Penghitungan suara pemilu legislatif 2009 sudah mulai mengarah pada pembagian kursi DPR/DPRD. Siapa dan dari partai apa yang akan duduk di sana hingga lima tahun mendatang sudah terprediksi. Kita tinggal menunggu hasil final yang sah dari Komisi Pemilihan Umum pusat dan daerah.
Para calon anggota legislatif yang sudah diperkirakan menjadi anggota legislatif di jenjang mana saja perlu diwanti-wanti sejak dini, yaitu harus mengacu pada peristiwa yang sudah-sudah. Kata karuhun Sunda, ngeunteung ka nu enggeus-enggeus. Jangan diabaikan peristiwa pahit yang pernah menimpa anggota DPR/DPRD periode 1999-2004 dan 2004-2009.
Prestasi dan reputasi anggota DPR/DPRD pada dua periode itu memang sulit dilacak. Hal itu wajar mengingat kebaikan dan kebajikan seseorang akan cepat dilupakan. Adapun keburukan, kejelekan, dan kejahatan, baik perorangan maupun kelompok, sulit dilupakan. Apalagi, hal itu dilakukan wakil rakyat yang terhormat.
Mayoritas rakyat tidak tahu apa yang dihasilkan anggota DPR/DPRD masa bakti 1999-2004 dan 2004-2009 yang bersentuhan langsung dengan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Namun, semua lapisan masyarakat tahu dan tidak akan pernah lupa bahwa sebagian dari anggota DPR/DPRD itu terlibat kasus hukum, terutama korupsi, baik sendirian maupun berjemaah. Ada kasus yang sudah terselesaikan melalui jalur hukum dan beberapa anggota DPR/DPRD menjalani hukuman pidana. Ada juga yang mencoba mengajukan permohonan banding, kasasi, atau peninjauan kembali (PK) sehingga kasusnya belum terselesaikan.
Sebagai contoh, 14 anggota DPRD Kabupaten Garut periode 1999-2004 mendapatkan vonis Mahkamah Agung masing-masing empat tahun penjara akibat terbukti mengorupsi dana APBD Rp 6 miliar. Kasasi mereka ditolak dan mereka harus segera masuk penjara. Namun, mereka masih berupaya mengajukan PK dan tetap bebas. Itu dilakukan karena mengacu pada kasus sama yang menimpa seorang ketua dan tiga wakil ketua DPRD periode itu. Mereka bebas di tingkat PK tanpa harus mendekam di penjara walaupun di tingkat banding dan kasasi divonis masing-masing empat tahun penjara. Kasus di Garut terjadi pula di sejumlah kabupaten/kota lain.
Tak sejalan aspirasi
Di tingkat DPRD Jawa Barat, masyarakat pernah dihebohkan dengan kasus Kavlinggate yang melibatkan anggota DPRD Jabar 1999-2004. Mungkin para pelaku, baik di legislatif maupun eksekutif, merasa bersih karena beberapa tokoh DPRD dibebaskan dari tuntutan hukum. Namun, hati kecil mereka pasti berbisik lain. Masyarakat juga tidak akan mudah melupakan begitu saja. Hukum memang kadang-kadang tak sejalan dengan aspirasi banyak orang.
Pada periode 2004-2009 kasus korupsi banyak menimpa anggota DPR. Beberapa orang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat berbagai kasus. Ada juga anggota DPR yang terpaksa "lengser keprabon" akibat kasus asusila.
Itu semua eunteung (cermin), tempat anggota DPR/DPRD baru menatap wajah dan perilaku seniornya dulu agar tidak menimpa mereka sekarang. Itu semua lubang tempat terperosok para wakil rakyat ke tempat hina dina, semacam lubang yang selalu diingat keledai. Jadi, makhluk paling dungu itu tidak pernah terperosok dua kali ke lubang yang sama.
Kita semua percaya, anggota DPR/ DPRD yang kemarin kita pilih dengan penuh pengorbanan perasaan, waktu, dan tenaga bukanlah keledai-keledai dungu, kecuali jika mereka kelak kembali tersangkut kasus yang sama sebangun.
Menjadi anggota DPR/ DPRD, sebagaimana hidup, hanyalah sementara. Namun, kesempatan itu bukan untuk mangpang-meungpeung (aji mumpung), bukan untuk makmak-mekmek (kenyang sendiri) dan poho ka wiwitan (lupa diri). Itu juga bukan tempat untuk pulang modal (mengembalikan modal) yang menjadi ladang usaha untuk mengganti biaya kampanye. Sebab, jika demikian, berarti anggota DPR/DPRD sama saja dengan mikeun beuheung teukteukeun (menyerahkan diri untuk dihukum), baik oleh KPK, Pengadilan Tipikor, maupun masyarakat.
Menjalankan amanah
Kata R Brataatmadja, penulis guguritan pupuh Asmarandana, hidup di dunia ini darma wawayangan bae, cuma sementara. Raga taya pangawasa (tak punya daya upaya apa pun). Jadi, lamun kasasar lampah (kalau menyeleweng), akan timbul napsu nu matak kaduhung (sesal berkepanjangan) dan badan anu katempuhan (harus menanggung aib).
Jadilah wakil rakyat yang teguh kukuh memegang dan menjalankan amanah rakyat; tidak unggut kalinduan, gedag kaanginan (mudah tergoda). Jangan pangarahan (ingin mendapatkan imbalan lebih). Jangan pula beungeut nyanghareup, ati mungkir (munafik).
Rakyat berharap anggota DPR/DPRD clik putih clak herang (tulus ikhlas); betul-betul nilas saplasna, ngadek sacekna; konsisten memenuhi janji dan menjalankan tugas dan kewajiban secara murni dan konsekuen.
Rakyat juga pasti berharap tidak ada lagi anggota DPR/DPRD 2009-2014 ditangkap KPK, diajukan ke pengadilan akibat kasus korupsi dan sejenisnya, di-recall akibat perbuatan asusila, dan lain-lain. Mudah-mudahan ini bukan harapan kosong ngudag-ngudag kalangkang heulang; tetapi benar-benar terpenuhi dan terbukti. Jangan sampai lieuk beuheung sosonggeteun, menunggu dan menunggu tanpa hasil apa-apa.
WAWANG F RATNAWULAN Aktivis Perempuan; Bergiat di Fatayat NU Kabupaten Garut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar