Yendi Widya Kota Bengkulu Bunga Rafflesia Bunga Raflesia Kawan Kawan Kawan Yendi ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH WILUJENG SUMPING

Kamis, 14 Mei 2009



Sejarah

Manglé dalam bahasa Sunda berarti untaian bunga melati penghias sanggul perempuan, yang konon makin lama makin harum baunya. Dalam Kamus Umum Basa Sunda (1967), Manglé dapat diartikan sebagai berikut:

Mangle, 1. untaian kekembangan, daun pandan meunang nyisik jste. Sok dipake ku awewe, dina gelung gede sarta seungit.

Lazimnya, Manglé digunakan pada upacara-upacara pernikahan sebagai penghias rambut mempelai wanita dan penghias keris pria. Bagi orang Sunda, Manglé berarti kesesuaian atau keindahan yang sakral. Oleh karena itu, tak salah bila nama Manglé dipilih, dan diharapkan oleh pendiri majalah ini, kelak akan seindah dan seharum namanya.

Manglé terbit pertama kali pada tanggal 21 Oktober 1957 di Bogor dengan oplag 500 eksemplar. Namun edisi perdananya sendiri baru diedarkan tanggal 21 Nopember 1957, itupun dibagikan secara gratis. Tanggal 21 Nopember itulah yang kemudian ditetapkan sebagai titimangsa (hari kelahiran) Mangle. Di usianya yang ke-49, Mangle mampu bertahan hingga kini dengan oplag 4000 eksemplar.

Sebagaimana pers Sunda lainnya, kelahiran Mangle pada mulanya berawal dari kepedulian sejumlah orang terhadap budaya Sunda. Mereka adalah: Oeton Moechtar, Rochamina Sudarmika, Saleh Danasasmita, Wahyu Wibisana, Sukanda Kartasasmita, ALi Basyah dan Abdullah Romli. Keinginan Mangle untuk melestarikan kebudayaan daerah tersebut sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah tentang kebudayaan nasional, yaitu untuk melestarikan, membina dan mengembangkan kebudayaan daerah dalam rangka kebudayaan nasional.

Majalah Mangle edisi pertama yang diberi nama Sekar Mangle tersebut penampilannya masih begitu sederhana. Untuk sampul muka, warna yang digunakan hanyalah hitam putih dan terlihat buram. Frekuensinya pun hanyalah 1 bulan sekali. Tebal majalah hanya 20 halaman, dengan ilustrasi yang terkesan asal-asalan. Hal ini disebabkan foto yang digunakan sebagai ilustrasi tersebut foto yang ada di percetakan, sehingga tidak berhubungan dengan isi berita. Bentuk dan isi majalah juga masih belum mantap. Naskah yang kebetulan ada, itulah yang dikirim ke percetakan “Dewi Sartika” di Bogor.

Pada bulan Desember 1962, Mangle pindah ke Bandung dengan alamat kantor Jl. Buahbatu No. 43 Bandung. Ada beberapa alasan yang menjadi bahan pertimbangan kepindahan tersebut. Bandung adalah pusat pemerintahan dan budaya Jawa Barat, mempunyai nilai-nilai historis dan kultural, dan tentu saja lebih memberi kemungkinan terhadap semakin meluasnya daerah pemasaran Mangle. Pilihan ini terbukti tepat. Tiga tahun semenjak kepindahannya, Mangle mampu terbit dua kali dalam sebulan dengan oplag yang 140 kali lipat edisi awal, yakni 70.000 eksemplar per edisi. Dan terbitannya pun Mangle terbit 2 kali dalam sebulan.

Pada tahun 1971 kantor Mangle pindah ke alamat Jl. Lodaya No. 19-21 Bandung, dengan status milik sendiri, sehingga tidak ada kekhawatiran lagi untuk selalu pindah-pindah.

Satu hal yang patut dicatat, sejak kami beralamat di kantor sekarang, Mangle terbit sebagai majalah mingguan. Setiap hari Kamis dengan setia Mangle keluar dari percetakan dengan berbagai hidangan untuk memenuhi selera pembacanya.

Pada awalnya Mangle dicetak dengan sistem letter-press, dengan tempat percetakan berpindah-pindah. Dengan alasan utama untuk memuaskan kehendak pembacanya dan sejak tahun 1973 Mangle dicetak dengan offset di Percetakan Ekonomi. Makin hari makin terasa, bahwa mutu sebuah majalah tidak hanya ditentukan oleh isi, namun juga oleh perwajahan dan tata letaknya. Ais Pangampih (pengasuh) Mangle menyadari akal hal ini, apalagi jika dikaitkan dengan persaingan terhadap majalah lain yang tampil lebih baik.

Itulah yang diidam-idamkan. Dan Alhamdulillah, sejak bulan Oktober 1980 keseluruhan majalah Mangle dicetak dengan mesin milik sendiri. Hal ini menjadi leluasa untuk memudahkan mekanisme kerjanya.

Sesuai dengan perkembangan perekonomian di Indonesia yang terkena krisis monteter, maka pada tahun 1998-an Mangle pun ikut terkena dampaknya. Hal ini, ditambah dengan perubahan infra struktur pemerintahan. Diantara dampak sangat menonjol adalah penurunan oplag. Hal ini karena dinas penerangan dan dinas-dinas lainnya, secara serentak mengundurkan diri untuk tidak berlangganan lagi. Penurunan tersebut juga berakibat pada kalkulasi manajemen keuangan, dimana spekulasi tidak bisa dilakukan pada kondisi situasi yang tidak menentu. Oleh karena itu, sejak itu hingga sekarang Oplag Mangle berkisar 4000 eksempelar per-edisi dalam satu minggu, dengan perhitungan titik impas antara pemasukan dan pengeluaran serta efesiensinya bisa diatasi.

Adapun visi MANGLE adalah: MANGLE jadi kebanggaan (kareueus) urang Sunda satungtung hirup (saumur hidup). Sedangkan misinya, meliputi : 1. Ingin menjaga, memelihara basa, sastra dan filosofi Ki Sunda. 2. Menjadi media komunikasi orang-orang Sunda sampai akhir jaman. 3. Menjaga dan melestarikan budaya Sunda dengan berbagai kalangan etnis lainnya. 4. Profit orientied yang seimbang, antara rasa memiliki terhadap Sunda dengan tarah hidup pada masanya.

Tidak ada komentar: