi kondisi yang disebut belakangan boleh juga termasuk penonton perfeksionis.

Tidak ada komentar: